Letusan Merapi : Gambaran Alam Tak Menentu
Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Apriyanto Para relawan berkomunikasi dengan para keluarga korban meninggal. Dalam kesempatan itu para relawan Tzu Chi menyapaikan keprihatinannya atas musibah yang menimpa korban. |
| ||
Inilah yang terjadi pada Selasa 26 Oktober 2010, semburan awan panas tiba-tiba bergerak dengan cepat tanpa memberi kesempatan bagi masyarakat untuk berkemas, hingga menyapu semua yang ada di desa dan meninggalkan kepedihan, serta air mata. Begitu Cepat Kejadian yang menyedihkan ini juga dialami oleh Arif Chandra dan Wahyu Nur Irawan. Kala itu saat aparat mengumumkan situasi awas bagi Merapi, Arif dan Wahyu segera bergegas untuk menuju Desa Ngerangkak untuk menjemput kakek dan nenek mereka. Dalam waktu yang sangat singkat Arif dan Wahyu langsung mengusung kekek, nenek mereka untuk menumpang sebuah mobil. Dan mereka sendiri berniat menyelamatkan diri dengan sebuah sepeda motor. Namun yang terjadi berada diluar dugaan mereka. Awan panas itu dengan cepat menerjang Arif dan Wahyu lantaran mereka menghilangkan kunci motor, sehingga mereka kehilangan beberapa detik menguntungkan.
Keterangan :
Beberapa jam kemudian setelah debu panas itu mereda, tim relawan dari Komunitas Lereng Merapi segera melakukan penyisiran untuk menemukan korban semburan awan panas. Di saat itulah Arif, Wahyu, Pujomiono, beserta istrinya ditemukan dalam keadaan kritis. Dengan penanganan yang cepat Arif, Wahyu, dan istri Pujomiono dilarikan ke RSUP Sardjito. Sedangkan Pujomiono sendiri dilarikan ke Rumah Sakit Bethesda. Namun takdir berkata lain, saat Pujomiono masih terbaring lemah di ruang ICU, istrinya meninggal pada Rabu pagi. Semua ini tidak hanya menjadi derita Pujomiono, tetapi juga bagi banyak orang. Bahwa alam terus bergejolak dan tidak lagi bersahabat dengan manusia. Merapi yang seharusnya memiliki siklus letusan setiap 5 tahun atau 8 tahun sekali, kini baru 4 tahun dari letusan tahun 2006, gunung teraktif di Indonesia itu mulai kembali mengamuk. Jika dahulu pergerakan awan panas dapat diperkirakan oleh warga, kini letusan itu bisa datang dengan tiba-tiba tanpa adanya tanda-tanda. “Dulu kita bisa tahu awan panas itu turun dan arahnya kemana. Sekarang belum kita siap berkemas awan panas sudah turun ke desa,” kata Warjiah salah seorang warga yang berhasil menyelamatkan diri. Akhirnya dengan menyadari kelemahan diri manusia dan kesadaran akan kuasa alam yang maha dahsyat, manusia selayaknya menjadikan alam sebagai sahabat, bukan sebagai lawan atau sesuatu yang terus dieksploitasi.
Keterangan :
Seuntai Kasih Bagi Para Korban Sesungguhnya korban meninggal akibat erupsi Merapi sebanyak 32 orang, tapi anggota keluarga yang berhasil ditemukan hanya 20. Selain itu relawan Tzu Chi juga mendatangi korban luka bakar yang dirawat di Rumah Sakit Sardjito dan Bethesda untuk diberikan santunan. “Apa yang dirasakan oleh bapak dan ibu juga dirasakan oleh kami. Semoga keluarga yang ditinggalkan mendapatkan ketabahan walaupun di dunia ini tak ada yang kekal. Semoga ke depannya kita lebih berhati-hati, lebih mendekatkan diri pada alam, bahwa alam ini tidak bisa kita lawan, lebih baiknya kita menghindar dan menghormati bumi kita serta menjaga kelestariannya,” kata Agus. | |||
Artikel Terkait
16 Unit Rumah di Cilangari Segera Rampung
08 April 2019Potret kemiskinan dan hidup sengsara tak harus terucap dalam keluhan. Semisal, Ecep ini, pahit getirnya hidup tak membuatnya menengadahkan tangan meminta belas kasihan. Ia tetap hidup apa adanya hingga program bedah rumah Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia menyeleraskan angan-angan Ecep untuk meneduhkan rumahnya.
Menanamkan Semangat Berbagi Melalui Celengan Bambu
16 Januari 2014 Dalam penjelasan misi amal melalui celengan bambu ini, para siswa tidak hanya diajak untuk bersumbangsih dana kecil namun juga diajak untuk ikut menjadi relawan informasi bagi Tzu Chi.Berbagi Kasih dengan Anak Panti Asuhan Putera Muhammadiyah Medan
19 Juni 2017Relawan Tzu Chi Medan Timur berbuka puasa bersama 56 orang anak di Panti Asuhan Putera Muhammadiyah. Acara buka puasa ini digelar pada Selasa, 13 Juni 2017 dan diikuti sebanyak 21 relawan.