Langkah Efektif Mengajar Budaya Humanis

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
foto

Seorang peserta (guru) Pelatihan Budaya Humanis mencoba menempelkan butiran kacang ke gambar hati. Permainan ini menunjukkan bahwa jika memiliki hati yang lapang, maka akan dapat menerima perbedaan, baik suku, ras, maupun agama.

Seberapa pentingkah pendidikan budi pekerti bagi seorang murid? ”Sepandai apapun orang, tetapi jika tidak memiliki budi pekerti yang baik, maka dia akan menjadi orang jahat yang pintar. Tapi kalau dia pintar dan ditambah dengan karakter yang baik, maka dia akan jadi orang pintar yang baik,” tegas Indi Y Wirawan, Kepala Sekolah Ehipassiko, BSD, Serpong, Banten. Hari itu, Jumat, 10 Juli 2009, Indi Y Wirawan mengajak seluruh guru di sekolahnya (22 orang -red) untuk mengikuti kelas ”Pendidikan Budaya Humanis Tzu Chi”.

Ini merupakan hari kedua diselenggarakannya pendidikan budaya humanis Tzu Chi yang diadakan dari tanggal 9 – 10 Juli 2009 dengan para pengajar guru-guru Tzu Chi Taiwan. Para guru ini tergabung dalam Asosiasi Guru Tzu Chi, dan hampir setiap tahun memberikan ilmu dan pengalaman mereka kepada sejawatnya di Indonesia dan negara-negara lainnya. Tidak hanya mengajar untuk guru-guru Sekolah Cinta Kasih, tapi juga mengundang sekolah-sekolah lain di Jakarta, seperti Bhakti Utama, Darma Bhakti, Ehipassiko, dan juga Universitas Sriwijaya di Tangerang, Banten.

Memperkaya Pengetahuan
Bagi Indi Y Wirawan, ini merupakan kali kedua ia mengikuti pendidikan budaya humanis yang diadakan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Meski begitu, Indi Y Wirawan menganggap ide-ide yang dibawa oleh para pengajar ini berbeda, ”Memberi pengayaan materi bagi saya dan guru di sekolah saya.” Kala itu, 4 tahun lalu sekolah yang dipimpinnya baru memiliki 5 orang guru. ”Saya rasakan pelatihan ini sangat bagus sekali, jadi sekarang saya bawa semua guru,” ungkapnya. Terlebih karena kebanyakan guru-guru pengajar di sekolahnya berasal dari bidang pendidikan dasar dan usia dini yang memang nantinya akan bersentuhan langsung dengan para siswa play group, TK, dan SD, ”Saya pikir, karakter ini memang harus ditanamkan sejak kecil agar pondasinya kuat.”

foto  foto

Ket : - Dengan media pembelajaran yang sederhana, materi budi pekerti dengan kata perenungan menjadi lebih
           menarik. Para guru di Indonesia diajarkan cara membuat buku kata perenungan dengan menggunakan
           kertas dan pensil warna. (kiri)
          - Para guru belajar merasakan dan memahami kesulitan orang lain. Dengan mencoba menggunakan pensil
         yang pendek, maka akan membuat setiap orang mensyukuri berkahnya. (kanan)

Sekolah Ehipadsiko sendiri yang berlatar belakang sekolah agama Buddha, selama ini sudah menyisipkan materi-materi pendidikan budi pekerti dalam setiap mata pelajaran. Indi Y Wirawan beranggapan bahwa pembelajaran materi ini tidak harus melalui mata pelajaran khusus, tapi bisa disisipkan dalam mata pelajaran umum lainnya. ”Kalau guru-guru bisa menyisipkannya itu bagus sekali,” ujarnya yang sangat setuju jika pembelajaran budi pekerti ini dilakukan lewat permainan yang menarik. Dengan budi pekerti yang baik, maka secara tidak langsung akan dapat menunjang keberhasilan para siswa sendiri, khususnya kegiatan belajar-mengajar di kelas menjadi lancar. ”Siswa bisa tenang, sopan, dan berkata yang baik, maka tidak akan timbul perselisihan di antara mereka. Tapi kalau sedikit-sedikit berantem dan ribut, tentunya akan banyak waktu yang terbuang untuk mendamaikan mereka,” ujar Indi Y Wirawan.

Mengajar budi pekerti bisa dibilang susah-susah mudah. Jika diberi nasihat-nasihat dengan cara yang kaku, bukan tidak mungkin justru siswa akan menganggap guru ataupun orangtua mereka di rumah sebagai orang yang cerewet. Tapi dengan cara-cara nonformal atau games, maka siswa akan memandangnya dengan cara yang berbeda. ”Kalau untuk akademik mereka bisa belajar dari buku, guru, dan orangtua. Semua orang bisa mengajarkan dengan media yang bermacam-macam. Tapi untuk budi pekerti memang tidak se-simple kelihatannya, kita harus mengerti anak itu lebih mengertinya seperti apa jika diberi penjelasan,” kata Indi Y Wirawan.

Memahami Perasaan Orang Lain
Pembelajaran budaya humanis Tzu Chi ini bisa dibilang sangat sederhana. Selain menggunakan kata perenungan, 4 misi Tzu Chi dan 8 jejak langkah, penggunaan alat bantu atau media pembelajarannya pun terbilang sederhana. ”Walaupun kata perenungan (Master Cheng Yen –red) itu sangat sederhana, tapi dia bisa mempengaruhi anak seumur hidup,” kata Chen Lan, koordinator kegiatan dari Taiwan. ”Jadikan kata perenungan sebagai target pembelajaran. Supaya pembelajaran itu bisa sukses, yang pertama dibutuhkan adalah alat-alat pembelajaran harus sesederhana mungkin. Hasil yang sukses itu tidak perlu alat-alat yang rumit,” kata Zheng Yu Zhen, salah seorang pengajar. ”Karena bila kita akan merancang suatu kegiatan memerlukan banyak alat itu akan rumit sekali. Itu bisa membuat repot dia sendiri, sehingga nantinya justru nggak jadi bikin,” sambung Zheng Yu.

Chun Lan juga meyakinkan bahwa berdasarkan pengalamannya mengajar, dari dulu hingga sekarang belum pernah ada muridnya yang setelah mempelajari kata perenungan ini menjadi anak yang nakal, semua menjadi anak yang baik dan sopan. ”Dengan memiliki pondasi yang baik, maka anak-anak bisa menjaga hatinya sendiri agar jangan dipengaruhi dengan orang lain,” kata Chun Lan.

Materi pembelajaran dibuka dengan sebuah games yang dibawakan oleh Zheng Yu Zhen, salah seorang guru dari Taiwan. Ada 10 orang peserta yang kemudian dibagi menjadi dua kelompok. Setiap anggota dalam kelompok itu diminta menghafalkan kata perenungan yang berbeda, yang sama dengan kelompok lainnya. Setelah hafal, semua peserta matanya ditutup dan kemudian disuruh untuk mencari pasangan yang menghafal kata perenungan yang sama, dengan cara menyebutkan kata perenungan tersebut. Ada beberapa yang dapat langsung bertemu dengan peserta dari kelompok lain yang membacakan kata perenungan yang sama, tapi banyak pula yang hanya berputar-putar dan bahkan bertabrakan dengan peserta lainnya.

foto  foto

Ket : - Para relawan Tzu Chi dengan santun dan teratur membawakan makanan untuk para guru peserta Pelatihan
           Budaya Humanis Tzu Chi. (kiri)
         - Penggunaan alat makan pribadi dan tata cara makan yang baik juga merupakan salah satu bagian dari
           budaya humanis Tzu Chi. (kanan)

”Susah mencari kata perenungan yang memiliki arti sama,” kata Rudi, guru Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi menjawab pertanyaan mengapa ia tak berhasil menemukan ”pasangannya”. Perasaan berbeda diungkapkan oleh Mariani, relawan Tzu Chi Tangerang yang juga membuka kursus bahasa Mandarin ini. ”Perasaannya senang sekali. Ketika ketemu senang, kita saling memahami apa yang diucapkannya dan ketika bertemu, dia (rekannya) pegang tangan saya,” katanya.

Lewat permainan ini, sebenarnya Zheng Yu Zhen ingin menyampaikan salah satu dari misi Tzu Chi, yaitu donor sumsum tulang. ”Bagi penderita leukimia, dia harus mencari satu orang yang cocok dengan sumsumnya, dari ratusan dan bahkan ribuan pendonor. Karena itu sangat sulit bagi dia untuk menemukan pendonor. Dengan permainan ini, sedikitnya kita bisa merasakan bagaimana perasaan orang yang terkena leukimia itu,” terang Zheng Yu Zhen.

Dengan lugas Zheng Yu meyakinkan para peserta bahwa pendidikan yang baik itu tidak memerlukan banyak kemampuan berbicara, karena hal itu dapat dilakukan oleh anak itu sendiri. Seorang guru hanya memberitahu langkah-langkahnya saja. ”Kita biasanya belajar dengan porsi guru yang lebih banyak dan peran murid sangat sedikit. Pembelajaran tanpa suara (silent mentor), melalui permainan dia dah langsung mengerti. Mungkin awalnya dia nggak ngerti, tapi dengan gurunya yang pengalaman dia langsung mengerti karena turut merasakannya sendiri,” jelas Zheng Yu.

Seorang guru yang baik harus mampu menyampaikan hal-hal yang rumit dengan cara yang sederhana. ”Jadi jika murid kita tidak mengerti, itu bukanlah kesalahannya. Tapi kesalahan kita (guru -red) karena tidak bisa menggunakan metode dan cara yang tepat dalam mengajar,” tegas Zheng Yu.

Selain mengajarkan cara-cara pembelajaran kata perenungan, para pengajar dari Taiwan ini juga menyisipkan salah satu permainan yang bertujuan mengingatkan para siswa untuk menjaga kelestarian lingkungan. Agar permainan ini bisa lebih efektif, maka diperlukan juga keterlibatan dari para orangtua murid. Jadi selain memberi pemahaman kepada orangtua dan murid, kegiatan ini juga dapat lebih mendekatkan hubungan antara orangtua dan anak.

foto  foto

Ket : - Para relawan dan guru pengajar dari Taiwan berkesempatan untuk saling mengenal dan bekerja sama.
           Kerja sama yang baik membuat pelatihan yang dimulai 9-10 Juli 2009 ini berjalan baik dan lancar. (kiri)
         - ”Walaupun kata perenungan (Master Cheng Yen –red) itu sangat sederhana, tapi dia bisa mempengaruhi
          anak seumur hidup,” kata Chen Lan, koordinator kegiatan dari Taiwan.(kanan)

Menyenangkan Bagi Anak
Bagi Kirman, guru Sekolah Ehipassiko, pembelajaran budaya humanis Tzu Chi dengan menggunakan kata perenungan ini merupakan hal yang baru baginya. ”Bagus sekali, saya mendapatkan cara mengajar budi pekerti dengan cara yang menyenangkan, jadi tidak monoton atau membosankan bagi anak,” jawabnya. Kirman yang sebelumnya mengajar di Sekolah Atisa ini selama ini hanya tahu bahwa pendidikan budi pekerti hanya disisipkan dalam pelajaran agama maupun pendidikan moral. ”Sekarang saya baru tahu bisa dengan cara-cara yang menarik seperti ini,” pungkasnya.

Menurut Kirman, pendidikan budi pekerti itu sangat penting bagi perkembangan karakter maupun keberhasilan siswa di masa depan. ”Kalau karakter itu sudah terbangun bagus sejak dini, misalnya etos kerja keras dan ketekunan sudah ada, maka untuk skill yang lain bisalah. Tapi kalau karakternya nggak bagus, nggak ada kerja keras dan karakter yang baik, maka untuk skill yang lain sulit untuk ditanamkan,” terangnya.

Dengan bahasa pengantar Mandarin yang kemudian diterjemahkan oleh relawan Tzu Chi ke dalam bahasa Indonesia, maka pelatihan ini berjalan cukup efektif dan mudah dipahami oleh para peserta. ”Secara keseluruhan baik, meski sedikit ada masalah bahasa, tetapi mayoritas saya tahu kok, ngerti dan bisa menangkap maksudnya,” tutur Kirman jujur. Cinta kasih dan budi pekerti adalah sesuatu yang universal, demikian pula dengan penyebarannya. Bagi yang berminat mempelajari, syaratnya tidaklah sulit: pertama mau membuka hati dan pikiran, mau belajar, tulus, dan bersedia menebarkan cinta kasih tanpa pamrih kepada sesama.

 

Artikel Terkait

Menjalin Jodoh dengan Nurmahera

Menjalin Jodoh dengan Nurmahera

25 Februari 2013 Senyum Nurmahera mengembang ketika tahu maksud kunjungan relawan Tzu Chi. Dengan adanya harapan beasiswa semoga  ia akan lebih semangat setiap pagi menunggu bus sekolah yang lewat di jalan depan rumahnya untuk akomodasinya tiap pagi menuju sekolahnya.
Veronica, Anak Asuh Teratai Tzu Chi: “Saya mulai memahami apa yang harus saya lakukan setelah lulus sekolah”.

Veronica, Anak Asuh Teratai Tzu Chi: “Saya mulai memahami apa yang harus saya lakukan setelah lulus sekolah”.

13 Oktober 2022

Kelompok Teratai Tzu Chi kembali mengadakan pertemuan pada 02 Oktober 2022 di gedung ITC Mangga Dua. Pertemuan rutin ini diharapkan dapat membangun character building anak. 

Melatih diri adalah membina karakter serta memperbaiki perilaku.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -