Lebih Baik Pasrah, Daripada Sedih

Jurnalis : Veronika Usha, Fotografer : Veronika Usha
 
foto

Idawati tidak pernah merasakan jijik saat harus membersihkan luka pasien diabetes. Menjadi relawan pemerhati RSKB Cinta Kasih Tzu Chi merupakan wujud kepedulian Ida terhadap sesama, sekaligus ungkapan rasa syukurnya atas bantuan pengobatan dari Tzu Chi.

Guratan usia mulai menghiasi wajah wanita bertubuh kurus itu. Dengan kaus abu-abu dan rompi sukarelawan Tzu Chi, Idawati (43), sang pemilik nama terlihat tengah asyik menyulam baju bayi di tepian meja ruang rawat inap RSKB (Rumah Sakit Khusus Bedah) Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta Barat.

Rabu, 30 Juni 2008, sudah sejak pukul 8 pagi, Ida (sapaan hangat Idawati -red) berada di RSKB Cinta Kasih. Dan sesuai dengan jadwal relawan pemerhati, hari ini Ida memang bertugas untuk melayani para pasien dan membantu  pekerjaan para perawat di sana. Mulai dari membuang air seni pasien, mengganti seprai, dan memberi obat merupakan jadwal rutinnya setiap hari Rabu, antara pukul 08.00 - 12.00.

 “Hari ini tidak seperti biasanya, tidak ada relawan lain yang datang selain saya,” ucap Ida. Ia menjelaskan, karena masih dalam suasana liburan sekolah, kebanyakan dari relawan menghabiskan waktu dengan keluarganya, “Beberapa dari mereka memiliih untuk berlibur dengan keluarga.” Ditanya mengapa tidak melakukan hal serupa, Ida pun menjawabnya sambil tertawa, “Anak-anak saya sudah besar, dan saya adalah ibu rumah tangga yang setiap hari bisa bertemu dengan mereka. Lagipula  jangankan uang untuk berlibur, memenuhi kebutuhan sehari-hari saja kami sudah susah,” jelasnya.

Ida memang hidup dalam kesederhanaan. Ibu tiga orang anak ini (Ignatius Herianto (21), Agustinus Suryanto (18), dan Melissa Puspita Sari (15) ini harus pintar-pintar mengatur keuangannya mengingat kondisi keuangannya yang tidak menentu . “Suami saya hanya seorang makelar mobil serabutan, jadi saya harus hemat dalam menggunakan uang,” ucap wanita yang saat ini tinggal bersama mertua dan dua iparnya di Jl. Beringin 4 No. 71 RT 16/RW 02, Sumur Bor, Jakarta Barat.

Setiap hari, setelah menyiapkan sarapan keluarga dan membersihkan rumah, Ida rutin berkunjung ke rumah sang bunda yang tidak jauh dari tempat tinggalnya, “Sekarang ini Mama tinggal sendirian, kakinya sudah tidak kuat berjalan karena dengkulnya sempat patah. Makanya saya datang untuk bantu Mama bersih-bersih rumah,” jelas Ida. Inilah kegiatan sehari-hari Ida, “Selain aktif di gereja, saat ini saya juga berusaha untuk meluangkan waktu di hari Rabu dan Sabtu untuk ikut kegiatan kemanusiaan Tzu Chi.”  

Cobaan Untukku
Betapa bahagianya Ida mendapatkan kesempatan untuk melakukan itu semua. Dengan tegar, anak pertama dari lima bersaudara ini menuturkan cobaan yang pernah menderanya beberapa tahun lalu. “Lima tahun lalu saya pernah menderita kanker serviks (kanker leher rahim -red) stadium 2 B. Tidak ada tanda yang jelas dari penyakit ini. Namun sekitar akhir tahun 2004, saya mulai heran mengapa setelah habis berhubungan badan dengan suami, vagina saya selalu mengeluarkan darah,” ucap Ida. Ida pun akhirnya memutuskan pergi berobat ke dokter umum di daerah Cengkareng Elok. Dan menurut dokter terjadi peradangan di dalam vaginanya. Vonis ini juga diperkuat dengan hasil pemeriksaan pap smear (screening untuk mendeteksi perubahan sel-sel yang terjadi di dalam serviks uterus) yang dilakukan Ida di Gereja, “Hasil pap smear, juga menunjukkan kalau ada peradangan di vagina saya.”

Kurangnya pengetahuan dan informasi, membuat Ida menyepelekan peradangan tersebut, “Maklumlah, saya tidak mengerti hal-hal seperti itu. Saya pikir cuma radang biasa.” Awalnya Ida berpikir kalau peradangan yang dideritanya akan sembuh dengan mengonsumsi obat-obatan yang diperolehnya dari dr Rustini (dokter umum yang mengobati Ida -red). Walaupun sudah berkali-kali mendapatkan obat, peradangan tersebut sama sekali tidak berkurang. Dan akhirnya dr Rustini merujuk Ida ke RS Dharmais untuk pemeriksaan lebih lanjut.

foto  foto

Ket : - Selain membantu pekerjaan perawat, Idawati juga melakukan kunjungan maupun sharing dengan para
           pasien. "Semoga mereka tidak patah semangat, dan selalu berusaha untuk kesembuhan mereka,"
           harap Ida. (kiri)
         - Idawati terharu ketika mengingat perjuangan yang dilakukan dalam menuju kesembuhanya. Awalnya Ida
           menganggap kanker serviks yang dideritanya hanya merupakan sakit biasa (radang). (kanan)

Apa yang ditakutkan pun terjadi, Tuhan memberi cobaan melalui kanker serviks yang berada di rahim Ida. “Dokter bilang sama saya, kalau rahim saya harus diangkat. Dan biaya operasi pengangkatan rahim itu sekitar 9 juta rupiah,” kenang Ida. Karena kekurangan biaya, Ida dan keluarga akhirnya memutuskan untuk menunda melakukan operasi. “Karena tabungan kami tidak cukup, akhirnya saya sempat berobat alternatif,” ucap Ida. Setelah lebih kurang dua bulan berobat, tiba-tiba pengobatan tempatnya berobat pindah alamat, dan mau tidak mau Ida pun terpaksa menghentikan pengobatan.

“Setelah berhenti berobat, lama-lama sering keluar cairan kental dan bening dari vagina. Makin lama semakin banyak, bahkan saya sampai memakai pembalut agar tidak tembus ke pakaian,” jelas Ida, yang mengaku memilih untuk tidak keluar rumah karena cairan yang sangat mengganggu tersebut.

Doaku Terjawab
Lebih kurang 2 bulan Ida harus merasakan kondisi tersebut. Mulai dari menggunakan pembalut, popok kain, hingga alas tidur plastik agar cairan yang keluar seperti menstruasi tersebut tidak mengenai pakaian ataupun tempat tidurnya. “Saya tidak merasakan sakit. Tapi cairan itu terus saja keluar,” ungkap Ida.

Selama sakit, Ida tidak pernah mengeluh. Bahkan ia berusaha untuk tidak memikirkan keadaan penyakitnya. “Saya tidak mau drop. Daripada saya sedih, lebih baik saya pasrah kepada Tuhan,” ungkap wanita yang mengaku semenjak sakit menjadi lebih dekat dengan Tuhan dan keluarga. Ida juga tidak pernah pesimis. Ia selalu yakin kalau dirinya bisa melewati cobaan yang diberikan Tuhan kepadanya. 

Kesabaran dan doa yang selalu dilantunkan Ida setiap malam akhirnya terjawab. Melalui Idayanti, adiknya, akhirnya Ida mengenal cinta kasih dari insan Tzu Chi Indonesia. Setelah melewati rangkaian pemeriksaan yang menghabiskan waktu lebih kurang 2 bulan, pada bulan Mei 2007 operasi pengangkatan kanker rahim Ida akhirnya berhasil dilakukan. “Dokter mengatakan kalau kanker saya sudah hilang, tapi dia berpesan agar saya rajin pap smear dan mengatur pola makan. Karena kanker bisa tumbuh kembali kalau kita tidak mencegahnya,” tutur Ida.

Rasa syukur Ida atas kesembuhannya diwujudkan ke dalam pelayanan gereja maupun kegiatan Tzu Chi. “Saya sangat berterima kasih kepada Tzu Chi. Sejak sakit saya sudah berniat, kalau saya sembuh saya akan mengabdikan diri sebagai relawan Tzu Chi, hingga saya sudah tidak bisa lagi melayani,” tegas Ida. Bagi wanita paruh baya ini, melayani kini menjadi bagian dari hidupnya. Ida sadar, dengan melayani ia belajar untuk bersyukur atas apa yang dimilikinya sekarang.    

 

Artikel Terkait

Pentingnya Relawan Pendamping (bagian 2)

Pentingnya Relawan Pendamping (bagian 2)

24 Agustus 2012 Lulu Shijie mengatakan bahwa  misi amal yang pertama kali di jalankan di Indonesia tahun 1993 sampai sekarang sudah semakin baik. Mulai dari dokumentasi sampai pada pendampingan relawan serta kunjungan kasih yang diadakan di semua wilayah membuktikan bahwa kinerja relawan yang semakin baik dan penuh perhatian terhadap Gan En Hu.
Melindungi Kehidupan, Melindungi Cinta Kasih

Melindungi Kehidupan, Melindungi Cinta Kasih

27 Juni 2013 Bila setiap orang memiliki cinta kasih yang tulus, mereka akan dapat menyumbangkan cinta kasih yang tulus pula, dengan demikian kita akan menghadirkan cahaya harapan di setiap pelosok dunia. Ini juga termasuk melindungi cinta kasih.
Gubernur Kalimantan Timur Apresiasi Kerja Kemanusiaan Tzu Chi Sinar Mas

Gubernur Kalimantan Timur Apresiasi Kerja Kemanusiaan Tzu Chi Sinar Mas

30 Agustus 2023

Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor melakukan kunjungan kerja ke Kantor Manajamen Sinar Mas di Desa Jak luay, Kecamatan Muara Wahau, Kutai Timur,  Kalimantan Timur, Rabu (23/8/23). 

Tak perlu khawatir bila kita belum memperoleh kemajuan, yang perlu dikhawatirkan adalah bila kita tidak pernah melangkah untuk meraihnya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -