Kunjungan Kasih : Kehangatan Cinta Kasih

Jurnalis : Virny Apriliyanty (He Qi Barat), Fotografer : Rudy (He Qi Barat)
 

foto
Relawan mengajak Amei untuk ikut melakukan gerakan isyarat tangan bersama.

“Jika memberi bantuan materi kepada Gan En Hu, tentu akan habis dalam sesaat. Tapi jika kita memberikan mereka berkah, tentunya itu akan lebih abadi.” Kalimat tersebut adalah sepenggal kata perenungan Master Cheng Yen yang diucapkan oleh relawan Tzu Chi, Elly Widjaya Shijie dalam wawancara mengenai kegiatan kunjungan kasih pasien kasus He Qi Barat.

 

Untuk mempraktikkan kata perenungan Master Cheng Yen tersebut, maka pada hari Minggu, 27 Oktober 2013, He Qi barat melakukan SMAT (Sosialisasi Misi Amal Tzu Chi) kepada Gan En Hu (penerima bantuan Tzu Chi) yang diajak pulang ke rumah batin insan Tzu Chi, di Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Masing-masing Gan En Hu diberi sebuah celengan bambu yang dapat di bawa pulang dan diisi sedikit uang untuk membantu sesama yang membutuhkan. “Sosialisasi SMAT bertujuan agar Gan En Hu dan keluarga tau bahwa mereka juga bisa ikut bersumbangsih sesuai kemampuan mereka. Dulu mereka dibantu, tapi sekarang mereka bisa juga membantu orang dan mencipatakan berkah dan kebahagiaan.” Ujar Elly Shijie selaku PIC kegiatan ini.

Di acara ini, Gan En Hu dan keluarga yang berjumlah 44 orang di ajak berkeliling Jing Si Tang dan juga diberi pengenalan tentang sejarah dan misi amal Tzu Chi. Karena Jing Si Tang yang cukup luas, maka Gan En Hu yang kesulitan berjalan disarankan untuk menggunakan kursi roda agar lebih nyaman dan fokus menikmati setiap sudut Jing Si Tang yang indah. Pada kesempatan kali ini, ada 7 Gan En Hu yang menggunakan kursi roda, 3 diantara mereka adalah kakak beradik sekandung yang merupakan Gan En Hu dari Jambi.

Mereka adalah Odi (41), Alex (35), dan Amei (32). Tiga kakak beradik ini menderita Ataxia (kelumpuhan motorik) yang menyebabkan mereka kesulitan menggerakan kaki, tangan, tubuh dan juga bibir. Hal ini terjadi sejak mereka masih muda. Semua terjadi secara mendadak, tadinya mereka adalah orang yang sehat dan produktif. Odi misalnya, Ia sudah bekerja dan menikah sebelum secara tiba-tiba mengalami gejala kejang-kejang yang berakhir dengan kelumpuhan di usia 21 tahun. Alex dan Amei juga demikian, mereka secara tiba-tiba menderita hal yang sama pada usia masing-masing 16 dan 15 tahun.

Tiga anak dari delapan bersaudara ini masih memiliki kerja otak yang luar biasa normal, namun kemampuan mereka untuk bicara menjadi sangat berkurang. Dari ketiganya, Amei lah yang paling parah kondisinya. Odi dan Alex masih bisa menggerakan tubuh untuk sekedar mandi dan memakai baju, namun Amei membutuhkan bantuan orang lain untuk hal-hal yang paling mendasar.

Mereka sudah berada di Jakarta dan tinggal di Rusun Cinta Kasih, Cengkareng sejak tanggal 13 Oktober 2013 silam. Sebelumnya mereka juga telah di rujuk oleh Xie Li Jambi dan sempat tinggal di Jakarta selama setahun dari tahun 2006 hingga 2007 dan kemudian memutuskan untuk kembali ke Jambi. Di samping ketiga Gan En Hu ini, ada satu sosok yang selalu menemani dan merawat mereka, Ia adalah Ibu Lilik, pengasuh Odi, Alex dan Amei.

Ibu Lilik sudah 8 tahun mengurus ketiganya. Ia setiap hari memasak, mencuci, membersihkan rumah, memandikan, menyuapi, memakaikan baju, memberi obat dan melakukan perawatan lain bagi tiga bersaudara ini. Ibu Lilik juga memberikan mereka perhatian dan kasih sayang layaknya seorang Ibu kepada anaknya. Karena kasih sayang inilah, Odi, Alex dan Amei memanggil Ibu Lilik dengan sebutan “mama” walaupun ia hanya pengasuh mereka.

foto   foto

Keterangan :

  • Relawan pendamping yang kerap berada di samping Amei dan Adi (baju biru) selama melakukan kunjungan ke Jing Si Tang (kiri).
  • Relwan juga menghibur Odi agar ia tetap bersemangat dan gembira selama mengikuti acara (kanan).

Selama merawat ketiganya selama 8 tahun, Ibu Lilik tidak pernah absen dari sisi Odi, Alex dan Amei sehari pun. Ia selalu ada mendampingi dan memenuhi semua kebutuhan mereka. Ibu Lilik menyebut dirinya “tangan dan kaki” dari Odi, Alex dan Amei. Karenanya setiap kali ia berniat pulang ke kampung halamannya di Jawa Timur, Ibu Lilik selalu memikirkan tiga bersaudara ini dan membatalkan niatnya untuk meninggalkan mereka walau hanya beberapa hari. Ibu Lilik menjadi pengganti orang tua bagi Odi, Alex dan Amei yang sudah kehilangan kedua orang tuanya.

Ibu Lilik setiap hari tidur bersama Amei, karenanya ia merasa paling dekat dengan Amei. Saat ada masalah, ia juga sering bercerita dan menumpahkannya pada Amei. Amei juga sering menjawabnya walau dengan kata-kata yang terpatah-patah. Saat ditanya mengenai suka dukanya merawat tiga bersaudara ini, Ibu Lilik menjawab, “Sukanya kalau mereka sehat-sehat bisa ketawa bahagia, aku juga seneng. Kalau dia lagi sakit, aduh sedih.” Menurut Ibu Lilik, tiga bersaudara ini beberapa kali mengalami kejang dan juga sering mengalami beberapa penyakit. Hal itu membuatnya pusing dan juga sedih. Ia mengaku bagai melihat anaknya sendiri yang sedang kesakitan.

Ibu Lilik juga tidak pernah mengeluhkan beban berat yang harus ia pikul. “Aku nggak mengeluh, aku anggap aja itu anakku sendiri jadi mereka bukan orang lain. Mereka memang sudah kaya anak aku sendiri, malah aku saja tidak merawat anakku seperti mereka, ya karna anakku kan sehat”, tambahnya. Beberapa kali juga Ibu Lilik sempat mengalami sakit, namun ia tetap memasak, memandikan dan menyuapi tiga bersaudara itu. Ia selalu terpikirkan akan tanggung jawabnya mengurus mereka. Sambil berlinang air mata, Ibu Lilik mengatakan “Cinta aku tulus buat mereka bertiga, apalagi sama Amei. Amei sudah seperti anak yang aku lahirkan sendiri.”

Ibu Lilik sendiri memiliki 4 orang anak kandung. Awalnya keluarga sempat memprotes pekerjaan Ibu Lilik, namun seiring berjalannya waktu, keluarga Ibu Lilik mulai memahami dan membiarkan Ibu Lilik mengurus tiga bersaudara ini. Ibu Lilik juga berujar bahwa ia akan terus merawat mereka selama mampu dan kuat melakukannya.

Jalinan jodoh mempertemukan Odi, Alex dan Amei dengan Bodhisatva bernama Ibu Lilik yang mereka sebut “mama”. Seorang ibu paruh baya tanpa hubungan darah apapun dengan mereka yang rela mencurahkan seluruh waktu, perhatian dan juga kasih sayangnya bagi mereka. Gaji yang tak seberapa tak menyurutkan niatnya untuk melayani tiga bersaudara ini seratus persen, karena baginya cinta kasih yang telah tumbuh di hatinya untuk tiga bersaudara ini, jauh lebih besar ketimbang materi apapun.

Kisah Odi, Alex, Amei dan Ibu Lilik ini begitu menginspirasi karena mereka menunjukan bahwa tak perlu hubungan darah untuk bisa saling mengasihi dan menyayangi. Tak perlu kesempurnaan fisik untuk bisa saling mencintai. Mereka mengajarkan kita untuk memberikan cinta kasih tanpa syarat. Kisah ini mengingatkan kita pada kata perenungan Master yang berkata “Yang paling indah di langit adalah bintang-bintang yang bekelap kelip, yang paling indah di dunia adalah kehangatan cinta kasih.”

  
 

Artikel Terkait

Terbesit Niat Berbuat Baik

Terbesit Niat Berbuat Baik

07 Maret 2014 Senyuman ceria juga terlihat pada wajah para relawan yang memanfaatkan waktu untuk  senantiasa menaburkan benih kebajikan yang penuh cinta kasih. Semoga niat berbuat bajik ini tetap membara tidak lekang ditelan sang waktu.
Belajar Bersumbangsih Melalui Hasil Karya

Belajar Bersumbangsih Melalui Hasil Karya

25 April 2016
Henry menjelaskan peranan relawan Zhen Shan Mei yang amat penting dalam keluarga besar Tzu Chi. Sebab melalui penulisan dan foto relawan Zhen Shan Mei, Master Cheng Yen menjadi tahu tentang keadaan dunia ini. Relawan Zhen Shan Mei bagaikan mata dan telinga beliau.
Menghadapi kata-kata buruk yang ditujukan pada diri kita, juga merupakan pelatihan diri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -