Melakukan dengan Tulus, Menerima dengan Sukacita
Jurnalis : Fammy Kosasih (He Qi Timur), Fotografer : Fammy Kosasih (He Qi Timur)Relawan Tzu Chi Komunitas He Qi Timur melakukan taklimat singkat sebelum memulai kegiatan screening pada Minggu, 13 September 2015 Balai Latihan Kerja, Kampung Sawah POS 3, Semper Timur, Jakarta Utara
“Melakukan dengan tulus, menerima dengan sukacita. Demikianlah cara menjalankan suatu misi, bukan melihatnya sebagai suatu tekanan.” (Kata Perenungan Master Cheng Yen)
Minggu, 13 September 2015 jam 07:00 pagi para relawan Tzu Chi komunitas He Qi Timur yang dikoordinir oleh Desi Widjaja berkumpul di pelataran parkir Dapur Sunda, La Piazza, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Mereka mempersiapkan diri menuju Balai Latihan Kerja, Kampung Sawah POS 3, Semper Timur, Jakarta Utara untuk melaksanakan screening kepada para lansia yang akan mengikuti kegiatan baksos degeneratif pada 20 September 2015. Sebanyak 16 relawan dibantu 6 ibu warga Cilincing, 6 simpatisan yang secara spontan bersama ikut membantu proses screening.
Dalam kegiatan screening, relawan Tzu Chi dibantu oleh relawan dari Yayasan Atmabrata. Ini adalah kesekian kalinya Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia bekerja sama dengan Yayasan Atmabrata, yang dikelola oleh Bruder Petrus. Yayasan Atmabrata di bawah naungan Gereja Paroki Salib Suci, Kelapa Dua, Cilincing, Jakarta Utara, ini memang kerap membantu warga Cilincing, Marunda, Semper dan sekitarnya yang membutuhkan uluran kasih dan kepedulian.
Dengan melalui jalan yang sempit dan kurang baik, relawan pantang menyerah dalam mengumpulkan data dan menyurvei calon peserta baksos degeneratif yang akan melaksanakan baksos kesehatan pada 20 September 2015 .
Relawan Tzu Chi dibantu dengan dibantu masyarakat umum menyurvei 261 warga lansia di RW 011.
Kegiatan pembagian kupon dan pendataan warga dilakukan relawan Tzu Chi komunitas Kelapa Gading, sembari survei melihat kondisi para warga lansia di sekitar Kampung Sawah, Semper Timur, ini. Menurut data yang diterima dari pihak Yayasan Atmabrata, yang menjadi pusat pendataan kesehatan lansia kali ini adalah terdapat sekitar 261 warga lansia RW011, terdiri dari 10 RT yang akan menerima bantuan kesehatan ini.
Sebelum kegiatan dimulai, terlebih dahulu, di ruang tengah balai latihan kerja, Desi Widjaja dibantu Johan Kohar, selaku penanggung jawab lapangan bakti sosial kesehatan memberikan pengarahan dan membagi kelompok tugas yang akan disebar ke 10 RT di RW 011. Di sini baik Desi Widjaja dan Johan Kohar sama-sama mengimbau saat mengunjungi rumah warga, apalagi sasaran yang dituju adalah kaum lansia, ditekankan untuk tetap menjunjung tinggi budaya humanis Tzu Chi yang penuh toleransi, yang penuh kesantunan saat berkunjung dan melakukan survei pendataan.
Sejak pagi kegiatan pendataan dan pembagian kupon bakti sosial kesehatan yang dilakukan oleh para insan Tzu Chi ini sungguh-sungguh kegiatan yang penuh tantangan. Dari sejak awal berangkat kendaraan rombongan relawan, sempat kesulitan, mesti berputar-putar, akhirnya rombongan relawan pun berhasil menemukan lokasi balai latihan kerja yang menjadi base camp kegiatan pembagian kupon dan bakti sosial kesehatan ini. Di bawah terik matahari yang sangat menyengat, insan-insan Tzu Chi ini mesti berjalan kaki menyusuri jalanan yang tidak rata, menyusuri gang-gang sempit, melewati gundukan sampah, menghirup asap pembakaran sampah yang begitu tebal di mana-mana, bahkan ada juga yang mesti naik getek (perahu) untuk menjangkau warga yang dituju.
Dalam melakukan survei, relawan menjumpai seorang lansia yang berusia 125 tahun bernama Ibu Ijah.
Di tengah kegiatan pendataan dan pembagian kupon kesehatan, ditemui satu warga lansia di RT 09/RW 011. Perempuan lansia berusia 125 tahun itu bernama Ibu Ijah. Saat dikunjungi oleh relawan Benny Suhaimi, ibu Ijah tengah duduk bersama cucu perempuannya di alas tipis dengan kelambu tipis yang sudah dikerubungi sarang laba-laba, sepertinya alas tipis ini digunakan untuk tidur di tengah gubuknya yang berdiri di atas empang yang sudah menghitam airnya. Menurut penuturan cucu perempuannya, ibu Ijah ini tidak dapat berdiri lantaran kakinya bengkak karena jatuh sejak dua tahun yang lalu. Karena tidak ada biaya berobat, kakinya yang bengkak didiamkan saja, sehingga menjadi tidak bisa digerakkan. Selain itu ibu Ijah juga terkena katarak yang menghambat penglihatannya. Meskipun tidak dapat melihat jelas, tetapi ia masih mampu mendengarkan dengan baik saat diajak berkomunikasi oleh relawan yang akrab disapa Abeng ini.
Sungguh meskipun penuh kendala tetapi para relawan tetap melaksanakan kegiatan. Semua ini dilakukan oleh bodhisatwa-bodhisatwa dunia Tzu Chi yang berhati tulus dan ingin membantu meringankan penderitaan warga lansia khususnya yang sudah melewati sebagian besar jalan hidup mereka di tempat yang kumuh dan terpinggirkan, jauh dari udara segar, jauh dari hijaunya pepohonan, dan dihimpit hiruk-pikuk asap industri kota Jakarta yang penuh sesak.