Kunjungan Kasih: Asa Untuk Oma Giok San dan Pak Agus
Jurnalis : Indri Hendarmin (He Qi Utara), Fotografer : Ling Ling (He Qi Utara)Felliani (2) meski belum mengerti tentang kondisi papanya, Agus Suryadi, tapi dia tetap menunjukkan kasih sayangnya kepada papanya itu.
Pada hari Minggu, 8 Maret 2015, langit Jakarta tampaknya sedang sibuk. Sejak pagi, hujan deras mengguyur beberapa wilayah di ibukota negara ini. Beberapa saat kemudian, hujan berhenti. Bersamaan dengan itu, kesibukan lain terjadi di Jing Si Books and Café Pluit. Para relawan Tzu Chi tengah bersiap-siap melakukan kunjungan kasih. Sedikit mundur dari jadwal karena hujan yang mendera, para relawan tak surut semangat untuk mengunjungi dan memberikan perhatian kepada para gan en hu (sebutan untuk para penerima bantuan Tzu Chi). Saya menjadi satu tim dengan dengan Linda, Aliwati, Yulina, Ling-Ling, Natasha dan Liwan. Sebelum kunjungan, kami bersama-sama melakukan pengarahan awal dan mendengarkan ceramah dari Master Cheng Yen.
Penerima bantuan pertama yang kami kunjungi adalah Oma Giok San. Saat menuju rumahnya di Rumah Susun Penjaringan yang berada di wilayah Tanah Pasir, Penjaringan, Jakarta Utara, Liwan menceritakan kisah Oma Giok San kepada para relawan lain. Oma Giok San merupakan salah satu gan en hu yang telah dibantu Tzu Chi sejak tahun 2008 karena menderita stroke.
Oma Giok San sedang dalam kondisi emosi yang meluap-luap saat relawan Tzu Chi mengunjunginya. Meski begitu, dengan sabar relawan tetap berbincang-bincang dengannya.
Lika-liku kehidupan Oma Giok San bermula saat ia menikah dengan Opa Asiong yang berkewarganegaraan Taiwan. Karena suatu kejadian, Opa Asiong kehilangan kewarganegaraannya yang memberikan beban psikologis kepadanya hingga mengalami depresi. Keadaan ini mendorong ia melakukan tindakan kekerasan hingga terpaksa menjalani bimbingan konseling di Rumah Sakit Jiwa Grogol. Usai kejadian ini, Oma Giok San mengalami stroke.
Setibanya di rumah susun, kami langsung menuju ke lantai 2 unit 10 dan berjumpa dengan Oma Giok San yang kini genap berusia 78 tahun serta suaminya, Opa Asiong. Melihat kehadiran kami, Oma Giok San meminta makan. Segera salah seorang dari kami bergegas mengambilkan sepiring nasi lengkap dengan sayur. Sedangkan, Opa Asiong sedang mencuci pakaian, menjemur, dan membersihkan lantai. Opa Asiong telah mengalami kemajuan yang sangat baik. Meski begitu, hal sebaliknya terjadi dengan Oma Giok San. Awalnya kami masih dapat berbincang-bincang dengan baik. Namun, makin lama emosinya semakin tidak stabil. Bahkan. dia berbicara dengan kata-kata yang tidak baik. Kami mencoba untuk menghibur dan menasehatinya dengan baik. Liwan juga sempat berbincang sebentar dengan tetangganya dan menanyakan kondisi Oma Giok San. Menurut tetangganya, belakangan ini memang kondisi psikologis Oma Giok San kurang stabil dan emosinya sering meluap-luap.
Felliani yang Membangkitkan Semangat
Seusai berpamitan dengan oma dan opa, kami melanjutkan perjalanan ke rumah Bapak Agus Suryadi yang terletak di daerah Jelambar. Sesampainya di sana, kami disambut oleh istrinya, Bu Mity. Kedatangan kami hari itu untuk mengetahui kondisi Bapak Agus Suryadi dan keluarganya. Selain itu kami juga memberikan bantuan biaya hidup, susu entramik (susu khusus penderita koma), popok sekali pakai, dan underpad.
Opa Asiong justru semakin membaik dari depresinya. Dia kini rajin melakukan pekerjaan rumah.
Bapak Agus Suryadi kini telah satu setengah tahun menderita koma akibat kecelakaan motor yang menimpa dirinya. Tepatnya tanggal 31 Agustus 2013, ia dan Bu Mity sedang dalam perjalanan pulang ke rumah. Saat itu, motor yang dikendarainya menabrak tembok jalan layang karena menghindari mobil yang berlawanan arah di daerah Jembatan Tiga. Akibat kejadian itu, Bu Mity terpaksa berhenti bekerja untuk merawat suaminya dan putri mereka yang berusia dua tahun, Felliani.
Meski terbaring koma, Agus Suryadi tetap dapat merasakan kasih sayang dari istri dan anaknya. Relawan Tzu Chi mendoakan kesembuhan bagi Agus Suryadi.
Sehari-harinya untuk menopang ekonomi keluarga, Bu Mity berjualan makanan yang dititipkan di sekolah. “Saya sekarang juga jualan pastel dan donat kentang,” ujar Bu Mity. Lebih lanjut, dia menjelaskan kini keterampilannya semakin bertambah karena para relawan juga sering mengajarinya cara membuat berbagai macam makanan.
Pak Agus masih terbaring di ranjang dengan alat bantu selang masih terpasang di tubuhnya. Felliani yang semakin besar belum mengerti kondisi yang sedang dialami papanya. Ketika melihat sang papa berbaring di ranjang, sambil belajar berbicara ia pun memanggil papanya. Mendengar suara Felliani, Agus Suryadi menitikkan air mata. Semoga Felliani menjadi semangat untuk kesembuhan Pak Agus. Setelah memberikan semangat kepada Bu Mity dan mendoakan Pak Agus, kami semua berpamitan.