Lingkungan Sehat, Jauh dari Bencana

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 

fotoSebanyak 200 anggota PMR dari 40 sekolah se-Jakarta Barat melakukan kunjungan ke Sekolah Cinta Kasih dan Posko Daur Ulang Tzu Chi pada Sabtu, 7 November 2009. Tujuannya agar para siswa ini dapat melihat langsung dan mempraktikkannya di sekolah masing-masing.

 

Apakah ada hubungannya antara menjaga kebersihan lingkungan dengan pencegahan bencana? Keduanya seperti jauh berbeda, namun sebenarnya memiliki kaitan erat yang sangat penting. Salah satu contohnya adalah dalam hal kebiasaan membuang sampah. Ketika masyarakat membuang sampah sembarangan ke sungai dan tanah kosong, maka yang terjadi adalah penumpukan sampah di sungai yang akan menghambat jalannya air. Maka saat musim penghujan tiba, air sungai akan meluap ke jalan-jalan dan perumahan akibat terhambatnya jalan air menuju ke laut. Belum lagi dengan merebaknya bibit penyakit yang diakibatkan dari tumpukan sampah yang menggunung. Semua itu bukti nyata bahwa masalah kebersihan sangat penting dalam kehidupan manusia.

 

Pemahaman dan kesadaran inilah yang diinginkan oleh PMI Jakarta Barat ketika melakukan kunjungan ke Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat dan juga Posko Daur Ulang Tzu Chi pada hari Sabtu, 7 November 2009. Sebanyak 200 siswa-siswi yang merupakan anggota Palang Merah Remaja (PMR) dari 40 sekolah –SMP, SMA, dan SMK– di Jakarta Barat ini tidak hanya memperoleh teori, tetapi juga melihat langsung bukti nyata dan mempraktikkannya langsung. “Bagus banget! (Saya) sempat juga speechless, ternyata masih ada sekolah yang peduli sama hal-hal seperti ini,” kata Nurul Hidayah, siswi kelas 2 SMAN 95 Jakarta Barat saat melakukan pemilahan sampah di Posko Daur Ulang Tzu Chi. Menurut Nurul, kegiatan seperti itu sangat bagus dan perlu disosialisasikan ke sekolah-sekolah lainnya di Jakarta. “Soalnya dengan cara seperti ini bisa mengurangi volume sampah. Jakarta kan dah kotor banget,” tandasnya.

 

foto  foto

Ket: - Para anggota PMR ini juga mendapatkan pertunjukan budaya humanis Tzu Chi, shou yu, yang berjudul "           "Wariskan Sebuah Dunia yang Bersih" dari siswa-siswi SD Cinta Kasih. (kiri)
       - Eko Raharjo, guru Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi tengah memberikan penjelasan tentang misi pelestarian           lingkungan Tzu Chi, yang juga diterapkan di Sekolah Cinta Kasih. (kanan)

Mengapa Sekolah Cinta Kasih?
Sejak pukul 8 pagi, ratusan anak dengan kaus seragam bertuliskan “Reduce, Reuse, and Recycle” ini sudah berkumpul dan berbaris rapi di halaman Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi. Dengan dipandu siswa-siswi Sekolah Cinta Kasih yang menjadi mentor sekaligus pemandu mereka, siswa-siswi ini memasuki ruang aula Sekolah Cinta Kasih.

Di sinilah para siswa-siswi yang aktif dalam kegiatan kemanusiaan dan kesehatan di sekolahnya ini mendapatkan gambaran lengkap tentang daur ulang dan kegiatan pelestarian lingkungan di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi. Dijelaskan oleh Syaharibu, salah seorang guru Sekolah Cinta Kasih tentang kebiasaan siswa-siswinya yang selalu membawa sampah daur ulang setiap hari Selasa dan Jumat. “Bukan hanya para murid, tapi juga guru,” tegas Syaharibu. Tujuannya bukanlah untuk mengumpulkan sampah (daur ulang) sebanyak-banyaknya ke sekolah, dan kemudian dijual. Tujuan paling penting adalah bagaimana membiasakan para siswa Sekolah Cinta Kasih yang mayoritas adalah warga Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi juga dapat menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. 

Ada alasan mengapa Sekolah Cinta Kasih dijadikan tujuan kunjungan bagi para siswa anggota PMR se-Jakarta Barat ini. Selain dianggap sebagai salah satu sekolah yang sudah menerapkan program pelestarian lingkungan, Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi juga merupakan sebuah model sekolah yang layak ditiru dalam hal kebersihan dan kedisiplinan. “Awalnya sebenarnya kita mau adakan penanaman mangrove, tapi kita melihat masih ada masalah (kebersihan) juga di sekolah. Kita kemudian mempelajari dan lihat literatur juga ternyata Buddha Tzu Chi pernah mengadakan kegiatan seperti ini untuk sekolah-sekolah. Saya pikir di Indonesia belum ada yang menjadi model seperti ini,” kata Rano, Koordinator Pengurangan Resiko Berbasis Masyarakat, PMI Jakarta Barat.   

Menurut Rano, sebagai organisasi yang berlandaskan kemanusiaan, PMI juga menganggap penting tentang pelestarian lingkungan sebagai langkah preventif terhadap bencana. Sejak setahun lalu, PMI mulai menyosialisasikan tentang lingkungan, masalah global warming, dan langkah-langkah pencegahannya. “Sebenarnya sih nggak bisa langsung ke dampak pengurangan resiko, tetapi kepada sikapnya. Kalau dengan sikap (anggota) PMR ini yang peduli lingkungan, kemudian mereka bisa sebarkan ini ke teman-teman dan lingkungannya, sekolah dan keluarga, maka ini dapat mendorong orang untuk mencintai lingkungan,” kata Rano.

foto  foto

Ket: - Di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, setiap murid harus membawa alat makan dan minum sendiri. Tujuannya            adalah meminimalisir sampah di sekolah. (kiri)
       - Memilah sampah daur ulang menjadi pengalaman pertama yang mengesankan bagi para anggota PMR se-           Jakarta Barat ini. Mereka kini tahu bahwa banyak jenis sampah yang bisa dimanfaatkan kembali. (kanan)

Pengalaman Pertama yang Berkesan
Setelah mendapatkan penjelasan tentang misi pelestarian lingkungan yang dilakukan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, yang juga diterapkan oleh para siswa-siswi Sekolah Cinta Kasih, rasanya harapan dan pandangan ini tak berlebihan. Eko Raharjo, salah seorang guru Sekolah Cinta Kasih dengan gamblang menjelaskan tentang pentingnya menjaga lingkungan, pemanfaatan sampah daur ulang, dan langkah-langkah yang dilakukan untuk meminimalisir sampah di sekolah. Salah satunya adalah penggunaan alat makan dan minum oleh para siswa yang akan jajan di kantin. Ada aturan tegas yang melarang untuk melayani pembeli (siswa-siswi) yang tidak membawa peralatan makan mereka. “Kita bayangkan, kalau setiap anak membeli minuman dan menggunakan plastik, maka kalau ada 300 anak yang jajan, maka akan ada berapa sampah plastik yang dihasilkan,” kata Eko.

Selain teori, para anggota PMR se-Jakarta Barat ini juga melakukan praktik pemilahan sampah di Posko Daur Ulang Tzu Chi. Di tempat ini, mereka dapat mengetahui berbagai jenis sampah yang bisa didaur ulang. Kegiatan ini memberi pengalaman yang berkesan bagi mereka, salah satunya Rima, siswi SMAN 95, Jakarta Barat, “Ini pengalaman pertama. Saya senang soalnya bisa ikut membantu membuang sampah dan membersihkan Jakarta juga sehingga terhindar dari banjir. Kalau ada kesempatan, saya akan kasih tahu dan sosialisasikan juga ke teman-teman.” Senada dengan temannya, Hesti merasa kegiatan ini sangat bagus, “Kita jadi tahu cara untuk menanggulangi sampah. Kalau masyarakat tidak lagi membuang sampah sembarangan di sungai, maka bencana banjir di Jakarta bisa kita cegah.”

 

foto  foto

Ket: - Siswa Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi melayani tamunya dengan penuh hormat dan santun. Seusai memilah            sampah, mereka mencuci tangan dengan air dan lap yang telah disediakan siswa Sekolah Cinta Kasih. (kiri)
       - Di penghujung acara, para peserta dengan dipandu siswa-siswi Sekolah Cinta Kasih melakukan isyarat            tangan "Sebuah Dunia yang Bersih". (kanan)

Tidak semua yang hadir adalah para siswa sekolah, tapi juga para mahasiswa yang juga merupakan relawan Palang Merah Indonesia (PMI) Jakarta. Salah satunya adalah Jonathan, mahasiswa Universitas Kristen Kridawacana (UKRIDA) Jakarta yang mengaku sangat terkesan dengan kegiatan di Posko Daur Ulang Tzu Chi ini. “Acaranya sangat bagus, bisa share. Ternyata sampah itu bisa berguna ya. Sampah kan hanya beberapa yang kita tahu bisa didaur ulang, tapi sekarang ternyata saya tahu banyak macamnya. Bukan cuma kertas saja, tapi juga botol, dan bisa dijadikan uang untuk membantu orang lain,” kata pemuda yang aktif di PMR semasa SMA dulu.

Menurut Jonathan, kegiatan ini juga merupakan sarana efektif untuk menyosialisasikan kepada para siswa lainnya di sekolah-sekolah, “Kita kan bisa bisa share dan bilang ke teman-teman, dan ini pasti ada dampaknya.” Dengan mencintai lingkungan dan kebersihan, maka siswa pun akan memiliki rasa cinta terhadap sekolah dan lingkungannya. “Selama ini kan banyak sekolah yang temboknya dicoret-coret, kesannya mereka nggak (ada rasa) memiliki sekolah itu,” ujarnya. Jonathan sendiri memilih bergabung dengan PMR karena niatnya untuk membantu sesama yang membutuhkan. Ia juga mengaku tertarik dengan kegiatan pelestarian lingkungan, seperti penanaman mangrove yang dilakukannya bersama teman-teman dan adik-adik kelasnya di kawasan PIK, Jakarta Utara. “Jadi, sering-sering (Tzu Chi) mensosialisasikan tentang hal ini (daur ulang dan pelestarian lingkungan –red) supaya masyarakat lebih banyak yang tahu,” katanya memuji.

 

 

 

 

 
 

Artikel Terkait

 “Wati: Malaikat  Tak  Bersayap”

“Wati: Malaikat Tak Bersayap”

04 April 2022
Wati (32), warga Desa Rukun Damai, Bagan Jaya, Elok, Riau merawat tiga orang buah hatinya yang mengalami keterbatasan fisik. Suhariadi (42), (suami Wati) juga mengalami gangguan pendengaran, sehingga sulit berkomunikasi dengan orang lain.
Suara Kasih: Menyebarkan Cinta Kasih

Suara Kasih: Menyebarkan Cinta Kasih

29 September 2011 Saya sangat berterima kasih kepada mereka. Karena berasal dari negara yang berbeda, tentu saja ada hambatan dalam berkomunikasi. Meskipun mereka bisa melihat semua yang berlangsung di ruang kelas, namun tanpa terjemahan mungkin akan sulit bagi mereka untuk memahami apa yang dibicarakan di depan.
Kebahagiaan Menjelang Imlek

Kebahagiaan Menjelang Imlek

12 Februari 2010
Hari itu, para relawan melakukan kunjungan kasih yang rutin dilakukan sebulan sekali, dan juga membagikan paket cinta kasih kepada para penerima bantuan Tzu Chi agar mereka dapat merayakan hari raya Imlek dengan penuh sukacita.
Mendedikasikan jiwa, waktu, tenaga, dan kebijaksanaan semuanya disebut berdana.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -