Lebih Giat Lagi Berbuat Kebajikan

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Anand Yahya, Himawan Susanto, Pitra
 
foto

* Minggu, 18 Januari 2009, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mengadakan Pemberkahan Akhir Tahun 2008 dengan tema "Giat Mempraktikkan Ajaran Jing Si" di Aula RSKB Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta Barat.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, memasuki awal bulan pergantian tahun Imlek, insan Tzu Chi di seluruh dunia, termasuk Indonesia mengadakan acara “Pemberkahan Akhir Tahun” sebagai wujud rasa syukur atas berkah yang telah dicapai pada tahun yang telah berlalu, sekaligus menjadi bekal dalam menjalani tahun yang akan datang. Dengan tema “Giat Mempraktikkan Ajaran Jing Si”, para relawan Tzu Chi diharapkan dapat lebih banyak bersumbangsih dan berkegiatan dalam membantu sesama yang membutuhkan. Bukan hanya giat mendalami ajaran agama, melainkan juga harus menjalankan praktik nyata.
Seperti yang dikatakan Master Cheng Yen bahwa melantunkan dan membaca sutra (ajaran Buddha) saja belum cukup, karena hanya membuat kita memahami makna harfiahnya saja. Kita harus mendalaminya sehingga memahami kebenaran yang terkandung di dalamnya, barulah kita dapat mempraktikkannya di dunia ini.

‘Jing’ berarti keheningan batin, kondisi yang begitu hening dan tenang, dimana kita dapat sungguh-sungguh merenungkan jalan kebenaran. Inilah lahan pelatihan diri. Lahan pelatihan diri yang menekankan giatnya praktik di jalan kebenaran, senantiasa melatih sila (moralitas), konsentrasi, dan kebijaksanaan, serta mengikis ketamakan, kebencian, dan kebodohan. Dapat mengendalikan diri, rajin, hemat, dan menjaga kemurnian hati serta pikiran. Inilah yang menjadi tujuan sekaligus tantangan bagi setiap insan Tzu Chi di seluruh dunia. Jadi, mazhab Tzu Chi mengajarkan untuk melatih ke dalam batin dan juga berpraktik nyata di dalam kehidupan.

Kerja Keras Insan Tzu Chi di Indonesia
Minggu, 18 Januari 2009, bertempat di Aula RSKB Cinta Kasih Tzu Chi, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mengadakan acara Pemberkahan Akhir Tahun. Acara yang digelar dalam dua sesi ini (pagi dan siang), dihadiri oleh sekitar 2.500 peserta dari berbagai kalangan, seperti relawan, donatur, karyawan, dan juga masyarakat umum. Di sesi pertama, acara diperuntukkan untuk para karyawan, komite, relawan biru-putih, dan siswa Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi. Di sesi kedua, acara diperuntukkan bagi para donatur, relawan abu-putih, dan juga masyarakat umum.

Meski acara baru akan dimulai pada pukul 9 pagi, sejak pukul 07.30 WIB, para relawan dan panitia sudah berkumpul dan melakukan gladi resik agar acara pemberkahan dapat berjalan dengan semestinya. Menurut Wen-yu, ketua panitia, acara ini sudah dipersiapkan jauh-jauh hari –sekitar 2 bulan– sebelumnya, termasuk untuk peragaan isyarat tangan yang memang membutuhkan keserasian, kekompakan, dan keanggunan dalam setiap penampilannya. Terlebih dalam acara kali ini turut dipentaskan pertunjukan Drama Musikal Isyarat Tangan Sutra Amitartha bab “De Heng Bin” (Budi Pekerti) yang cukup tinggi tingkat kesulitannya. Menurut Li Chi-ying, relawan Tzu Chi yang menata koreografi gerakan tangan drama tersebut, salah satu kesulitannya adalah dimana selain gerakan isyarat tangan, para relawan Tzu Chi juga harus turut menyanyikannya di saat pementasan. “Kami latihan setiap Sabtu dan Minggu selama hampir 2 bulan,” terang Chi-ying.

foto  foto

Ket : - Pemberkahan akhir tahun kali ini terbilang spesial dan berbeda karena diadakannya Drama Musikal Isyarat
           Tangan Sutra Amitartha yang terbilang cukup tinggi tingkat kesulitannya. Para relawan berlatih keras hampir
           2 bulan lamanya. (kiri)
        - Muda-mudi Tzu Ch (Tzu Ching) juga berpartisipasi dengan mementaskan drama isyarat tangan "Masa
           Celengan Bambu". (kanan)

Pemilihan tema isyarat tangan ini sendiri adalah karena bab ini adalah inti dari Sutra Teratai yang paling penting. Dalam isyarat tangan ini ditekankan pelajaran tentang akhlak atau moral yang baik. Kemudian, Master Cheng Yen juga mengharapkan para relawan dapat mengerti arti dan makna dari pertunjukan ini, dan setelah mengerti, diharapkan dapat menyebarluaskan dan mempraktikkannya. “Jadi agar orang-orang bisa melihat dan mengerti,” ujar Chi-ying. Melihat demikian penting dan manfaat dari pertunjukan ini membuat Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia berniat mementaskan keseluruhan bab dalam sutra ini di Jakarta pada bulan Mei 2009.

Menghibur Sekaligus Menggugah
Dalam acara pemberkahan ini, acara dimulai dengan tayangan video kilas balik kegiatan-kegiatan kemanusiaan Tzu Chi di Indonesia. Menyusul kemudian pertunjukan tari dari anak-anak Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi yang mencerminkan keceriaan, cita-cita, dan harapan mereka. “Melihat mereka berekspresi, sama sekali tidak mencerminkan bahwa mereka adalah anak-anak yang pernah tinggal di bantaran Kali Angke,” kata Prijanto, Wakil Gubernur DKI Jakarta dalam sambutannya saat Perayaan Ulang Tahun Rusun Cinta Kasih Tzu Chi yang kelima, 25 Agustus 2008 lalu.

Pertunjukan drama isyarat tangan dari muda-mudi Tzu Chi (Tzu Ching) tentang “Masa Celengan Bambu” dan Drama Musikal Isyarat Tangan Sutra Amitartha mampu memberikan nuansa berbeda dalam acara ini. Sharing-sharing dari para penerima bantuan Tzu Chi, seperti Derato, Aan, Christopher, dan juga Dewi yang dipertemukan kembali dengan ayahnya membuat beberapa relawan dan undangan yang hadir menitikkan air mata dan berkaca-kaca karena terharu atas kesulitan, cobaan, dan usaha yang mereka alami dalam bangkit dalam keterpurukan. Atau, kisah Dewi yang akhirnya dapat dan mau bertemu kembali dengan ayahnya setelah hampir 20 tahun tak pernah berjumpa dan menaruh dendam karena ditelantarkan sejak kecil.

foto  foto

Ket : - Pimpinan Pondok Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman, Habib Saggaf turut hadir dalam acara Pemberkahan
           Akhir Tahun. (kiri)
        - Dua orang suster Katolik juga hadir dalam Pemberkahan Akhir Tahun Tzu Chi. Ini mencerminkan Tzu Chi
           yang lintas agama, ras, dan juga golongan. Tzu Chi terbuka untuk semua orang. (kanan)

Wujud Berbakti kepada Orangtua
Dalam kesempatan itu, ada pula pelantikan anggota Komite Kehormatan Tzu Chi yang menyumbangkan dana sebesar 1 juta dolar Taiwan (sekitar 350 juta rupiah). Ada yang mendanakan uangnya atas nama mereka sendiri, ada pula yang atas nama cucu, keluarga, dan bahkan almarhum orangtua mereka. Dana yang terkumpul ini rencananya akan digunakan untuk pembangunan gedung Yayasan Tzu Chi dan DAAI TV di Indonesia.

Salah seorang relawan yang mendanakan atas nama almarhum mamanya adalah Oey Hoey-leng. Menurut Hoey-leng, awalnya ia terinspirasi dari salah satu tayangan salah satu drama DAAI TV, dimana salah satu tokohnya mendanakan sejumlah uang dengan niat yang sangat besar dan hambatan yang tidak mudah. Mereka ada yang harus menabung sampai sedemikian rupa, dan bahkan ada yang sebagian meminjam dulu dari bank. “Jadi saya berpikir sumbangan seperti ini sangat baik, di samping berdana yang rutin. Salah satu tujuannya untuk kemanusiaan, dimana dana ini dijadikan capital expenditure (penyertaan modal –red) untuk pembangunan rumah sakit, gedung Tzu Chi, dan lainnya,” kata Hoey-leng.

foto  foto

Ket : - Anak-anak dan pendidikan adalah salah satu bentuk konsistensi Tzu Chi dalam membina warga
           Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi untuk menggapai hidup yang lebih baik. Anak-anak ini turut memeriahkan
           acara dengan menari dan menyanyi. (kiri)
        - Oey Hoey-leng, salah seorang relawan Tzu Chi yang mendonasikan dana komite kehormatan atas nama
           almarhum mamanya. Rasa cinta dan kekaguman terhadap sang mama membuatnya teringat untuk selalu
           berbakti kepada orangtua. (kanan)

Alasan kedua adalah berlatih untuk melepaskan, untuk tidak terikat dengan materi, dimana pada dasarnya di dunia ini tidak ada suatu apapun yang abadi. “Orang nggak punya duit berusaha keras untuk ngumpulin duit. Kalau sebenarnya kita ada, berani nggak kita ngelepas? Jadi problemnya kan berani nggak kita ngelepas?” tegasnya. Hoey-leng merasa banyak hal yang ia peroleh setelah 10 tahun lebih bergabung di Tzu Chi, salah satunya adalah pelajaran bahwa sebenarnya kebutuhan hidup manusia itu tidak begitu banyak, asal mau menerapkan pola hidup sederhana. “Saya sangat setuju dengan anjuran Master Cheng Yen untuk hidup sederhana, dan terkadang justru merasa malu kalau menengok ke belakang, karena kita dulu susah, ngeliat ini-itu kita beli. Tapi setelah sampai batas tertentu setelah kita jalanin, kita rupanya lupa bahwa hidup itu harusnya tidaklah demikian,” ungkap Hoey-leng. Dengan hidup sederhana, maka kita akan merasa nyaman dan tidak akan takut kekurangan. Tapi, pola hidup mewah justru membuat diri kita merasa tidak nyaman karena selalu diliputi kerisauan dan keinginan yang berlebihan. “Jadi kalau Master Cheng Yen bilang kita harus hidup sederhana, dan itu bisa jadi prinsip di Indonesia, maka nggak akan ada yang namanya orang kesusahan, karena akan banyak orang yang karena dia merasa nggak butuh banyak, maka dia mau berbagi,” kata Hoey-leng.

Dari semua alasan tersebut, yang menjadi alasan utama Hoey-leng adalah karena rasa cintanya yang mendalam terhadap orangtua, terutama mama. Mamanya, Tan Ay-nio (80) meninggal dua tahun lalu yang meninggalkan kenangan manis dan menumbuhkan prinsip-prinsip dalam kehidupannya. Hoey-leng mengenang, bagaimana kedua orangtuanya mendidik anak-anaknya, “Tidak banyak lewat kalimat yang diajarkan, tapi lewat tindakan, seperti jangan boros dan harus hemat. Hal ini yang tertanam dan menjadi budaya dalam keluarga. Jadi, pola hidup hemat bukan suatu hal yang sulit, menghargai berkah bukan hal yang sulit. Jadi saya pikir sifat-sifat yang diajarkan di Tzu Chi, tanpa saya sadari sebenarnya sudah ditanamkan oleh orangtua saya sejak kecil. Semoga apa yang saya lakukan ini bisa menanam berkah bagi beliau di kehidupan yang akan datang,” harap Hoey-leng.

foto  foto

Ket : - Sebelum dan sesudah acara dimulai, para peserta pemberkahan juga dapat membeli buku-buku karya
           Master Cheng Yen dan beragam produk kebutuhan dan aksesoris Tzu Chi lainnya. (kiri)
        - Rasa haru membuat undangan Pemberkahan Akhir Tahun menitikkan air mata setelah mendengar berbagai
          sharing dari para penerima bantuan Tzu Chi yang telah berhasil bangkit dari keterpurukan. (kanan)

Semasa kedua orangtuanya masih hidup, hubungan Hoey-leng pun dengan mereka sangat baik. Dalam setiap kesempatan, ia selalu memperhatikan dan mengunjunginya. “Saya juga berharap dana ini bisa bermanfaat, meski setitik kecil dari apa yang dibutuhkan di dalam masyarakat, tapi saya juga berharap ada suatu berkah cahaya dan benih cinta kasih yang betul-betul bisa berkembang, baik lewat rumah sakit yang dibangun, gedung DAAI TV, atau lainnya,” harap Hoey-leng.

Hampir senada dengan Hoey-leng, Like Hermansyah, relawan lainnya yang juga mendanakan hal serupa, menganggap bahwa ini merupakan salah satu cara untuk bersyukur dan juga belajar melepaskan diri dari kemelekatan terhadap kesenangan duniawi. “Saya merasa sebagai bagian dari Tzu Chi, terutama Indonesia, karena ini merupakan salah satu tanggung jawab saya sebagai insan Tzu Chi di Indonesia dimana saya harus berpartisipasi,” ucap Like mantap. Like pun merasa bahwa dengan mengikhlaskan sebagian hartanya, tidak akan membuatnya miskin, tapi justru membawa kebahagiaan yang luar biasa. Sedikit saran, Like mengajak semua orang yang suka berpergian keluar negeri untuk jalan-jalan ataupun berbelanja, lebih baik digunakan untuk hal-hal yang lebih berguna dan bermanfaat. “Semoga ini bukan yang terakhir dan kalau ada kesempatan saya ingin berbuat kebaikan yang sama lagi,” harapnya.

foto  

Ket : - Dalam kesempatan itu, para relawan dan masyarakat umum juga dapat menyerahkan celengan bambunya
           yang telah penuh terisi untuk disumbangkan ke Tzu Chi. Dari keping-keping logam ini, jika disatukan akan
           menjadi kekuatan besar yang dapat membantu sesama.

Lebih Giat Berbuat Kebajikan
Dalam sambutan acara Pemberkahan Akhir Tahun kali ini, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Liu Su-mei berterima kasih kepada semua relawan, karyawan, dan juga donatur yang telah bekerja dan bersumbangsih dengan tulus selama ini. Liu Su-mei juga berpesan agar para relawan Tzu Chi di Indonesia dapat lebih bersatu hati dan bekerjasama dengan baik di tahun yang akan datang, dimana pada bulan Agustus 2009 rencananya akan diadakan peletakan batu pertama Jing Si Tang (kantor Yayasan Buddha Tzu Chi dan DAAI TV Indonesia) di Jakarta.

Di tengah krisis finansial yang melanda dunia, sumbangsih insan Tzu Chi bukannya semakin surut, tetapi justru harus lebih ditingkatkan. “Tahun yang akan datang, tugas kita bukan akan semakin ringan tapi justru lebih banyak,” kata Sugiato Kusuma, Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Dengan krisis ini, maka diperkirakan jumlah pasien atau orang yang membutuhkan bantuan akan semakin banyak. “Jika tahun-tahun sebelumnya, baksos kesehatan diadakan 3-4 kali setahun, khusus tahun ini jumlahnya akan lebih banyak,” ujar Sugianto Kusuma. Para peserta yang juga memperoleh celengan bambu juga diajak untuk menyebarluaskan dan mengajak banyak orang untuk bersumbangsih. Bukan berapa besar jumlahnya yang dipentingkan, tapi keikhlasan dan cinta kasih yang ditanamnya. Mengutip dari pesan Master Cheng Yen, Sugianto Kusuma mengatakan, “Jika karma baik dapat terkumpul dengan banyak, maka akan menjadi kekuatan yang sangat besar dan membawa kedamaian bagi kita semua. Supaya negara kita bisa terhindar dari krisis dan juga bencana.”

 

Artikel Terkait

Namaskara: Bersatu dengan Rasa Nyaman dalam Barisan

Namaskara: Bersatu dengan Rasa Nyaman dalam Barisan

07 Mei 2024

Ritual Namaskara kembali diadakan oleh Tzu Chi Batam di lapangan Aula Jing Si. Sebanyak 218 orang peserta dari relawan Tzu Chi Batam dan masyarakat umum ikut serta mengikuti Ritual Namaskara dalam memperingati Hari Ulang Tahun Tzu Chi ke-58.

Merevolusi Mental Sesuai Dharma

Merevolusi Mental Sesuai Dharma

16 Juli 2014 Tzu Chi mendapat kunjungan dari siswa-siswi Sekolah Dhammasavana. Sebanyak 70 siswa dan 2 orang guru yang hadir merupakan siswa-siswi kelas sepuluh dan tengah menjalankan proses Masa Orientasi Siswa (MOS).
Pekan Amal Tzu Chi 2018: Sumbangsih untuk Tzu Chi Hospital

Pekan Amal Tzu Chi 2018: Sumbangsih untuk Tzu Chi Hospital

26 April 2018

Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia kembali menggelar Pekan Amal Tzu Chi tahun 2018 yang diselenggarakan pada Sabtu dan  Minggu, 21-22 April 2018 di basement Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Pekan amal ini menyediakan beragam kuliner vegetaris dan berbagai produk lainnya seperti barang kebutuhan pokok (beras minyak goreng, gula dan lainnya), perlengkapan rumah tangga, pakaian, hingga barang-barang elektronik.


Semua manusia berkeinginan untuk "memiliki", padahal "memiliki" adalah sumber dari kerisauan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -