Makna Tiga Tiada

Jurnalis : Suyanti Samad (He Qi Pusat), Fotografer : Dr Ong, Halim Kusin (He Qi Barat)

Pada acara Pemberkahan Akhir Tahun 2015, relawan Tzu Chi memeragakan isyarat tangan "Tiga Tiada" kepada para penonton yang hadir.

Setiap awal tahun, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia selalu mengadakan acara Pemberkahan Akhir  Tahun sebagai ungkapan syukur dan terima kasih atas kontribusi dari para relawan, donatur, dan masyarakat umum yang selalu setia mendukung setiap kegiatan kemanusiaan Tzu Chi di Indonesia. Acara dilaksanakan selama 2 hari yaitu Sabtu 16 Januari 2016 dan Minggu 17 Januari 2016 di Aula Jing Si Lantai 4, Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, dengan tema "Jalan cinta kasih terbentang seluas alam semesta, Jalinan kasih bertahan untuk selamanya".

Dalam acara, para relawan Tzu Chi juga memeragakan isyarat tangan “Tiga Tiada” (Di dunia ini tiada yang tak ku kasihi, di dunia ini tiada yang tak kupercaya dan di dunia ini tiada yang tak ku maafkan). Judul ini dipilih karena mengingat pada tahun 1998, di Indonesia terjadi kerusuhan dan penjarahan hampir di seluruh kota besar. Suasana pada masa itu sangat tidak kondusif. Banyak orang yang tidak berdosa menjadi korban. Hal ini juga menimbulkan rasa kebencian, ketakutan, dan kerisauan di setiap masyarakat Indonesia. Untuk menguraikan tali kebencian, kerisauan, kegelisahan, Master Cheng Yen dengan ‘tiga tiada’, kasih sayang tak terbatas dan abadi, memberikan bantuan paket sembako dan benih butiran beras cinta kasih kepada masyarakat Jakarta. 

Sebanyak 49 orang relawan berpartisipasi dalam pementasan tersebut. Salah satunya ialah Wie Sioeng, relawan yang tinggal di daerah Kelapa Gading, Jakarta Utara yang aktif di Misi Amal Tzu Chi. “Selama ini saya banyak aktif di misi amal, untuk semua makhluk kita harus mempunyai rasa cinta kasih besar. Untuk berinteraksi dengan sesama relawan kita harus mempunyai rasa maaf yang besar. Yang paling penting kita harus mempunyai rasa kebersamaan bahwa ini Tzu Chi, ini jalan kita semua,” tutur  Wie Sioeng (46) memaknai isyarat tangan “Tiga Tiada” (Pu Tien San Wu).

Wie Sioeng, fungsional Amal di komunitas He Qi Timur, menjelaskan, “Di misi amal, kita tidak bisa mencurigai seseorang, kita harus punya kasih, rasa cinta yang kita berikan, dan rasa percaya kita kepada pasien kita, pada saat kita melakukan survei, saat kita melakukan kunjungan kasih, dan saat penanganan pasien. Terhadap relawan juga sama, bagaimana kita berinteraksi, bagaimana kita rasa percaya, bagaimana kita mencintai, bagaimana kita membentuk rasa kebersamaan.”

Bagi Wie Sioeng, untuk mendalami isyarat tangan ‘Tiga Tiada’ sangat berat, karena kendala bahasa. Untuk bisa menjiwai arti gerakan isyarat tangan, biasanya ia lebih dulu mendengar lagunya, hingga saat dalam hati timbul rasa kesejukan, sehingga dapat mengikuti ritme lagu, dengan gerakan tangan yang indah.

Bagi Marisa (Tengah bawah), ‘Tiga Tiada’ adalah sebagai rasa haru dan cinta kasih universal, hingga tebersit dalam benaknya sosok Master Cheng Yen.

Bagi Wie Sioeng, untuk mendalami isyarat tangan ‘Tiga Tiada’ ini sangat berat, karena ia tidak bisa berbahasa Mandarin, baik baca ataupun bicara. Untuk bisa menjiwai arti gerakan isyarat tangan, biasanya ia lebih dulu mendengar lagunya, hingga saat dalam hati timbul rasa kesejukan sehingga dapat mengikuti ritme lagu, dengan gerakan tangan yang indah.

Demikian juga bagi relawan Tzu Chi lainnya, Marisa (26). Baginya  ‘tiga tiada’ adalah sebagai rasa haru dan cinta kasih universal, hingga tebersit dalam benaknya sosok Master Cheng Yen. “Walau tidak mudah, tetapi dengan tekad dalam hati, diri ini harus dapat melakukan tiga tiada ini,” terang Marisa. Bagi Marisa, tiga tiada itu bukanlah sesuatu yang harus dicoba dan dapat langsung terealisasi. Itu adalah suatu proses pembelajaran, proses perjalanan, juga proses pelatihan untuk menyerap dan mendalami makna ‘tiga tiada’. “Saat bergabung dengan Tzu Chi, tiada yang kucintai, berusaha memandang semua orang adalah setara, semua memiliki sifat Kebuddhaan, semua adalah guru untuk kita belajar. Kadang ketemu dengan seseorang yang membuat kita kesal, kita akan marah sesaat. Karena kita sudah belajar maka tiada yang tak kumaafkan, kita belajar untuk memaafkan. Dengan demikian, diri sendiri tidak menumpuk kerisauan dalam hati,” jelas Marisa yang baru dilantik menjadi komite pada tahun 2015 kemarin.

“Ada satu lirik dari lagu ini, ‘Lepaskan risau gelisah bergembiralah'.  Saya adalah manusia awam, saya bisa marah, saya masih banyak kerisauan. Waktu dengar kalimat itu, benar-benar mengena di saya. sebenarnya kalau tiga tiada itu bisa saya jalankan, maka benar-benar kerisauan itu bisa saya hilangkan,”  tambah Marisa.

Seperti wejangan Master Cheng Yen bila seseorang dapat mengasihi, mempercayai dan berlapang dada, maka semua kerisauan dan kegelisahan dapat terlepas sehingga dalam diri bisa timbul suatu perasaan, yaitu rasa kebahagiaan dan kegembiraan tak terhingga.


Artikel Terkait

Hanya orang yang menghargai dirinya sendiri, yang mempunyai keberanian untuk bersikap rendah hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -