Kompos Organik untuk Parung Panjang

Jurnalis : Himawan Susanto , Fotografer : Himawan Susanto
 
foto

* Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) sedang memperagakan tata cara pembuatan kompos organik kepada masyarakat Parung Panjang.

“Pertama, jerami atau sekam padi dihancurkan menjadi halus, lalu kita bikin starternya berupa air dan gula merah yang ditambahkan dengan 20 cc mikroorganisme (M4) dalam 5 liter air. Setelah larutan jadi, dedak dicampurkan dengan jerami yang telah dihancurkan. Dedak dan jerami yang telah dicampurkan kemudian dimasukkan ke dalam lubang. Setelah itu campuran disiram dengan larutan starter. Setelah disiram, pupuk kandang ditaburkan di atasnya. Setelah lapisan pertama selesai, lapisan kedua pun dibuat. Setiap lapisan yang dibuat maksimal tingginya 30 cm dengan jumlah lapisan sebanyak 4 lapisan. Keempat lapisan ditutup dengan terpal agar tidak terkena air.

Ketebalan maksimal 120 centimeter. Selanjutnya setiap 1 minggu lapisan yang ada dibalik seluruhnya. Batasnya terlihat karena ada pupuk kandang. Awalnya warna jerami masih kekuning-kuningan, namun setelah 1 bulan jerami itu akan berubah menjadi seperti warna tanah. Saat dipegang pun rapuh seperti tanah. Nah, maka kompos pun jadi,” tutur Hardianto, mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang menjelaskan tata cara pembuatan kompos dalam sosialisasi pembuatan kompos organik pada tanggal 25 Mei 2008 di Kantor Kepala Desa Gintung Cilejet, Kecamatan Parung Panjang, Bogor.

Puluhan penduduk Desa Gintung Cilejet dan Jagabita dengan serius mendengarkan penjelasan yang disampaikan oleh mahasiswa IPB. Tidak hanya teori, mahasiswa IPB yang berjumlah 74 orang ini juga mendemonstrasikan tata cara pembuatan kompos organik dari awal hingga akhir pengerjaan. Sebagian ada yang memotong jerami hingga halus, sebagian lagi membuat larutan starter, dan sebagian lain berinteraksi menanggapi serta menjawab pertanyaan yang ditanyakan para penduduk. Dalam sosialisasi ini, rencananya Tzu Chi Perwakilan Sinarmas akan membuat 4 lubang percontohan pembuatan kompos organik. Tidak itu saja, mahasiswa IPB juga akan datang setiap minggu selama 1 bulan mendampingi penduduk membalik lapisan kompos.

foto   foto

Ket : - Selama 1 bulan, relawan Tzu Chi Perwakilan Sinarmas dan mahasiswa IPB mendampingi warga membuat
           kompos organik. (kiri)
         - Jerami sebagai bahan utama kompos dipilah, dihaluskan, dan dipotong pendek-pendek dengan golok oleh
           mahasiswa IPB. (kanan)

Cerah Iskradono, relawan Tzu Perwakilan Sinarmas mengatakan bahwa untuk kedua desa ini akan dilakukan beberapa program, salah satunya adalah program jangka pendek berupa pembuatan kompos organik. Program berikutnya adalah perbaikan gizi untuk balita karena banyak penduduk yang hidup tak layak. Yang terakhir adalah perbaikan dan pembersihan lingkungan dengan membangun sarana sanitasi berupa MCK untuk penduduk. ”Bahan dan materinya dari Tzu Chi, tenaganya dari masyarakat. Bersatu padu membangun desa ini agar menjadi contoh bagi desa lain,” tutur Cerah. Hal senada disampaikan oleh Syamsudin, Lurah Desa Gintung Cilejet. Ia menyambut baik program yang dicanangkan oleh Tzui Chi Perwakilan Sinarmas ini. Program ini tepat sekali karena 60% penduduk berprofesi sebagai petani.

Selain sosialisasi mengenai kompos organik, relawan Tzu Chi Perwakilan Sinarmas juga memutar sebuah video yang menayangkan kisah Harini Bambang Wahono, seorang perempuan yang telah berhasil mencerahkan penduduk di asalnya, Cilandak (Jakarta Selatan), dalam melestarikan lingkungan. Meski telah berusia lanjut, Harini tetap konsisten membangun lingkungan yang bersih dan hijau. Pemilahan sampah sedari dini dan melakukan program daur ulang adalah beberapa tindakan pelestarian lingkungan yang dilakukan Harini. Penduduk dengan antusias menyaksikan tayangan yang begitu menggugah ini. Mereka bahkan rela duduk di lantai karena ruangan di dalam kantor kepala desa tak lagi mencukupi jumlah mereka yang berjumlah puluhan orang.

foto   foto

Ket : - Relawan Tzu Chi, tim medis Tzu Chi, aparat desa dan aparat keamanan bersama-sama bergandengan
           tangan menyukseskan program pembuatan kompos organik. (kiri)
         - Tim medis Tzu Chi juga turut menyosialisasikan tata cara hidup sehat bagi wanita hamil dan ibu menyusui.
           (kanan)

Seusai penayangan kisah Harini, dr Heri, seorang anggota tim medis Tzu Chi, menyosialisasikan tata cara hidup sehat kepada para penduduk khususnya bagi ibu hamil dan menyusui. Kali ini, penduduk desa yang laki-laki menyingkir dan keluar menuju halaman kantor desa menyaksikan lanjutan tata cara pembuatan kompos organik. Sementara itu, para ibu dengan antusias mendengarkan penjelasan yang disampaikan. Bahkan tak sedikit yang mengajukan pertanyaan kepada dr Heri. Tak kalah antusias, dr Heri pun menanggapi setiap pertanyaan yang dilontarkan oleh kaum ibu itu.

foto  

Ket : - Jerami yang telah dipilih dan dipotong kemudian diaduk dengan cairan mikroorganisme yang telah
           disiapkan sebelumnya. (kiri)

Tak lama lagi, cinta kasih akan bersemi dan berkembang di Parung Panjang. Bermula dari kompos organik, Parung Panjang pun melangkah menuju desa yang lebih baik dan sejahtera.

 

Artikel Terkait

Waisak 2016 : Mewujudkan Keharmonisan dan Ketentraman

Waisak 2016 : Mewujudkan Keharmonisan dan Ketentraman

23 Mei 2016

Pada tanggal 15 Mei 2016, insan Tzu Chi Kantor Penghubung Padang menyelenggarakan peringatan Waisak di Hotel Mercure Padang. Jumlah peserta yang hadir mencapai 300 orang yang terdiri dari 50 relawan Tzu Chi, tokoh-tokoh agama, dan masyarakat umum yang ada di kota Padang.

Tindakan Nyata Mengurangi Bencana

Tindakan Nyata Mengurangi Bencana

05 April 2017

Telah lama Xie Li Kalimantan Timur 2 berkomitmen untuk melestarikan lingkungan, salah satu upayanya adalah dengan mengelola sampah plastik. Sampah plastik dikumpulkan oleh para relawan di sebuah bangunan penampungan sampah milik relawan Xie Li Kalimantan Timur 2 yang berada di Kebun Jak Luay.

Banjir Manado:

Banjir Manado: "Menyamakan Frekuensi di Manado"

13 Februari 2014
Tidak ada sesuatu yang sia-sia jika dilakukan dengan kesungguhan hati. Respon masyarakat terhadap kehadiran relawan, membuktikan bahwa "menyamakan frekuensi" sungguh merupakan cara yang tepat untuk menyebarkan bibit kebajikan dan ketulusan.
Kita hendaknya bisa menyadari, menghargai, dan terus menanam berkah.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -