Langkah Kecil Ita Ahyani
Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto, Handoko (Tzu Chi Tangerang)Selama empat tahun gadis mungil itu hanya bisa duduk di kursi roda. Dua roda menjadi pengganti kedua kaki mungilnya untuk beraktivitas. Setelah menjalani pengobatan secara rutin, kaki-kaki mungil itu menjadi lebih kuat hingga sanggup menopang tubuhnya. Kini, gadis kecil itu, Ita Ahyani, sudah siap melangkah mengejar ketertinggalannya.
Jika melihat kondisi fisiknya, kebanyakan orang mengira gadis kecil itu mungkin masih berusia 6-7 tahun. Apalagi kalau melihatnya tengah menggenjot sepeda roda tiga. Tapi, siapa sangka, gadis mungil itu, Ita Ahyani sesungguhnya sudah berusia 11 tahun. Penyakitlah yang membuat Ita Ahyani tak tumbuh sesempurna anak-anak seusianya. Di usianya itu, Ita, begitu ia bisa disapa hanya berbobot 15,7 kg. Karena itulah Ita tak sembarang mau bertemu atau bercakap-cakap dengan semua orang. Hanya kepada keluarga dan orang-orang dekatnya saja ia mau bertemu dan berbicara. “Kalau teman-temannya datang, dia langsung ngumpet,” kata Hamimah (38) sang ibu, “mungkin malu juga karena teman-temannya badannya dah besar-besar.”
Rupanya, yang menjadi “biang” penghambat pertumbuhan Ita adalah fungsi ginjalnya yang tidak berfungsi dengan baik. Dalam istilah medis penyakit ini disebut Renal Tubular Acidosis (RTA), di mana pada penderita penyakit ini, bagian dari ginjal yang bernama tubulus renalis tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga hanya sedikit asam yang dibuang ke dalam urin. Akibatnya terjadi penimbunan asam dalam darah, yang mengakibatkan terjadinya asidosis, yakni tingkat keasamannya menjadi di atas ambang normal. Akibatnya, fungsi penyerapan kalsium pun menjadi terhambat. Ini yang membuat perkembangan fisik Ita lambat. “Tulangnya juga dulu rapuh, makanya harus hati-hati,” terang Hamimah, yang berprofesi sebagai guru di Madrasah Ibtidaiyah (setingkat sekolah dasar) di Serang, Banten.
Relawan Tzu Chi,Nani Sutanto, memberikan hadiah kepada Ita karena ia telah menjalani pengobatan dengan baik dan menuruti semua anjuran dokter, orang tua, dan relawan.
Penyakit ini tergolong langka, tak heran jika penyebab penyakit ini baru diketahui lebih kurang 4 tahun setelah bolak-balik ke rumah sakit. “Sejak umur 7 tahun keluar-masuk rumah sakit terus, setelah ketahuan penyakit ini (RTA-red) baru dirujuk ke RSCM Jakarta. Awalnya Ita juga nggak bisa diri, cuma duduk di kursi roda aja. Sekarang, alhamdulillah dah bisa berdiri dan juga jalan,” ungkap Hamimah dengan berkaca-kaca saat kami kunjungi pada Jumat, 21 Oktober 2016 di rumahnya, Kampung Ranca Gede, Desa Carenang, Kecamatan Kopo, Serang, Banten. “Makanya tadi saya juga kaget, sekarang sudah bisa jalan,” kata Nani Sutanto, relawan Tzu Chi Tangerang. “Saat kita dampingi berobat di RSCM Jakarta, saat itu Ita hanya bisa duduk di atas kursi roda. Kami nggak nyangka perkembangan kesehatannya begitu cepat,” tambah Handoko, relawan Tzu Chi lainnya.
Ujian di Usia 7 Tahun
Hamimah masih terkenang saat masa-masa kelahiran dan bayi buat hati pertamanya, Ita Ahyani. Saat itu Ita tampak normal seperti bayi-bayi pada umumnya. Berat dan tinggi badannya juga normal. Pertumbuhan fisiknya pun normal. Dari Balita (bawah lima tahun) tak nampak kelainan ataupun keluhan fisik dari Ita. Hingga, saat usia 7 tahun tanda-tanda keanehan pun mulai tampak. Selain berat dan tinggi badan yang tidak bertambah, Ita juga mulai sering sakit-sakitan. “Saya mulai curiga sebenarnya sejak umur 5 tahun, berat badannya hanya 15 kg, dan tinggi badannya 100 cm. Sampai usia 6 tahun sama, kalau ditimbang berat dan tinggi badannya nggak nambah,” terang Hamimah.
Handoko (kiri) dan Nani Sutanto (kanan) saat mengunjungi Ita di rumahnya pada Jumat, 21 Oktober 2016.
Di usia 7 tahun Ita mulai sakit-sakitan. Gejalanya
tubuh panas tinggi, muntah-muntah, susah buang air besar, dan juga fisiknya
sangat lemas. Akibatnya Ita pun langganan keluar-masuk rumah sakit. Setidaknya ada 7 kali Ita dirawat dalam masa
2012 – 2016. Barulah di awal tahun 2016 ketahuan penyebab sakitnya Ita ini. “Pertama
berobat masih pakai uang pribadi, tetapi karena sering akhirnya kita pake Jamkesmas, dan sekarang BPJS,”
terang Hamimah. Meski untuk pengobatan di RSCM Jakarta bisa menggunakan
fasilitas asuransi dari pemerintah, tetapi untuk transportasi dari Serang ke
Jakarta ini membutuhkan biaya yang cukup besar: 500 ribu sekali berobat. “Ini
juga sewa mobil tetangga, kalau ‘ngeteng’
kan nggak mungkin bawa Ita yang sakit
dan tulangnya juga rapuh,” terang sang ibu. Terlebih penghasilan Hamimah
sebagai tenaga pengajar tidak tetap masih jauh dari Upah Minimum Regional
(UMR). Beruntung kini ada tunjangan dari pemerintah untuk guru swasta yang bisa
sedikit meringankan bebannya. “Belum lagi ada obat-obatan yang nggak ditanggung BPJS dan harus nebus
sendiri, waduh, pusing banget,” keluhnya. Ita juga harus
menjalani pengobatan secara rutin dan jangka panjang. “Sebulan bisa dua kali.
Malah waktu puasa sebulan bisa 4 kali,” kata Hamimah. Penghasilan sang suami,
Aden Mulyana, sebagai penjual makanan di sekolah hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari keduanya dan kedua anak mereka.
Dalam kondisi bingung dan tertekan, Hamimah kemudian bertemu dengan salah seorang keluarga penerima bantuan Tzu Chi di RSCM Jakarta. “Setelah tahu kesulitan saya, oleh Mama Safina (ibu pasien yang dibantu Tzu Chi –red) saya disarankan untuk mengajaukan bantuan ke Tzu Chi,” kata Hamimah. Bulan April 2016, Hamimah mengajukan bantuan ke Kantor Tzu Chi Tangerang, yang segera direspon dengan menyurvei ke rumahnya seminggu kemudian. Handoko dan Nani adalah relawan yang saat itu menyurvei. “Jadi bisa dibayangkan bagaimana kesulitan Ibu Hamimah ini, karena jalan menuju ke rumah ini saja masih jalan batu dan tanah. Dari jalan raya juga cukup jauh,” kata Handoko. Sejak bulan Juni Hamimah pun mendapatkan bantuan tunjangan transportasi dan juga obat. “Sekarang dah sedikit tenang, obat-obatan yang nggak ditanggung BPJS juga sekarang dah dibantu. Jadi kalau ada uang saya bisa sisihkan buat pemenuhan gizi Ita, kayak susu dan lainnya,” terang Hamimah. Masalah transpor pun sedikit terbantu dengan adanya ambulans gratis dari salah satu LSM Kemanusiaan di Indonesia. “Dibantu Tzu Chi beda banget, beban saya jadi banyak berkurang,” ungkap Hamima haru.
Karena sakit maka Ita pun terpaksa belum bisa melanjutkan pendidikannya. Tapi hal ini tidak mengurangi minat membacanya. Jika sudah pulih benar maka tahun depan Ita akan mulai sekolah lagi.
Setelah melakukan pengobatan rutin dari Januari hingga Oktober 2016, ternyata perkembangan kesehatan Ita berkembang pesat. Yang pertama terlihat adalah berat badannya yang bertambah dari 12 kg menjadi 15,7 kg. Dan yang paling membahagiakan adalah Ita kini tidak lagi memerlukan kursi roda. Ia sudah bisa berdiri dan berjalan. “Awalnya Ita nggak bisa berdiri. Bulan Agustus bisa berdiri. Badannya juga dah mulai kuat buat belajar melangkah. Dia juga belajar sendiri. Dia ngelatih otot-otot kakinya pake sepeda roda tiga,” kata lulusan IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Ciputat ini. Secara jujur, Hamimah mengakui proses kesembuhan ini tidak lepas dari ‘perhatian dan sentuhan kasih insan Tzu Chi. “Kalo nggak ada support dari Tzu Chi mungkin berobatnya mandek, nggak bisa rutin begini,” ungkapnya.
Arti Tzu Chi dalam bahasa Mandarin adalah “memberikan kebahagiaan, melepaskan penderitaan”. Saat kondisi keluarga yang dibantu membaik, kebahagiaan yang sama pun juga dirasakan oleh relawan Tzu Chi, khususnya mereka yang mendampingi. “Kami haru melihat Ita dah bisa jalan. Terus terang saya sangat surprise. Tadinya saya pikir butuh watu lama karena waktu datang ke sini pertama lemas dan kecil sekali. Waktu di RSCM juga masih di kursi roda. Dan ternyata perkembangannya cepat, saya sangat bahagia sekali,” kata Handoko. Hal yang sama dirasakan Nani Sutanto, “Senang banget, kita nggak bayangin dia dah bisa jalan. Dulu masih digendong-gendong kesana-kemari. Semoga Ita juga bisa kembali bersekolah,” harap Nani.
Kondisi Ita saat baru menjalani pengobatan di RSCM Jakarta. Saat menjalani pengobatan di RSCM Jakarta, relawan Tzu Chi juga kerap mendampingi dan memberinya semangat. Karena tulangnya rapuh maka Ita sempat mengalami patah kaki. Pertumbuhan tulangnya pun tidak sempurna.
Saat mendampingi keluarga ini juga Nani memperoleh pengalaman hidup yang berharga, khususnya bagaimana keteguhan hati seorang ibu yang berjuang dengan sepenuh tenaga untuk kesembuhan putrinya. “Saya kagum perjuangannya ini. Semua ditanggunng sendiri. Penghasilan segitu kalo dihitung secara Matematika nggak cukup, tapi Ibu Hamimah bisa ngelewatin semua kesulitan itu. Sesuatu yang luar biasa,” ujarnya.
Artikel Terkait
Langkah Kecil Ita Ahyani
31 Oktober 2016Selama empat tahun gadis mungil itu hanya bisa duduk di kursi roda. Dua roda menjadi pengganti kedua kaki mungilnya untuk beraktivitas. Setelah menjalani pengobatan secara rutin, kaki-kaki mungil itu menjadi lebih kuat hingga sanggup menopang tubuhnya. Kini, gadis kecil itu, Ita Ahyani, sudah siap melangkah mengejar ketertinggalannya.
Senyum Ita di Hari Pertama Sekolah
18 Juli 2017Senin, 17 Juli 2017 menjadi hari bersejarah bagi Ita Ahyani (12). Setelah sempat terhenti tiga tahun, kini Ita bisa kembali belajar di sekolah. Semangatnya terlihat dalam wajah dan langkah kakinya. Sekolah, tempat yang akan membuka cakrawala sekaligus tempat terbaik untuk melupakan sejenak penyakitnya.