Letusan Merapi : Gambaran Alam Tak Menentu

Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Apriyanto
 
 

fotoPara relawan berkomunikasi dengan para keluarga korban meninggal. Dalam kesempatan itu para relawan Tzu Chi menyapaikan keprihatinannya atas musibah yang menimpa korban.

Sejak beberapa hari yang lalu Gunung Merapi yang terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta terus menunjukkan keaktifannya. Bahkan dalam waktu singkat status Merapi berubah begitu cepat dari siaga menjadi awas. Namun kondisi Merapi yang selalu ditutupi oleh kabut tebal, membuat banyak masyarakat menjadi tidak tahu detik-detik gunung itu mulai meletupkan awan panas.

Inilah yang terjadi pada Selasa 26 Oktober 2010, semburan awan panas tiba-tiba bergerak dengan cepat tanpa memberi kesempatan bagi masyarakat untuk berkemas, hingga menyapu semua yang ada di desa dan meninggalkan kepedihan, serta air mata.

Begitu Cepat
Sore itu di Desa Ngerangkak di kaki Gunung Merapi, Pujomiono masih saja sibuk mengawasi ternak dan ladangnya yang terletak di belakang rumah. Namun saat sore menjelang mahgrib, Pujomiono mendengar gemuruh datang dari arah gunung menuju belakang rumahnya. Saat ia merasakan hawa panas dan deru itu semakin kuat hingga menimbulkan suara pepohonan tumbang, Pujo lantas berteriak memerintahkan istrinya yang juga bernama Pujomiono untuk melarikan diri. Tetapi belum sempat jauh meninggalkan rumah, awan panas itu telah menerjang tubuh mereka. Pujomiono terjatuh di jalan dekat rumahnya, dengan luka bakar sebanyak 70%. Sedangkan istrinya terjatuh tak jauh dari samping rumah, dengan luka bakar hingga 90% dan patah pada lengan dan ruas pangkal paha.

Kejadian yang menyedihkan ini juga dialami oleh Arif Chandra dan Wahyu Nur Irawan. Kala itu saat aparat mengumumkan situasi awas bagi Merapi, Arif dan Wahyu segera bergegas untuk menuju Desa Ngerangkak untuk menjemput kakek dan nenek mereka. Dalam waktu yang sangat singkat Arif dan Wahyu langsung mengusung kekek, nenek mereka untuk menumpang sebuah mobil. Dan mereka sendiri berniat menyelamatkan diri dengan sebuah sepeda motor. Namun yang terjadi berada diluar dugaan mereka. Awan panas itu dengan cepat menerjang Arif dan Wahyu lantaran mereka menghilangkan kunci motor, sehingga mereka kehilangan beberapa detik menguntungkan.

foto  foto

Keterangan :

  • Siatuasi saat pemakaman masal. Sebanyak 20 korban meninggal akibat erupsi Merapi di makamkan di pemakaman umum Umbulrejo. (kiri)
  • Para relawan melakukan survei ke lokasi desa yang terkena semburan awan panas. Awan panas yang mencapai 1000 derajat telah menumbangkan dan menghanguskan pepohonan. (kanan)

Beberapa jam kemudian setelah debu panas itu mereda, tim relawan dari Komunitas Lereng Merapi segera melakukan penyisiran untuk menemukan korban semburan awan panas. Di saat itulah Arif, Wahyu, Pujomiono, beserta istrinya ditemukan dalam keadaan kritis. Dengan penanganan yang cepat Arif, Wahyu, dan istri Pujomiono dilarikan ke RSUP Sardjito. Sedangkan Pujomiono sendiri dilarikan ke Rumah Sakit Bethesda. Namun takdir berkata lain, saat Pujomiono masih terbaring lemah di ruang ICU, istrinya meninggal pada Rabu pagi.

Semua ini tidak hanya menjadi derita Pujomiono, tetapi juga bagi banyak orang. Bahwa alam terus bergejolak dan tidak lagi bersahabat dengan manusia. Merapi yang seharusnya memiliki siklus letusan setiap 5 tahun atau 8 tahun sekali, kini baru 4 tahun dari letusan tahun 2006, gunung teraktif di Indonesia itu mulai kembali mengamuk.

Jika dahulu pergerakan awan panas dapat diperkirakan oleh warga, kini letusan itu bisa datang dengan tiba-tiba tanpa adanya tanda-tanda. “Dulu kita bisa tahu awan panas itu turun dan arahnya kemana. Sekarang belum kita siap berkemas awan panas sudah turun ke desa,” kata Warjiah salah seorang warga yang berhasil menyelamatkan diri. Akhirnya dengan menyadari kelemahan diri manusia dan kesadaran akan kuasa alam yang maha dahsyat, manusia selayaknya menjadikan alam sebagai sahabat, bukan sebagai lawan atau sesuatu yang terus dieksploitasi.

foto  foto

Keterangan :

  • Sebagai tanda belasungkawa, para relawan Tzu Chi memberikan bantuan dukacita kepada keluarga korban yang meninggal dan juga mereka yang tengah dirawat di rumah sakit. (kiri)
  • Salah satu korban yang tengah dirawat di rumah sakit, karena luka bakar yang dideritanya. (kanan)

Seuntai Kasih Bagi Para Korban
Setidaknya itulah yang layak dipetik dari setiap bencana alam. Bahwa alam memiliki kekuatannya sendiri diluar batas manusia. Dan pesan ini juga disampaikan oleh Agus Rijanto, relawan Tzu Chi  saat menyerahkan santunan kepada 20 keluarga korban meninggal.

Sesungguhnya korban meninggal akibat erupsi Merapi sebanyak 32 orang, tapi anggota keluarga yang berhasil ditemukan hanya 20. Selain itu relawan Tzu Chi juga mendatangi korban luka bakar yang dirawat di Rumah Sakit Sardjito dan Bethesda untuk diberikan santunan. “Apa yang dirasakan oleh bapak dan ibu juga dirasakan oleh kami. Semoga keluarga yang ditinggalkan mendapatkan ketabahan walaupun di dunia ini tak ada yang kekal. Semoga ke depannya kita lebih berhati-hati, lebih mendekatkan diri pada alam, bahwa alam ini tidak bisa kita lawan, lebih baiknya kita menghindar dan menghormati bumi kita serta menjaga kelestariannya,” kata Agus.

  
 

Artikel Terkait

16 Unit Rumah di Cilangari Segera Rampung

16 Unit Rumah di Cilangari Segera Rampung

08 April 2019

Potret kemiskinan dan hidup sengsara tak harus terucap dalam keluhan. Semisal, Ecep ini, pahit getirnya hidup tak membuatnya menengadahkan tangan meminta belas kasihan. Ia tetap hidup apa adanya hingga program bedah rumah Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia menyeleraskan angan-angan Ecep untuk meneduhkan rumahnya.

 

Menanamkan Semangat Berbagi Melalui Celengan Bambu

Menanamkan Semangat Berbagi Melalui Celengan Bambu

16 Januari 2014 Dalam penjelasan misi amal melalui celengan bambu ini, para siswa tidak hanya diajak untuk bersumbangsih dana kecil namun juga diajak untuk ikut menjadi relawan informasi bagi Tzu Chi.
Berbagi Kasih dengan Anak Panti Asuhan Putera Muhammadiyah Medan

Berbagi Kasih dengan Anak Panti Asuhan Putera Muhammadiyah Medan

19 Juni 2017

Relawan Tzu Chi Medan Timur berbuka puasa bersama 56 orang anak di Panti Asuhan Putera Muhammadiyah. Acara buka puasa ini digelar pada Selasa, 13 Juni 2017 dan diikuti sebanyak 21 relawan.

Memiliki sepasang tangan yang sehat, tetapi tidak mau berusaha, sama saja seperti orang yang tidak memiliki tangan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -