Kumpulkan Cintamu Dalam Celengan Bambu

Jurnalis : Ivana, Fotografer : Anand Yahya
 
foto

Anak-anak Panggang memerhatikan peragaan bahasa isyarat tangan yang dibawakan oleh relawan Tzu Chi yang datang mengunjungi mereka.

Gelondongan bambu-bambu yang terletak di atas karpet itu tidak beraturan bentuknya. Diameternya antara 4 sampai 8 cm. Semuanya punya celah tipis di atasnya untuk memasukkan uang. Inilah yang disebut celengan bambu.

Tanggal 23 Maret 2008, Desa Girikarto, Gunung Kidul menyambut hari Minggu yang cerah. Kabar bahwa sejumlah tamu dari Yogyakarta telah mereka dengar dua hari sebelumnya. Berita itulah yang membawa langkah kaki mereka menuju Vihara Giri Surya pagi ini. Para ibu, bapak, dan anak-anak berjalan kaki dari rumah mereka yang berjarak 2-3 km dari vihara. Mereka membawa celengan bambu di tangan, bahkan ada yang membawa 4 buah celengan sekaligus.

Desa Girikarto terletak di kawasan Gunung Kidul yang sering mengalami krisis air. Musim hujan seperti sekarang ini adalah masa-masa bahagia bagi warga. Sebaliknya, kesulitan air di musim kering mengakibatkan kebanyakan warga yang berpencaharian sebagai petani tidak bisa bekerja. Kemiskinan menjerat. Sejak tahun 1997, Kalyana Putra sebuah organisasi pemuda Buddhis membuat program anak asuh bagi anak-anak di Panggang ini. Dari 14 anak, saat ini jumlahnya mencapai 41 orang. Mereka membantu biaya SPP hingga ketika pemerintah Indonesia menanggung biaya BOS, bantuan dialihkan menjadi bantuan alat tulis dan buku.

Keikhlasan Lahir Batin
Renny Siswati, relawan Tzu Chi di Yogyakarta, atas nama pribadi menjadi donatur dari program anak asuh ini. Setelah ia berkunjung ke anak asuh Tzu Chi di Pati, Renny terinspirasi untuk menjalankan program celengan bambu pada anak-anak di Panggang ini. "Begitu pulang, besoknya saya ngumpulin staff lalu saya bilang, 'Saya pergi dua hari, pulang nggak bawa oleh-oleh makanan, tapi oleh-olehnya cerita tentang celengan bambu'. Saya tanya apa mereka mau mendukung saya, dan ternyata mereka bilang mendukung," tuturnya dalam logat Jawa yang kental. Tanpa menunggu, Renny memesan 500 celengan bambu pada pengrajin bambu sekitar. Tepat pada ulang tahunnya tanggal 12 Mei 2007, ia membagi celengan itu pada anak-anak asuh serta karyawan perusahaannya.

Hari ini, tangan-tangan kecil serta tangan-tangan penuh keriput menghaturkan celengan bambu yang berkericik bila digoyangkan, ke tangan Tzu Chi. Ini adalah pengumpulan kali kedua. Yang pertama dilakukan pada akhir tahun 2007, mencatat total nilai sebesar 7 juta rupiah. Selain anak-anak asuh, umat vihara juga turut serta. Prawirodiryo (80), salah satu yang mengikuti program celengan bambu sejak pertama kali dicanangkan di Panggang. "Mugo-mugo kulo niki saged mbantu becike tiyang-tiyang menika (Semoga saya dapat membantu kebaikan untuk orang-orang lain)," tuturnya. Ia mengaku tidak memandang dirinya hidup berkecukupan. Hasil tani tak selalu dapat diandalkan. Meski demikian, "Lillahi lair batin (iklhas lahir batin)," katanya lagi.

Renny yang hari ini mengenakan seragam biru putih sebagai relawan Tzu Chi, menerima celengan dari tangan Prawirodiryo. Mereka lalu saling membungkuk tanda hormat dan terima kasih. Renny juga membawakan sedikit bingkisan untuk dibagikan pada warga dan anak asuh. "Saya menghargai mereka walaupun hidup pas-pasan, tapi mereka masih sempat memikirkan untuk tiap hari berdana untuk membantu sesama," tutur Renny.

foto  foto

Ket : - Donasi-donasi cilik Tzu Chi berkumpul dengan membawa celengan bambu untuk diberikan kepada yang
            membutuhkan. Dana lewat celengan bambu ini nantinya akan digunakan untuk membantu orang yang
           dalam kesusahan. (kiri)
         - Dengan hati lapang para orang tua di Kecamatan Panggang memberikan celengan bambu kepada relawan
           Tzu Chi. (kanan)

Kumpulan Kepedulian
Anak-anak asuh di Panggang berkisar antara playgroup sampai SMA. Vihara menjadi pusat kegiatan mereka. Les pelajaran di hari sekolah, dan pada hari Minggu juga ada Sekolah Minggu. Pembinaan terhadap 41 anak ini dipikul oleh seorang Sutarni yang baru berusia 23 tahun. Ia biasa dipanggil Tarni. "Saya cuma pengen anak-anak ini ndak seperti saya. Saya kan pengennya sekolah terus, tapi ndak boleh sama orangtua, jadi akhirnya saya menikah, punya anak," Tarni berujar. Setiap pagi ia mengajar anak-anak prasekolah membaca dan menulis. Sorenya mendampingi anak-anak sekolah mengerjakan PR atau belajar. Hari Minggu, ia pula yang mengasuh Sekolah Minggu. "Dulu saya juga anak asuh. Waktu kelas 3 SMP, pengasuh yang ada kerja di Jakarta. Dari situ saya mulai jadi pendamping. Sampai sekarang sudah jalan 8 tahun," kisahnya.

Menurut Tarni, celengan bambu ini dapat melatih anak-anak untuk tidak serakah. Ia seringkali menjelaskan pada anak-anak bahwa meski mereka hidup susah, tapi mungkin masih ada orang-orang lain yang lebih susah lagi. Meski hanya 100 atau 500 rupiah, akan sangat berarti untuk orang-orang ini.

"Biasanya ditabung dari ibu. Uang jajannya 5.000 (rupiah), untuk naik bis 2.500 (rupiah) pulang balik, sisanya buat jajan. Tapi kalo mau nyeleng ya di sekolah tidak jajan," kata Purwanti. Gadis cilik yang sekarang duduk di kelas 7 (SMP kelas 1) ini sudah menjadi anak asuh sejak kelas 1 SD. Ia bilang, ia ingin membantu orang lain lewat celengan itu. Karena itu, meski harus dikumpulkan dengan berhemat, ia tak merasa berat sama sekali ketika menyerahkannya pada Tzu Chi.

foto  foto

Ket : - Sutarni membagikan alat tulis dari Tzu Chi untuk mendukung anak-anak bersekolah. Sudah 8 tahun ini
           Sutarni mendampingi anak-anak asuh di daerah Panggang. (kiri)
         - Herry Salim dan anak-anak Panggang sedang berdiskusi tentang hambatan apa saja yang mereka temukan
           dalam belajar. (kanan)

Hery Salim yang kini menjadi penasehat Kalyana Putra menyampaikan bahwa celengan bambu dapat memberi kesempatan pada warga Panggang untuk membantu orang lain. "Idenya itu baik sekali, untuk melakukan kebaikan agar berdana setiap hari. Bahkan saya sendiri punya celengan juga. Memang ngga rutin juga. Tapi jadi cukup rutin dibanding kalo tidak ada celengan itu," tuturnya.

 

Artikel Terkait

Suara kasih: Mempraktikkan Dharma

Suara kasih: Mempraktikkan Dharma

15 Maret 2012 Bodhisatwa yang turut berpartisipasi berjumlah lebih dari 20.000 orang. Mereka telah memutar roda Dharma dan membawanya ke tengah masyarakat Taiwan. Persamuhan Dharma digelar di tengah masyarakat. Setiap sesi pementasan adaptasi Sutra sungguh menyentuh hati banyak orang.
Suara Kasih: Menapaki Jalan Kebenaran

Suara Kasih: Menapaki Jalan Kebenaran

22 Februari 2013 Orang yang memperagakan isyarat tangan juga semakin banyak. Para tamu yang pernah menghadiri pementasan tiga tahun silam, tahun ini juga turut berpartisipasi dalam pementasan adaptasi Sutra.
Berbuat Demi Bumi, Berkarya Untuk Seluruh Makhluk

Berbuat Demi Bumi, Berkarya Untuk Seluruh Makhluk

09 Januari 2009 Mengawali tahun 2009, tanggal 9 Januari 2009 He Qi Timur Hu Ai Kelapa Gading memulai aktivitasnya untuk menuntaskan rencana presentasi pelestarian lingkungan ke semua wilayah Kelapa Gading. Tinggal beberapa RW lagi yang perlu diperkenalkan pentingnya pelestarian lingkungan demi kehidupan yang lebih baik bagi seluruh makhluk bumi.
Jangan menganggap remeh diri sendiri, karena setiap orang memiliki potensi yang tidak terhingga.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -