Ladang Berkah Menciptakan Rasa Syukur

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Dok. Tzu Chi

Teksan Luis, relawan Tzu Chi komunitas He Qi Utara 2 sekaligus Koordinator Bebenah Kampung Kamal Muara berjalan di samping rumah warga calon penerima bedah rumah untuk melakukan survei.

Di gang-gang sempit di pemukiman padat penduduk, relawan Tzu Chi bermandi peluh. Berjalan dari gang pertama, gang kedua, gang ketiga. Begitu seterusnya, sampai daftar nama dalam lembaran berjudul Formulir Survei Program Bebenah Kampung terisi penuh. Tandanya hari itu selesai sudah kegiatan interview warga calon penerima bedah rumah.

Hari itu, Jumat 18 Maret 2022, ada tujuh rumah warga Kamal Muara yang menerima kunjungan relawan, dalam rangka survei bedah rumah Tzu Chi tahap ke-3. Jumlah yang lebih sedikit dibanding periode sebelumnya.

Tak hanya itu, relawan juga menyempatkan diri mengunjungi rumah-rumah (bedah rumah tahap ke-2) yang pembangunannya sedang berjalan untuk sekadar melihat perkembangan, quality control, bertanya kabar, dan memberikan pesan-pesan untuk membantu menjaga kebersihan pembangunan rumah mereka.

Tak Pantas Mengeluh
Di hari yang cerah itu, napas dan langkah kaki yang berat sedikit terasa karena cuaca sedang terik-teriknya. Tapi tak ada satupun kata lelah terucap. “Kita nggak pantas ngeluh capek di sini,” itulah kata-kata singkat dari Teksan Luis, relawan Tzu Chi ketika sejenak berhenti di salah satu rumah warga seraya meminum minuman yang dibawanya.

Kondisi rumah warga dengan perekonomian yang berkekurangan di wilayah pesisir Jakarta mulai tergerus oleh banjir rob. Jalanan di sekitar ditinggikan sehingga membuat rumah-rumah mereka akhirnya tenggelam separuhnya, seperti kolam.

Untungnya, saya pun belum sempat mengeluh kepanasan atau kelelahan, tapi mungkin ekspresi sudah bisa menggambarkan keadaan diri, melebihi kata-kata. Memang dengan keadaan yang baik-baik saja, sehat, bisa bekerja dengan nyaman, hidup teratur, dan berbagai keberuntungan lainnya, saya tidak pantas mengeluh. Apalagi ketika saya sedang bersama relawan Bebenah Kampung di Kamal Muara. Keluhan saya sepertinya bisa menyakiti perasaan warga yang mendengarnya.

Teksan Luis bukan tanpa alasan mengimbau untuk tidak mengeluh. Ia tahu betul bagaimana kisah warga di sana karena sudah sejak Oktober 2018, Teksan mengakrabkan diri dengan Kamal Muara. Itu semua karena dari segi manapun, relawan Tzu Chi yang berkesempatan datang ke sana, sudah pasti mempunyai hal yang lebih baik dari warga setempat.

“Memang di sini gang-gang kecil, rumah warga juga nyelip-nyelip, agak jauh berputar-putar bolak-balik gang. Tapi kita ke sini sebulan cuma berapa kali, bagaimana dengan warga yang tinggal di sini?” kata Teksan.

Bayangin saja, mereka mau masuk rumahnya harus bungkukin badan dulu. Hujan nggak hujan, tetap kebanjiran. Setiap hari, selama puluhan tahun mereka merasakan itu,” lanjut koordinator Bebenah Kampung Kamal Muara ini, “pantas nggak kita yang cuma datang sesekali kemari, mengeluh? Sedangkan mereka saja tidak mengeluh. Kita tidak pantas mengeluh.”

Teksan Luis ketika pertama kali datang mengunjungi Kamal Muara. Ia melihat salah satu rumah warga yang karena tak punya biaya, tanahnya diuruk dengan kulit kerang untuk menghindari banjir rob.

Sebenarnya Teksan tak sampai hati memikirkan kehidupan warga Kamal Muara. Seiring perkembangan zaman, kondisi wilayah pesisir pantai Jakarta, termasuk Kamal Muara seperti tergerus. Perumahan kampung nelayan di sana ikut terkena imbas air laut juga banjir rob yang selalu menggenang. Jalan-jalan besar dan jalan di gang-gang memang selalu menerima anggaran untuk proyek peninggian. Tapi bagi rumah warga, ya urusan masing-masing. Untuk itu, banyak sekali rumah yang menjadi kolam, siang maupun malam.

Pertama kali melakukan survei, Teksan ingat betul kondisi rumah salah satu keluarga – Pak Komarudin dan Ibu Sulusia yang diuruk dengan kulit-kulit kerang. Rumah keluarga ini bersebelahan dengan tanah kosong yang sudah menjadi rawa karena banjir rob, makanya untuk menghindari banjir dan tenggelam, Komarudin menggunakan kulit kerang untuk meninggikan rumah. Karena hanya tanah saja yang diuruk tanpa meninggikan atap, mereka pun harus menunduk karena atapnya saat itu hanya setinggi anak usia 9 tahunan, tidak sampai 140 sentimeter.

“Saya menangis di sana, saya belum pernah melihat rumah yang seperti rumah beliau,” aku Teksan. “Separah-parahnya rumah saya dulu, saya anggap sudah sangat parah. Tapi melihat rumah keluarga ini, saya sedih sekali, ternyata ada yang jauh lebih nggak layak tinggal daripada rumah yang saya tinggali dan mereka menjalani itu selama puluhan tahun, tidak mengeluh, tidak meminta belas kasihan pula,” lanjut Teksan.

Terciptanya Lingkungan yang Saling Mengasihi
Teksan Luis pertama kali berjodoh dengan Kamal Muara karena Program Bebenah Kampung. Ketika itu, relawan melakukan survei Bebenah Kampung di tahun 2018, namun pada saat turun ke lapangan, mereka malah bertemu dengan bangunan Masjid Jami Al Huda yang megah namun belum seluruhnya selesai dibangun.

Rumah Sulusia dan Komarudin setelah selesai dibangun oleh Tzu Chi setelah sebelumnya diuruk dengan kulit kerang. Bukan hanya penerima bedah rumah yang bahagia, relawan pun merasakan kebahagiaan yang mereka rasakan.

Kondisi pembangunan Masjid Jami Al Huda belum rampung saat itu. Dindingnya masih semen polos. Cat tembok pun hanya untuk bagian luar masjid saja, itu juga belum seluruhnya. Padahal proses pembangunannya sudah memakan waktu tujuh tahun, sejak tahun 2011. Dari hasil diskusi, prioritas pemberian bantuan di wilayah Kamal Muara akhirnya diberikan lebih dahulu untuk penyelesaian pembangunan masjid. Baru setelah itu Program Bebenah Kampung dilaksanakan.

Walaupun pada awalnya ada sedikit penolakan dan kesalahpahaman karena belum saling mengenal, namun pada akhirnya hubungan Tzu Chi dan warga Kamal Muara sangat baik hingga saat ini. Teksan menuturkan, pendekatan ke warga sebenarnya tidak yang terlalu menonjol, namun karena niat yang dibawa dengan tulus membantu, warga membuka hatinya.

“Asal tunjukkan cinta kasih saja, mereka pasti mengerti. Sama anak-anak juga sering say hello dan sampai sekarang kalau kami datang, mereka yang sapa walaupun masih kebalik antara shigu (bibi) dan shibo (paman). Tapi itu adalah wujud cinta kasih,” kata Teksan sedikit tergelak setelah disapa shigu (bibi) oleh anak-anak. “Tapi saya ya senang karena mereka mau menyapa, sudah tahu Tzu Chi, sering membantu juga kalau ada kegiatan,” tambah berbinar.

Rasa sukacita Teksan pun semakin bertambah ketika kini setelah hampir 3 tahun berlalu, kondisi warga dan rumah-rumah yang sudah dibedah pada tahap pertama dan kedua begitu baik. Seperti rumah Pak Komarudin dan Ibu Sulusia yang dindingnya sudah ditempel wallpaper, cantik dan rapi. Lingkungan yang dulu terlihat kumuh karena banyak sampah berserakan di jalanan, kini sudah jauh lebih bersih karena dirawat bersama juga karena setiap kunjungan, Teksan selalu mengingatkan akan pentingnya merawat lingkungan.

Teksan Luis berfoto bersama para siswa Madrasah Ibtidaiyah Nurul Islam Kamal Muara ketika siswa-siswi Tzu Chi School menyumbangkan buku dan membuat perpustakaan bagi para siswa. Perpustakaan itu bertempat di lantai 2, Masjid Jami Al Huda.

“Saya sangat berterima kasih kepada warga karena mereka melakukan apa yang kami ingatkan, semua demi kebaikan dan kesehatan masing-masing,” kata Teksan.

Tapi tentu bukan hanya Teksan yang berterima kasih, warga pun sama. Ungkapan terima kasih mereka justru beragam. Teksan bercerita, pernah satu kali ketika ia sedang mengontrol pembangunan, ada warga yang mendatanginya membawa dua bungkusan plastik kresek hitam. Dari plastik yang berembun itu itu menetes sedikit air.

“Waahh.. warga ternyata bawa cumi dan ikan. Dia berikan itu untuk saya, dia bilang, “ini hasil saya melaut, Pak, buat bapak,’” cerita Teksan antusias.


Pada awal masa program Bebenah Kampung, warga belum tahu bahwa relawan Tzu Chi berpola makan vegetaris. Namun Teksan pun tak sampai hati menolak niat baik dan ungkapan terima kasih dari warga itu.

“Ya akhirnya kami tetap menerima pemberian tersebut, tapi selanjutnya kami berikan lagi kepada orang lain. Setelah itu juga kami jelaskan kalau kami ini vegetarian dan meminta mereka tidak perlu repot memberikan berbagai hal untuk relawan. Dengan merawat rumah dan lingkungan dengan baik, itu sudah membuat kami sangat bahagia dan bersyukur,” papar Teksan.

Jangan Meremehkan Kemampuan Diri Sendiri

Teksan Luis bersyukur telah menerima kesempatan yang luar biasa bisa membantu warga yang membutuhkan di Kamal Muara. Ia mengajak relawan lain untuk bersama menggenggam kesempatan yang ada.

Menjalin jodoh baik dengan warga Kamal Muara melalui program Bebenah Kampung bagi Teksan adalah seperti keinginan yang terkabulkan. Sehingga ketika Ketua Tzu Chi Indonesia, Liu Su Mei, memberikan tanggung jawab itu kepadanya, ia langsung menggenggam kesempatan yang ada. Saat itu Liu Su Mei juga berpesan pada Teksan, apabila sudah ada dua rumah yang meminta bantuan untuk dibedah, berarti di sana akan ada lebih dari dua rumah yang harus dibantu.

“Ya ternyata ada puluhan (rumah). Jadi datang ke sini akhirnya kami menyadari bahwa lokasi ini benar-benar perlu dibina dan dibantu. Makanya saya pertama ajak Shixiong Abun, Shixiong Sudarman Lim, kami survei ke sini,” ingat Teksan yang membantu dengan sepenuh hati.

Berbicara mengenai siapa yang menjadi panutannya, Teksan menjawab ada seorang relawan He Qi Pusat, tim Bebenah Kampung yang kini sudah tiada. Beliau adalah inspirasinya. Almarhum sempat memperlihatkan berbagai foto bedah rumah dari para warga di wilayah Pademangan kepada Teksan sambil menyisipkan cerita-cerita menginspirasi.

“Waktu itu ada training dan beliau adalah mentor saya. Saya bilang bagus ya bisa bantu mereka sampai segitunya. Beliau lalu mengajak saya tapi saya belum ada kesempatan untuk ikut. Jadi saya seperti punya niat yang tertanam di hati untuk satu saat saya juga mau bantu orang melalui bedah rumah,” jelas teksan, “terwujud lah sekarang.”

Tahunan menyaksikan sendiri perubahan yang sedikit demi sedikit tercipta di Kamal Muara, bukanlah satu hal yang mudah, tapi juga bukan yang melelahkan untuknya. Teksan mengaku lebih banyak menerima pelajaran berharga, seperti itu pula rasa syukurnya.

“Tanggung jawab ini membuat saya membuka hati dan pandangan lebih luas lagi. Saya sangat beruntung. Rasa syukur saya bertambah,” kata Teksan.

Teksan Luis mendampingi Liu Su Mei, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia memotong tumpeng ketika acara serah terima kunci bagi para warga penerima bedah rumah tahap I di Kamal Muara.

Makanya, dari apa yang ia dapatkan dan rasakan, ia ingin mengajak relawan lain untuk ikut serta dan mau menggarap ladang bersama. Baginya, tanggung jawab untuk membantu sesama bukanlah milik pribadinya seorang. Begitu juga kebahagiaan yang dirasakan setelahnya, bisa dirasakan bersama, lebih banyak orang lagi.

“Jadi siapapun relawan Tzu Chi yang mau menggarap ladang berkah ini, yuk, silakan. Tidak perlu malu atau merasa saya bukan dari komunitas He Qi Utara 2, atau bukan dari wilayah Pluit 2. Siapa pun boleh bergabung karena ladang berkah di sini sangat luas. Semua relawan Tzu Chi, ayo kita garap bersama,” ajaknya.

Teksan pun berpesan kepada relawan untuk tidak takut memegang tanggung jawab karena Master Cheng Yen sudah memberikan jalan dan relawan tinggal menjalankannya. Teksan menjamin, apa yang diberikan oleh Master Cheng Yen pasti bertujuan bijaksana dan benar.

“Yang membuat susah itu karena kita meragukan diri sendiri, padahal Master Cheng Yen sudah mengatakan: jangan meremehkan diri sendiri karena setiap orang memiliki kemampuan yang tidak terhingga,” kata Teksan mengutip Kata Perenungan Master Cheng Yen, “jadi ayok sama-sama kita memegang tanggung jawab, membantu Master Cheng Yen dengan kemampuan kita.”

Editor: Khusnul Khotimah

Artikel Terkait

Ungkapan Bahagia Para Penerima Bantuan Bedah Rumah

Ungkapan Bahagia Para Penerima Bantuan Bedah Rumah

28 Oktober 2019

Tzu Chi Bandung memberikan bantuan renovasi rumah kepada tiga warga di Kelurahan Jamika, Bandung. Pembangunan dimulai pada bulan September, dan  tanggal 16 Oktober 2019 dilakukan kegiatan peresmian ketiga rumah tersebut. 

Rumah Baru untuk Sulastri

Rumah Baru untuk Sulastri

11 Oktober 2024

Setelah suaminya meninggal, Sulastri tinggal sendiri dirumahnya yang memprihatinkan. Atap bocor, lantai sudah lapuk dan terendam setiap air pasang. Prihatin dengan kondisi ini, relawan Tzu Chi Medan membantu merenovasi rumah Sulastri menjadi lebih layak, baik, dan sehat.

16 Unit Rumah di Cilangari Segera Rampung

16 Unit Rumah di Cilangari Segera Rampung

08 April 2019

Potret kemiskinan dan hidup sengsara tak harus terucap dalam keluhan. Semisal, Ecep ini, pahit getirnya hidup tak membuatnya menengadahkan tangan meminta belas kasihan. Ia tetap hidup apa adanya hingga program bedah rumah Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia menyeleraskan angan-angan Ecep untuk meneduhkan rumahnya.

 

Giat menanam kebajikan akan menghapus malapetaka. Menyucikan hati sendiri akan mendatangkan keselamatan dan kesejahteraan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -