Kunjungan Penuh Arti
Jurnalis : Himawan Susanto, Fotografer : Himawan Susanto, Anand Yahya Lambaian tangan tanda kegembiraan berulang kali terlihat saat para relawan Tzu Chi Malaysia dan Singapura bertemu dengan siswa-siswi Taman Kanak-Kanak Cinta Kasih Tzu Chi. |
Saat itu pukul 08.00 WIB, dari kejauhan, tampak tiga buah bus melaju memasuki pintu masuk Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta. Hari Sabtu itu, 8 Agustus 2009, adalah hari kedua kunjungan para relawan Tzu Chi Singapura dan Malaysia di Indonesia. Mereka berhenti di samping RSKB Cinta Kasih Tzu Chi, kemudian 112 relawan yang berada di dalam tiga buah bus itu segera turun dan berbaris dengan rapi.
|
Mengenal Kompleks Perumahan Lalu, oleh relawan Tzu Chi Indonesia, 112 relawan ini dibagi menjadi empat kelompok besar. Dipandu oleh mentor, mereka silih berganti mengunjungi Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, Depo Daur Ulang Cinta Kasih Tzu Chi, dan RSKB Cinta Kasih Tzu Chi. Kelompok pertama, dipandu Mansjur Tandiono lantas mengunjungi Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi. Di lantai kedua, mereka bertemu dengan para guru yang sedang bekerja di dalam ruangan guru. Mereka pun saling bertegur sapa. Setelah dari ruang guru, mereka mengunjungi ruang kelas sekolah dasar. Di sana, mereka sempat mendengarkan lantunan lagu yang dinyanyikan oleh seorang siswi. Dengan malu-malu, karena diminta untuk tampil, siswi ini melantunkan lagu dalam bahasa Inggris. Setelah dari sekolah, kelompok ini menuju Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi. Di sana, Albert Ng telah menunggu di lapangan olahraga. Pohon-pohon yang rindang di sekeliling lapangan, cukup meneduhi para peserta yang mulai merasakan teriknya sinar matahari. Dengan lugas, Albert Ng menjelaskan sejarah dan perkembangan perumahan. Tidak hanya itu, ia juga membawa para relawan ini melihat sebuah contoh rumah yang terletak di dekat Depo Daur Ulang Tzu Chi. Dengan seksama, para relawan ini melihat-lihat contoh rumah di depan mereka. Berkamar dua, berdapur satu, berkamar mandi satu, dan berkamar tamu satu, rasanya cukup ideal untuk sebuah keluarga di kota Jakarta ini. Ket : - Tepuk tangan dan tawa gembira para relawan Tzu Chi terdengar usai seorang siswa SD Cinta Kasih Depo Daur Ulang dan Rumah Sakit Dari pengenalan sampah kertas, para relawan terus beringsut masuk ke dalam depo dan melihat langsung berbagai macam kegiatan yang sedang dilakukan oleh para pekerja depo. Bau sampah yang lumayan tajam, tidak menyurutkan semangat para relawan ini. Di lorong paling akhir, para relawan ini bahkan dapat melihat tumpukan sampah daur ulang yang belum sempat dipilah. Selesai dari sana, para relawan ini mengunjungi RSKB Cinta Kasih Tzu Chi. Kini, giliran dr Kurniawan, kepala RSKB yang memaparkan sejarah dan profil rumah sakit ini. Dari lantai dasar hingga lantai dua, dr Kurniawan menjelaskan secara rinci RSKB Cinta Kasih Tzu Chi. Kunjungan ke kompleks perumahan pun selesai, dan semua relawan kini telah berkumpul di lantai 3 RSKB Cinta Kasih untuk ramah tamah dan makan siang bersama. Menuju Program Bebenah Kampung Istri Subeki mengatakan merasa senang sekali karena dengan adanya program ini rumahnya tidak lagi kebanjiran. Ia pun sempat berkata kepara para relawan Tzu Chi, “Insya Allah (saya akan) membantu juga yang lain.” Waktu yang terbatas membuat kunjungan siang itu berlangsung singkat. Meski demikian, tak sedikit relawan yang akrab bercengkrama dengan warga. Dengan menggunakan bahasa Melayu, para relawan asyik bertanya kepada para warga yang sekiranya menarik untuk diajak berbicara. Pemandangan yang tak pernah ditemui di negara mereka menjadikan kunjungan ini menarik untuk lebih ditelusuri. Setelah 30 menit kunjungan, para relawan Tzu Chi ini kembali ke bus dan segera melanjutkan perjalanan menuju kantor Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia di Mangga Dua yang letaknya tidak terlalu jauh dari Pademangan. Di sana, para relawan berkesempatan melihat langsung situasi kantor Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dan stasiun DAAI TV Indonesia. Mereka juga mendapatkan sekelumit informasi dari para produser DAAI TV mengenai sejarah dan berbagai perkembangan DAAI TV. Selesai dengan kunjungan ini, para relawan pun beranjak ke Hotel Le Grandeur, tempat diadakannya acara ramah tamah malam itu. Ket : - Dengan bahasa Melayu yang terbata-bata, kedua relawan Tzu Chi Malaysia ini berbincang-bincang dengan Jodoh itu Akhirnya Tiba Kesannya datang pertama kali ke Indonesia adalah berbeda dengan apa yang di dalam pikirannya. Ia berpikiran Indonesia semestinya merupakan tempat yang ramai dan bagus, tetapi pada kenyataannya masih ada penduduk yang tempat tinggalnya begitu sempit. Baginya, yang paling membuatnya terharu adalah relawan Tzu Chi Indonesia sangat aktif dan tekun dalam melakukan kegiatan Tzu Chi. Pendapat yang senada disampaikan oleh Tan Hui Gan, seorang relawan Tzu Chi Singapura. Di kunjungan yang kedua kalinya ini ia merasa bahwa para shixiong-shijie yang menjadi pengusaha sangatlah luar biasa karena bersedia melakukan kegiatan Tzu Chi, sedangkan di luar sana masih banyak pengusaha lain yang belum melakukan semua ini. Meskipun mereka mendapatkan penghasilan yang cukup besar, tetapi kesepian dalam hatinya tidak ada yang dapat merasakannya. Menurutnya, pengusaha yang benar merupakan pengusaha yang dapat melakukan sesuatu bagi masyarakatnya. Ket : - Tak kalah dengan para shijie, relawan laki-laki Tzu Chi yang biasa disebut shixiong juga dapat membawakan isyarat tangan dengan baik dan benar. (kiri) “Pengusaha seharusnya berbuat sesuatu bagi yang tidak mampu,” katanya dalam bahasa Mandarin. Dalam kunjungan kali ini, 45 pengusaha memang juga turut serta datang ke Indonesia untuk belajar dari apa yang telah mereka lihat. Misalnya, penduduk yang tinggal di daerah yang tidak bersih, sempit areanya, dan kumuh. Saat berkunjung ke Pademangan, Tan Hui Gan melihat daerah yang ditempati oleh para penduduk merupakan daerah yang kurang mampu. Aliran airnya tidak mengalir, banyak nyamuk, dan kuman. “(Saya) tidak terpikir bahwa di zaman sekarang ini masih ada saja penduduk yang tinggal menetap di tempat seperti ini. Udah sempit, bau lagi,” tandasnya. Melihat kekurangan mereka, kita akhirnya menyadari bahwa sebenarnya kita sangat bahagia, maka seharusnya kita mensyukuri dan menciptakan berkah. Salah satu yang membuatnya kagum adalah Tzu Chi Indonesia memiliki DAAI TV, sedangkan di Singapura tidak ada. “Semoga Tzu Chi Singapura di waktu yang akan datang juga ada DA AI TV,” harapnya. Ia pun lantas mengucapkan terima kasih kepada shixiong-shijie Indonesia karena telah memberikan kesempatan kepada kami sehingga dapat belajar banyak dari kunjungan ini, meskipun hanya 3 hari 2 malam. Berbagi pengalaman antar relawan Tzu Chi dalam berbuat kebajikan, menyucikan hati manusia, mewujudkan masyarakat aman dan tenteram, dan dunia pun terbebas dari bencana, itulah makna yang dapat dipetik dalam kunjungan penuh arti kali ini. | |