Melangkah di Jalan Tzu Chi
Jurnalis : Cecilien (He Qi Barat), Fotografer : Bobby (He Qi Barat)Training relawan Abu Putih pertama pada tahun 2016 dihadiri sebanyak 109 peserta yang diadakan di Aula Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat pada 15 November 2015.
Minggu, 15 November 2015, Yayasan Buddha Tzu Chi He Qi Barat kembali mengadakan Training Abu Putih yang pertama untuk periode 2016. Training ini diperuntukkan bagi relawan Abu Putih dan relawan sosialisasi. Kegiatan training yang berlangsung dari pukul 08.00 hingga pukul 16.00 WIB itu dilaksanakan di Aula Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat dan dihadiri oleh 109 orang peserta. Training ini bertujuan agar para relawan Tzu Chi dapat mendalami ajaran Jing Si dan mengetahui filosofi Tzu Chi serta meneladani langkah Master Cheng Yen.
Pukul 08.10 WIB, kegiatan dimulai dengan sharing dari Elly Widjaya tentang “Welas Asih dan Kebijaksanaan Master Cheng Yen”. Dalam sharingnya, ia mengulas sedikit mengenai sejarah Tzu Chi dan dengan penuh semangat menceritakan mengenai bagaimana kewelasasihan dan kebijaksanaan Master Cheng Yen yang sangat berpengaruh bagi orang lain. Hingga saat ini Tzu Chi telah tersebar hingga ke 54 negara. Kewelasasihan dan kebijaksanaan Master mampu menggugah hati dan menginspirasi begitu banyak orang diberbagai belahan dunia. Master Cheng Yen juga telah menerima banyak penghargaan karena pelayanannya terhadap masyarakat. Namun bagi Master hal itu bukanlah suatu prestasi yang patut dibanggakan, yang diinginkan beliau hanyalah tercipta masyarakat yang damai sejahtera, dan melalui Tzu Chilah Beliau ingin mewujudkannya dengan dibantu para relawan sebagai perpanjangan mata, kaki, dan tangan Master.
Dalam training ini, peserta mendengarkan berbagai sharing yang diberikan relawan Tzu Chi, salah satunya Elly Widjaja.
Sharing dilanjutkan oleh Sudatta, salah satu relawan Misi Amal dengan tema “Melihat Penderitaan, Menyadari Berkah.” Itulah yang ia rasakan selama ia menjadi relawan Misi Amal. Dengan terjun langsung membantu para Gan En Hu (penerima bantuan), melihat kesulitan dan penderitaan mereka, bisa menyadari bahwa kita sangat beruntung memiliki apa yang kita miliki saat ini. Kita adalah orang paling bahagia ketika kita bersyukur dengan apa yang kita miliki dan berbagi dengan mereka yang kurang mampu. Salah satu kegiatan di misi amal seperti kunjungan kasih pasien kasus merupakan wadah untuk bersumbangsih yang tidak hanya dengan materi namun juga dengan perhatian dan cinta kasih kita terhadap Gan En Hu.
Dalam budaya humanis Tzu Chi lebih ditonjolkan kerapihan dan keteraturan yang menjadi karakteristik khas Tzu Chi mulai dari cara berpenampilan, tata cara berjalan, duduk, berdiri serta tata cara makan. Pada kesempatan ini, para peserta juga diajarkan mengenai budaya humanis Tzu Chi tersebut. Semua tata cara tersebut bukan semata-mata aturan yang harus diikuti sebagai insan Tzu Chi, namun memiliki filosofi dan makna yang terkandung di dalamnya yang merupakan sarana pelatihan diri bagi para relawan dalam berperilaku untuk membentuk sikap dan kebiasaan yang lebih baik. Semua peserta pun langsung mempraktikkan materi budaya humanis saat jam makan siang.
Para peserta dengan perhatian mencatat setiap poin penting pada training ini.
Juga ada penampilan shou yu (isyarat tangan) dari relawan dan Bodhisatwa kecil dari kelas Tzu Shao dengan lagu Yang Guang Juan Lian De Di Fang. Lagu ini merefleksikan Tzu Chi sebagai rumah kita yang memberikan kehangatan bagi kita dalam ikatan satu keluarga. Dapat menjalin jodoh baik dalam Tzu Chi merupakan berkah bagi kita semua. Usai penampilan shou yu, Johny Chandrina berbagi pengalaman hidupnya dari sebelum mengenal Tzu Chi hingga menjalin jodoh dengan Tzu Chi. Baginya, Tzu Chi adalah wadah untuk bersumbangsih dan melatih diri menjadi pribadi yang lebih baik. Ia menyadari kehidupan di dunia ini sangat tidak kekal, karena itu setiap detik yang dimiliki harus digunakan untuk hal-hal yang berguna.
Para peserta juga dibekali dengan informasi mengenai susunan fungsionaris Tzu Chi yang dikenal dengan istilah 4 in 1 yang memiliki filosofi He Xin (Bersatu Hati), He Qi (Ramah Tamah), Hu Ai (Saling Menyayangi), dan Xie Li (Bergotong royong). Salah satu peserta training, Eka, salah seorang guru dari sekolah cinta kasih menyampaikan kesannya, “Mengikuti kegiatan training hari ini, saya jadi dapat merefresh lagi materi-materi mengenai Tzu Chi. Pertama kali datang ke Tzu Chi, saya merasa sedikit aneh, karena banyak sekali aturannya, harus bawa tempat makan sendiri, ke toilet harus copot sepatu dulu trus pakai sandal, ke mana-mana harus berbaris, seperti anak kecil. Namun, di balik itu semua ternyata ada hikmahnya buat saya.” “ Awalnya saya pikir Tzu Chi itu ada unsur keagamaannya (Buddhis), tapi ternyata setelah mengenal Tzu Chi semua asumsi itu terpatahkan. Tzu Chi sangat universal. Melalui Tzu Chi saya ingin belajar menjadi pribadi yang lebih baik, seperti yang saya ajarkan juga kepada anak-anak (murid Sekolah Cinta Kasih) untuk terus berbuat baik,” tambahnya.