Melampaui Keterbatasan Diri
Jurnalis : Amelia Devina (He Qi Utara), Fotografer : Amelia Devina (He Qi Utara) Seluruh peserta pelatihan melakukan isyarat tangan lagu "Wo De Ming Zi Jiao Yong Gan” (Namaku adalah Sang Pemberani) dengan begitu antusias. |
| ||
Saat Ellen Hock berjalan dari tempat duduknya menuju panggung untuk prosesi serah terima baju relawan, seisi ruangan bertepuk tangan. Dengan tertatih, selangkah demi selangkah ia didampingi seorang relawan yang menuntunnya hingga ke atas panggung. “Aku sangat terharu, sampai gemetaran. Rasanya ingin menangis, apalagi mendengar semua orang bertepuk tangan memberikan semangat,” ujar Ellen. Pelatihan relawan abu putih ini merupakan yang pertama kalinya ia ikuti. Sekitar 560 orang yang mengikuti pelatihan di hari itu, sosok Ellen dengan tongkat penyangganya memang membuatnya terlihat berbeda. Kebetulan, ini juga pertama kalinya pelatihan abu putih dilakukan di Aula Guo Yi Ting (International Conference Hall), Tzu Chi Center, dan diselenggarakan serta diikuti oleh relawan dari empat He Qi (Barat, Selatan, Timur, Utara) di seluruh Indonesia. Melalui Tzu Chi, Mensyukuri Kekurangan Diri Jodoh dengan Tzu Chi dimulai ketika di tahun 2008 Ellen kerap menonton DAAI TV. Saat itu ia menyimpan keinginan agar suatu saat nanti dapat menjadi seorang relawan. Namun, ia masih belum tahu bagaimana caranya. Sampai sekitar Mei 2012 ketika ia sedang membuka situs jejaring sosial facebook, Ellen melihat sosok seseorang berbaju biru putih, persis seperti yang dilihatnya di DAAI TV. Ellen pun langsung menghubungi Effendy Zhang Shixiong (Shixiong - sebutan bagi relawan pria Tzu Chi), yang tidak lain adalah seorang relawan komite di He Qi Timur. Pucuk dicinta, ulam tiba. Effendy pun mengajak Ellen untuk aktif menjadi relawan Tzu Chi. Karena lokasi tempat tinggal Ellen yang berjauhan dengan pusat kegiatan He Qi Timur di Kelapa Gading, Effendy memperkenalkan Ellen kepada relawan lain yang lokasinya lebih berdekatan. Kini, Ellen adalah seorang relawan abu putih di He Qi Utara. Keterbatasan fisik tidak lantas membuat Ellen yang lahir di tahun 1979 ini minder. Justru kini ia merasa bersyukur, terutama sejak mengikuti kegiatan kunjungan kasih – berkunjung ke rumah pasien yang pengobatannya dibantu oleh Tzu Chi. Sekali waktu pernah Ellen berkunjung ke rumah seorang pasien yang juga tidak dapat berjalan dengan normal, tetapi berbeda dengan Ellen, ia sama sekali tidak mau berjuang untuk mandiri, serta kurang bersemangat dalam menjalani hidup. Di situlah Ellen bersyukur, bahwa walaupun ia mengalami keterbatasan fisik, ia tetap mau dan mampu bersumbangsih kepada banyak orang melalui Tzu Chi.
Keterangan :
Memaafkan Ayah Sudah sejak lima tahun ini Ellen tinggal sendiri di sebuah rumah kost di kawasan Grogol. Adik lelakinya telah lebih dulu meninggal, sedangkan ibunya kini tinggal bersama adik perempuannya. Pengalaman hidup Ellen yang getir tidak membuatnya patah semangat. Justru dengan bangga ia bangkit dari keterpurukannya. Pikiran positiflah yang barangkali membuat Ellen mengalami sebuah keberuntungan ketika di tahun 2007, atas jasa kebaikan seseorang yang tak ia kenal, ia dihadiahi tongkat penyangga yang kini telah menuntunnya sekitar lima tahun. Saat itu Ellen tidak sengaja salah memencet nomor telepon. Salah sambung yang berbuah baik, ternyata pria separuh baya yang menerima telepon Ellen kemudian malah menjadi temannya. Memberikan ia dukungan, juga memberikan tongkat penyangga untuk Ellen dengan tulus, tanpa imbalan apapun. Memaksimalkan Potensi Diri Rupanya Ellen telah lebih dulu menyadari bahwa batin yang dikelola dengan baik akan menjadi batin yang tahan uji, dan dengan demikian mempunyai potensi yang tak terhingga untuk merangkul semua makhluk dengan cinta kasih universal. Seperti pesan cinta kasih yang disampaikan oleh Liu Su Mei, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, di hari itu, “kita harus bisa mengatur diri kita sendiri, baru kita bisa membantu orang lain. Keindahan kelompok tergantung dari pembinaan diri tiap individunya.” Apabila tiap relawan Tzu Chi dapat meneladani kelapangan hati seorang Ellen Hock, tentu visi dan misi Tzu Chi akan terasa semakin mungkin untuk kita raih. Semoga kisah Ellen Hock membuat kita bercermin bahwa keterbatasan fisik bukanlah penghalang bagi kita untuk melakukan kebajikan. Bukan juga keterbatasan ekonomi, atau keterbatasan pendidikan. Yang menjadi penghalang utama bagi kita manusia tidak lain adalah keterbatasan pikiran – sebuah pikiran yang membatasi kita menggapai potensi maksimal di dalam diri. Lewat Ellen kita juga belajar bahwa luka masa lalu bukanlah untuk dipendam. Lewat kerelaan dan pengampunan, kita telah memilih untuk merdeka terhadap sakit hati dan beban pikiran kita sendiri. Melampaui keterbatasan diri. | |||
Artikel Terkait
Setetes Darah yang Bermakna
22 Januari 2022Tzu Chi Palembang komunitas Xie Li Tamken Palembang menjalankan program amal dalam kegiatan Donor Darah di Jl. Residen Abdul Rozak, Kec. Ilir Timur II, Palembang pada Minggu, 16 Januari 2022 .