Salah satu peserta didik disabilitas tuna netra Cecilia (18 tahun) dalam penampilan pembuka kegiatan Kunjungan Kasih SLB Kasih Bunda yang diadakan oleh relawan Tzu Chi komunitas Hu Ai Jembatan Lima.
Pada hari Sabtu, 14 Desember 2024, Florentina Limanto, relawan Tzu Chi membuka acara kunjungan kasih komunitas Jembatan Lima di Sekolah Luar Biasa (SLB) Kasih Bunda dengan sebuah kata perenungan Master Cheng Yen yang penuh makna: "Di dunia ini ada dua hal yang tidak bisa ditunda, yakni berbakti kepada orang tua dan banyak berbuat kebajikan." Kalimat ini menjadi inti dari tema acara, "Terima Kasih, Ibu Ada Untukku", yang juga memperingati Hari Ibu Nasional, yang jatuh pada 22 Desember setiap tahunnya.
Sebanyak 26 relawan komunitas Jembatan Lima hadir sejak pukul 08.00 pagi untuk mempersiapkan logistik acara di SLB Kasih Bunda. Bangunan sederhana ini, yang dulunya merupakan rumah tinggal, kini menjadi tempat belajar bagi sekitar 150 siswa berkebutuhan khusus, termasuk tuna grahita, tuna rungu, autis, dan tuna netra. Meskipun sarana fisiknya terbatas, semangat untuk memberikan pendidikan yang layak tak pernah padam.
Penyerahan simbolis dana bantuan tunai Tzu Chi melalui perwakilan relawan Tzu Chi Florentina Limanto kepada perwakilan pengurus dan wali guru SLB Kasih Bunda, Wahyu Ismiyanto.
Cinta Kasih Tulus di SLB Kasih Bunda
SLB Kasih Bunda didirikan pada tahun 2009 di bawah naungan Yayasan Kasih Bunda yang dipimpin oleh Elizabeth, seorang perempuan Katolik yang memiliki kepedulian mendalam terhadap anak-anak berkebutuhan khusus. Sebagian besar siswa di sekolah ini berasal dari keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan dan tinggal di kawasan padat penduduk Jakarta Pusat. Rata-rata orang tua siswa memiliki latar belakang pendidikan rendah, dengan pekerjaan yang tidak menentu dan penghasilan di bawah upah minimum.
Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pendidik, terutama dalam memastikan bahwa anak-anak mereka menerima gizi dan pendidikan yang baik. Wahyu Ismiyanto, salah satu pendidik di SLB Kasih Bunda, menuturkan bahwa banyak orang tua yang merasa ragu dan malu untuk menyekolahkan anak-anak mereka yang berkebutuhan khusus. Namun, di SLB ini, para siswa justru menunjukkan prestasi yang membanggakan di bidang seni, olahraga, dan berbagai kompetisi lainnya.
Relawan Lie Fi Lan berbaur sembari mengajarkan anak-anak peserta didik SLB menyanyikan lagu bahasa isyarat tangan Papa Mama, Gan Xie Ni.
Wahyu, yang telah mengabdi di SLB Kasih Bunda selama 25 tahun, memulai kariernya di sekolah ini sebagai tenaga administrasi. Tanpa memiliki pengetahuan tentang pendidikan anak berkebutuhan khusus, ia akhirnya merangkap menjadi guru setelah banyak guru lain yang tidak datang. Dalam perjalanannya, Wahyu menyadari bahwa anak-anak berkebutuhan khusus memiliki potensi yang luar biasa jika diberikan kesempatan untuk belajar.
"Anak-anak ini sangat baik jika mereka bisa sekolah. Selama ini, banyak orang tua yang merasa malu dan ragu untuk menyekolahkan mereka, tapi di sini mereka bisa menunjukkan kemampuan luar biasa," ujarnya. Wahyu merasa bahwa pengabdiannya di SLB Kasih Bunda adalah panggilan hidup, di mana ia belajar banyak tentang kesabaran dan kasih sayang.
Sementara itu, Florentina Limanto mulai menjalin hubungan panjang dengan SLB Kasih Bunda karena pada masa pandemi Covid-19 tahun 2020. Kala itu ia mendengar bahwa sekolah yang berlokasi di wilayah Tambora, Jembatan Lima, Jakarta Pusat, ini sangat membutuhkan bantuan. Menerima panggilan hati, Florentina bersama para relawan komunitas Jembatan Lima yang lebih muda bergerak untuk memberikan bantuan kepada anak-anak, guru, dan orang tua di SLB Kasih Bunda.
Prosesi Pembasuhan Kaki, Simbol Cinta untuk Ibu
Puncak acara kunjungan kasih ini adalah upacara pembasuhan kaki, diikuti dengan acara minum teh dan menyuapkan kue oleh siswa kepada orang tua mereka. Prosesi ini berlangsung penuh khidmat dan emosional. Banyak siswa dan orang tua yang tidak bisa menahan air mata, menyadari betapa besar arti dari pengorbanan dan cinta kasih orang tua.
Suasana yang mengharukan terjadi saat upacara pembasuhan kaki.
Selain upacara pembasuhan kaki, acara ini juga dimeriahkan dengan penampilan dari siswa tuna netra, permainan games oleh relawan muda, dan penampilan bahasa isyarat tangan yang penuh keceriaan. Kegiatan ini tidak hanya menyentuh hati peserta, tetapi juga memberikan kesempatan untuk semua pihak untuk belajar satu sama lain tentang kasih sayang dan pengabdian.
Yenny Loa, seorang relawan dari komunitas Jembatan Lima, juga merasa terkesan dengan kegiatan ini. Sebagai seorang ibu, ia mengungkapkan rasa kagumnya terhadap orang tua dan pengajar di SLB Kasih Bunda yang dengan gigih mendidik anak-anak berkebutuhan khusus. "Mendidik anak yang normal saja sudah sangat sulit, apalagi anak-anak yang luar biasa seperti ini. Orang tua dan guru di sini benar-benar luar biasa," tuturnya.
Suasana haru dan khusyuk saat anak-anak peserta didik saling membasuhkan kaki dan bersujud dibawah pangkuan para orang tua mereka.
Kegiatan ini mengajarkan bahwa baik sebagai anak, orang tua, maupun guru, samas-sama saling belajar satu sama lain. Cinta kasih yang tulus kepada orang tua adalah nilai yang harus terus dijaga dan diamalkan, terutama selama mereka masih ada bersama kita.
Dengan berakhirnya acara, diharapkan bahwa setiap orang yang terlibat, baik itu siswa, orang tua, guru, maupun relawan, dapat membawa pulang kenangan yang mendalam dan terus memupuk kasih sayang, bakti, serta kebajikan dalam hidup mereka.
Editor: Metta Wulandari