Lebih Siap untuk Berkomitmen

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Dimin (He Qi Barat), Feranika (He Qi Utara), Hadi Pranoto
 
 

fotoPosan Shixiong (tengah) memperkenalkan Tim Relawan Bedah Buku dari He Qi Utara dan Barat. Kegiatan Bedah Buku merupakan cara yang tepat untuk lebih memahami dan mendalami Dharma Master Cheng Yen.

Mayoritas para peserta Pelatihan Abu Putih kali ini (2 Oktober 2011) adalah para relawan yang telah berkiprah lebih dari 1 tahun. Tidak sedikit di antara mereka yang sudah mulai berani memegang tanggung jawab dalam sebuah kegiatan. Keteguhan dan ketulusan mereka dalam menjalankan kegiatan-kegiatan kemanusian di Tzu Chi membuat mereka layak mengenakan seragam biru putih yang berarti harus lebih berkomitmen dan berani memikul tanggung jawab yang lebih.

 

Salah satunya adalah pasangan suami-istri Carolina Kurniawati dan Rudi Dharmawan. Relawan dari He Qi Barat ini mulai masuk ke Tzu Chi sejak bulan Juni 2010. “Awalnya saya duluan yang masuk, terus saya cerita ke suami tentang kegiatan-kegiatan Tzu Chi dan dia pun tertarik,” kata Carolina.

Lebih Mensyukuri Hidup
Awal mula Carolina tertarik dengan Tzu Chi adalah karena melihat tayangan drama di DAAI TV. Selama hampir 3-4 tahun dirinya menjadi pemirsa setia, barulah Carolina bertekad untuk menjadi relawan. Namun perjalanan untuk menjadi relawan ternyata cukup sulit baginya. Ia tidak tahu harus mencari dan mendaftar kemana. “Sampai ketika saat saya ke salon, saya melihat di salon itu ada celengan bambunya. Saya terus tanya sama pemilik salon itu darimana ia dapat celengan bambu itu,” kata Carolina mengenang. Oleh sang pemilik salon ia kemudian diberitahu alamat salah seorang relawan Tzu Chi di Citra Garden, Jakarta Barat. Tanpa menunggu lama, karyawati swasta ini pun segera menghampiri rumah relawan tersebut dan mengutarakan maksud kedatangannya.

“Kamu mau ikut kegiatan Tzu Chi?” tanya relawan itu. “Mau,” jawab Carolina. Sejak itulah, selain berdana Carolina pun mulai mengikuti kegiatan Tzu Chi, berawal dari kunjungan panti, pelestarian lingkungan, sampai survei pasien kasus dan kunjungan kasih. Bersama sang suami yang kemudian mengikuti jejaknya, mereka pun semakin mantap melangkah di jalan Tzu Chi. “Aku lihat ajarannya (Master Cheng Yen) ini masuk di akal, aku merasa pas,” ungkap Carolina. “Kalau di tempat ibadah kan sifatnya lebih banyak teori, nah di sini kita bisa praktikkan teori tersebut. Master Cheng Yen memang sangat pintar, beliau mengajari kita untuk bersyukur. Bersyukur itu susah ngajarinnya, tapi dengan melakukan survei pasien kasus kita jadi benar-benar dapat manfaatnya dan mensyukuri hidup kita,” kata Rudi Dharmawan.

Selain aktif mengikuti kegiatan, keduanya juga aktif untuk mengajak relawan lain mengikuti kegiatan Tzu Chi. Bermodalkan jadwal kegiatan Tzu Chi, keduanya mengunjungi rumah-rumah relawan lain. “Ada yang tadinya nggak mau atau kurang aktif jadi aktif karena didatengin. Ada yang berhasil dan ada juga yang nggak sih. Kita tiap bulan keliling, kadang ngasih buletin atau jadwal,” kata Carolina senang.

foto  foto

Keterangan :

  • Rudi Dharmawan dan istrinya Carolina merasa bahagia bisa bersumbangsih di Tzu Chi. Selain aktif mengikuti kegiatan Tzu Chi, keduanya juga rutin mengunjungi relawan lainnya untuk memberikan jadwal kegiatan maupun Buletin Tzu Chi. (kiri)
  • Mengikuti kegiatan Tzu Chi juga membawa perubahan hidup bagi keluarga ini. “Salah satunya lebih bersyukur. Kalau kita ada masalah setidaknya kita menganggap masalah kita itu nggak seberapa besar ketimbang mereka (para pasien kasus),” kata Carolina. (kanan)

Mengikuti kegiatan Tzu Chi juga membawa perubahan hidup bagi keluarga ini. “Salah satunya adalah lebih bersyukur. Kalau kita ada masalah setidaknya kita menganggap masalah kita itu nggak seberapa besar ketimbang mereka (para pasien kasus). Masalah hidup kita lebih ringan, yang susah lebih banyak kita anggap ‘susah gini aja kok masalah’,” kata Carolina. Rudi Dharmawan juga menambahkan bahwa ketika mengurus pasien, menangani, dan mengajaknya berobat terkadang di tengah jalan pasien tersebut meninggal, seringnya menangani kasus pasien seperti itu membuat dirinya lebih mengenal arti “ketidakkekalan”. “Mereka sakit, keluarganya juga susah, nggak punya penghasilan tetap, kadang rumah juga nggak punya. Nah itu baru masalah. Kita anggap masalah (kita) itu enteng, nggak membebani kita, nggak stres. Itu menurut saya bersyukur yang sebenarnya.”tambahnya

Perubahan sikap pun dirasakan oleh Carolina yang dulunya mengaku sering cepat “naik darah”. “Saya dulu orangnya galak, sembarangan. Istilahnya cuek, marah ya marah dan kalau ada apa-apa, saya langsung protes duluan. Tetapi saya lebih banyak diam sekarang dan bersabar. Memandang hidup lebih tenang dan nyaman,” kata Carolina sembari tersenyum.

Bedah Buku
Apakah Anda sering menerima undangan kegiatan Bedah Buku, baik via sms maupun melalui email dan Facebook? Bila benar, maka perlu diketahui ternyata undangan-undangan itu dibuat oleh tim relawan Bedah Buku yang bekerja keras untuk meningkatkan jumlah peserta (relawan dan masyarakat umum) dalam kegiatan mendalami Dharma Master Cheng Yen ini. Mulai dari menyebar undangan, mengundang nara sumber, dan sampai persiapan hari pelaksanaan itu dilakukan oleh mereka secara rutin dan konsisten. Salah satu relawan yang cukup aktif dan konsisten di kegiatan Bedah Buku ini adalah Sjukur Zhuang, yang menjadi peserta kegiatan pelatihan Relawan Abu Putih kali ini.

foto  foto

Keterangan :

  • Sjukur (paling kiri) bersama Ketua He Qi Utara Like Hermansyah dan relawan bedah buku lainnya tengah menyiapkan materi untuk dibawakan dalam training hari itu.(kiri)
  • “Setiap kali ikut bedah buku saya selalu terinspirasi. Walaupun tema sama, ikut di Barat dan Utara tetap dapat sesuatu. Mungkin ini paradigma ya, kalau kita lihat hal segala sesuatu secara positif kita pasti dapat,” tegasnya. (kanan)

Sjukur mengenal Tzu Chi pada akhir bulan Juli 2010. Awalnya Sjukur berobat ke dokter gigi di RSKB Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat. Oleh dokter yang menangani, dr. Felice, Sjukur kemudian diceritakan sekilas tentang Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Sjukur makin tertarik setelah mengetahui jika dr. Felice itu seorang Kristiani. “Saya jadi ingin tahu dan ambil buku profile mengenai Tzu Chi di resepsionis. Saya tanya bagaimana caranya bisa ikut Tzu Chi, lalu saya diberitahu kalau setiap pagi pukul 6, ada ceramah Master Cheng Yen. Saya dengar dan ini bagus,” kata Sjukur.

Sjukur mulai aktif di kegiatan Bedah Buku setelah ia mengetahui di Facebook ada undangan kegiatan acara tersebut. “Saya tanya sama relawan itu (Amelia Devina - red) apakah saya boleh ikut, dan oleh ia disuruh langsung datang saja,” kata Sjukur. Sjukur yang memang menyukai kegiatan seminar-seminar dan membaca buku ini merasa kegiatan Bedah Buku adalah sebuah tempat yang cocok untuknya. “Setelah datang ke bedah buku banyak hal lain yang saya dapat. Ini berbeda dengan apa yang pernah saya ikuti. Orang sharing inspiratif dalam hidupnya, kemudian bicara kebijaksanaan, aduh ternyata saya ini tidak ada apa-apanya selama ini. Saya mendapat banyak hal,” ungkapnya. Lambat laun dari hanya sebagai peserta, Sjukur pun mulai aktif terlibat di dalam kegiatan tersebut.

Bersama Posan Shixiong, Amelia Devina, Stephen Ang, Lo Wahyuni dan 10 relawan He Qi Utara lainnya, ia pun mulai mengembangkan kegiatan bedah buku dengan mengajak relawan-relawan dan masyarakat umum untuk ikut serta dalam kegiatan ini. “Saya ingin komunitas bedah buku di He Qi Utara bisa semakin berkembang, jadi kita selalu tingkatkan. Waktu saya masuk awalnya peserta sekitar 20-an dan pernah sampai 40-an orang. Jing Si Talk pernah dihadiri oleh 127 orang,” kata Sjukur, “Saya sangat fokus di jumlah orang yang datang. Tapi itu ada batasan, batasan tempat dan juga waktu. Sakarang saya fokus kepada mereka yang memang berhalangan untuk hadir. Yang datang saya serahin ke yang muda-muda, sekarang (tim) sudah lebih solid. Ada banyak relawan lain yang membantu. Saya fokus di mereka yang berhalangan atau nggak bisa datang. Karena itu saya fokus di Bedah Buku versi elektronik.” Menurut Sjukur, datang ke Bedah Buku secara langsung tentu memberikan hasil dan perasaan yang berbeda. “Kalau kita datang langsung itu feel-nya beda,” tegasnya. Namun menurutnya, ada juga orang yang tidak bisa hadir secara terus-menerus karena kesibukan dan keperluan lainnya. “Yang nggak bisa datang itu yang kemudian kita support dengan bedah buku elektronik,” katanya, “mereka yang di luar kota pun juga begitu.”

Sjukur dan Tim Relawan Bedah Buku lainnya kemudian mencoba membuat intisari dan foto-foto kegiatan bedah buku untuk dimasukkan di facebook. Selain itu, secara rutin juga ada tim yang menulis artikel dan foto untuk dimasukkan ke dalam Website Tzu Chi (www.tzuchi.or.id). “Saya berpikir bagaimana selain melihat foto-foto kegiatan mereka juga bisa dapat hasilnya. Makanya kita buat catatan. Nah inilah awalnya intisari Bedah Buku,” terang Sjukur.

Tim Bedah Buku kini tengah mencoba menghidupkan kegiatan Bedah Buku di He Qi lainnya. Tak heran jika ia sering mengikuti kegiatan bedah buku di He Qi lain, yaitu He Qi Barat. Sjukur mengaku tidak pernah bosan mengikuti kegiatan bedah buku. “Setiap kali ikut bedah buku saya selalu terinspirasi. Walaupun tema sama, ikut di Barat dan Utara tetap dapat sesuatu. Mungkin ini paradigma ya, kalau kita lihat hal segala sesuatu secara positif kita pasti dapat,” tegasnya.

 

  
 

Artikel Terkait

Tzu Chi Gelar Kegiatan Donor Darah di Tanjung Batu

Tzu Chi Gelar Kegiatan Donor Darah di Tanjung Batu

05 April 2023

Tzu Chi anjung Batu bekerja sama dengan Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) dan Palang Merah Indonesia (PMI) Kecamatan Kundur mengadakan donor darah.

Berbagi Kasih di Bulan Ramadan

Berbagi Kasih di Bulan Ramadan

30 September 2010
Rombongan Tzu Chi bergerak ke Panti Sosial Tresna Wreda di Natar Lampung Selatan. Di sana mereka disambut gembira oleh opa dan oma yang sudah menunggu kedatangan Tzu Chi.
Lebih mudah sadar dari kesalahan yang besar; sangat sulit menghilangkan kebiasaan kecil yang buruk.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -