Kunjungan yang Bermakna
Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Apriyanto
|
| ||
Sebanyak 30 siswa Tzu Chi langsung dibagi menjadi beberapa kelompok dan langsung menuju kebeberapa kelas untuk berkenalan dan bermain bersama. Meski terbatas oleh bahasa namun gerak yang ditunjukkan dalam bahasa tubuh membuat dua kelompok siswa yang berbeda bahasa itu bisa saling memahami. Untuk menambah keceriaan dan juga mengajarkan budaya humanis, siswa-siswi Tzu Chi mengajak murid-murid yang lebih besar untuk berkumpul di lapangan. Di tengah lapangan yang terik itu siswa-siswi Tzu Chi ini mengajarkan sebuah permainan yang mirip dengan permainan petak jongkok di Indonesia. Bedanya di permainan ini ada salah seorang anak yang berperan sebagai orang jahat. Setiap anak-anak yang tersentuh oleh orang jahat ia harus jongkok dan baru bisa berdiri kembali setelah ada 3 orang anak yang mengelilinginya sambil berucap, “Banyak-banyak berbuat baik.”
Keterangan :
Permainan yang sederhana namun mendidik ini seketika langsung mengundang keceriaan anak-anak, dan tanpa terasa 15 menit berlalu tanpa menghiraukan teriknya matahari. Sesudah permainan itu selesai para murid pun kembali diajak masuk ke kelas untuk berintrospeksi atas permainan tadi. Para siswa satu per satu ditanyai perasaannya saat tersentuh oleh orang jahat di permainan tadi dan juga bagaimana perasaannya saat ada tiga orang teman yang membebaskannya. Takut dikejar orang jahat dan merasa bahagia karena ada yang membantu adalah pesan yang ingin disampaikan dalam permainan itu. Salah satu siswa Tzu Chi menjelaskan kalau permainan itu bermaksud mengajarkan kepada adik-adik bahwa setiap hari harus berbuat kebajikan dan bagaimana pentingnya membantu sesama, karena menolong dapat membahagiakan orang lain.
Keterangan :
Setelah beristeraksi selama kurang lebih 2 jam, para siswa Tzu Chi pun beranjak pulang. Namun sebelum meninggalkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sapah Bantargebang, mereka terlebih dahulu berkeliling melihat-lihat guunungan sampah dan aktivitas para pemulung di TPA. Sesi terakhir ini ternyata telah menyentuh hati salah satu siswi Sekolah Tzu Chi yang bernama Hsin Hua Lai (17). Menurutnya saat ia di dalam bus dan melihat anak-anak pemulung melambaikan tangan kepadanya, hatinya langsung kacau. Ia merasa kacau bukan hanya karena melihat sebuah perbedaan yang sangat kontras antara taraf kehidupannya dengan anak-anak para pemulung, tapi juga merasa tak sampai hati menyaksikan kesulitan mereka. Karenanya selama hampir 2 minggu tinggal di Indonesia ia merasa bersyukur atas berkah yang ia miliki saat ini. Sebagai seorang anak yang terlahir di keluarga berada, Hsin Hua Lai meras prihatin melihat salah seorang anak penerima bantuan Tzu Chi yang harus putus sekolah demi membantu kehidupan keluarganya. Oleh sebab itu setelah kunjungan ini berakhir dan sekembalinya ke Taiwan Hsin Hua Lai bertekad akan menyisihkan uang sakunya untuk diberikan ke salah satu penerima bantuan Tzu Chi Indonesia. “Setelah kembali ke Taiwan saya akan menyisihkan uang saku saya untuk diberikan kepada salah satu penerima bantuan Tzu Chi di Indonesia. Terlebih adik itu juga masuk dalam program bantuan Tzu Chi,” katanya. Setidaknya dari kunjungan ke Sekolah Dinamika Indonesia di Bantargebang, Hsin Hua Lai menemukan suatu pelajaran berharga, yaitu menghargai berkah dan tak lupa berbuat bajik. Karena melalui perbuatan bajik inilah ia merasa bahagia dan berguna di masyarakat. | |||
Artikel Terkait

Tetes Cinta Kasih Tzu Chi untuk Dian dan Maliki
18 Agustus 2020Menjalin Cinta Kasih di Desa Rumpin
04 April 2016
Cinta Kasih Memberi Semangat Hidup
07 Mei 2019Cuaca terik kota Surabaya pada Minggu (28/04) tidak menghalangi niat relawan Tzu Chi untuk melakukan kunjungan kasih. Kali ini peserta dibagi menjadi beberapa kelompok untuk melakukan kunjungan kasih di berbagai wilayah di kawasan Surabaya.