Melatih Diri di Rumah Sendiri

Jurnalis : Veronika Usha, Fotografer : Veronika Usha, Oey Hoey Leng
 
 

fotoDi "rumah sendiri" (RSKB Cinta Kasih Tzu Chi) inilah, para relawan Tzu Chi dari Pati belajar untuk memberikan pelayanan dan pendampingan dengan sentuhan khas budaya humanis Tzu Chi.

Respon positif yang ditunjukkan oleh para relawan Tzu Chi dari Pati setelah mengikuti kegiatan Pati Camp pada November 2008 silam, melatarbelakangi diselenggarakannya Kegiatan Pelatihan Pendampingan Pasien untuk para relawan Tzu Chi Pati yang diadakan pada tanggal 1-7 Juni 2010.

Pati Camp, Resmi Menjadi Relawan
Kalau sebelumnya para relawan Tzu Chi Pati berpendapat, mengikuti kegiatan Tzu Chi hanya sekadar mengisi waktu luang saja, saat ini pendapat tersebut sudah jauh berubah. Tidak hanya pengetahuan tentang Tzu Chi saja yang bertambah, semenjak mengkuti kegiatan Pati Camp mereka mengaku lebih mencintai Tzu Chi dengan hati yang tulus dan ikhlas.

“Dulu tuh (sekitar tahun 1999), kita bergabung dengan Tzu Chi di Pati hanya ikut-ikutan saja. Tidak tahu maksudnya apa, Tzu Chi itu bagaimana, dan tujuan celengan bambu itu untuk apa? Tapi sekarang, setelah ikut Pati Camp di Jakarta, rasanya kami baru benar-benar menjadi relawan Tzu Chi,” tutur Ngaripin, salah satu relawan Tzu Chi dari Pati.

Selain Ngaripin, hal serupa juga dituturkan oleh Suratmi, yang juga mengaku sudah lama mengenal Tzu Chi, namun baru beberapa tahun belakangan ini turut aktif dalam kegiatan Tzu Chi. “Kalau dulu hanya menjadi peserta saja, sekarang saya sudah bisa jadi pelaksana. Mulai dari kegiatan anak asuh hingga celengan bambu, sekarang saya sudah bisa menjelaskan kepada teman-teman lain, apa tujuan dari kegiatan yang dilakukan oleh Tzu Chi ini.

Tanamkan Semangat Tzu Chi
Kegiatan Pati Camp yang diikuti oleh lebih kurang 31 peserta, dua tahun lalu tersebut ternyata benar-benar memberikan “suntikan” semangat, dan pemikiran baru kepada para peserta. Hal inilah yang mendorong Oey Hoey Leng, salah satu relawan pendamping untuk Pati, untuk lebih lanjut membina dan membimbing para relawan Pati.

foto  foto

Ket : - Enam orang relawan dari Pati yakni Warsiti, Ngaripin, Suratmi, Sungarnik, Ernis Susiani, dan Kasmini,            mengaku mendapatkan banyak pelajaran selama pelatihan tanggal 1-7 Juni 2010 ini.(kiri)
       - Tidak hanya menjadi relawan di RSKB Cinta Kasih Tzu Chi, para relawan Pati juga mengikuti kegiatan           ramah tamah dengan pasien RSKB, serta menjadi relawan di RS Cipto Mangunkusumo. (kanan)

“Setelah saya pantau perkembangan relawan Pati  melalui Mas Nugroho (salah satu relawan pati yang aktif -red), ternyata cukup banyak relawan yang begitu antusias sekembalinya dari Pati Camp. Mereka menjadi aktif menjadi relawan pendidikan anak asuh dan bantuan pengobatan khusus. Mendengar hal ini, saya cukup merasa surprise. Karena seperti yang kita tahu, bahwa dengan pendidikan mereka yang mayoritas hanya SMP atau bahkan SD tersebut, ternyata mereka memiliki kemampuan untuk mengurus SKTM (surat keterangan tidak mampu), berkomunikasi dengan pihak rumah sakit, bahkan membantu pasien untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis, membuat kami berpikir untuk terus membina bibit-bibit cinta kasih ini,” jelas Oey Hoey Leng.

Akhirnya melalui pelatihan pendampingan pasien, para relawan Pati diundang ke Jakarta untuk bergabung bersama relawan pemerhati Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Cinta Kasih Tzu Chi, untuk belajar bagaimana cara melayani pasien. “Selama lebih kurang satu minggu ini, 6 relawan Pati yang terpilih bisa merasakan suasana Tzu Chi, khususnya di RSKB Cinta Kasih. Seperti merasa di rumah sendiri, mereka belajar untuk merawat dan mendampingi para pasien. Tidak hanya itu, mereka juga mendapatkan pengalaman untuk mengurus administrasi, serta mendampingi pasien di RS Cipto Mangunkusumo, bersama dengan Acun dan Sofie (relawan pendamping pasien bantuan pengobatan Tzu Chi di RS Cipto Mangunkusumo -red),” tambah Oey Hoey Leng.

Melayani itu dengan Hati
Bagi keenam peserta pelatihan relawan Pati, mendapat kesempatan untuk bisa mengikuti pelatihan ini merupakan sebuah pengalaman berharga. “Ini merupakan sebuah kebanggaan tersendiri bagi kami, untuk bisa terpilih menjadi salah satu dari 6 relawan yang mendapatkan pelatihan di Jakarta. Belum lagi pengalaman-pengalaman yang belum tentu bisa kami dapatkan di Pati, seperti keramasin (mencuci rambut) pasien, atau menyuapi mereka,” ucap Sungarnik, salah satu relawan Pati yang rela meninggalkan anak semata wayangnya untuk mengikuti pelatihan.

Bagi ibu rumah tangga yang sudah bergabung dengan Tzu Chi sejak tahun 2008 ini, salah satu hal yang membuatnya merasa tertarik dengan Tzu Chi adalah, kegiatan kemanusiaannya yang lintas agama. “Saya sempat kaget ketika acara pembukaan celengan bambu di Pati, ternyata tidak hanya umat agama Buddha saja yang turut serta, tetapi beberapa orang dari umat lain juga melakukan pengumpulan dana melalui celengan bambu,” jelasnya.

Semangatnya untuk turut serta dalam berbuat sesuatu pun semakin “terbakar”, ketika dirinya usai mengikuti Pati Camp. Ia menambahkan, “Semenjak itu, saya mulai aktif menjadi relawan pendidikan anak asuh, mengunjungi pasien, atau membantu mengurus pengobatan mereka.”

Setelah lebih kurang satu minggu ia mengikuti pelatihan di Jakarta, ia merasa sangat tersentuh dengan apa yang telah dilakukan oleh para relawan Tzu Chi di Jakarta. “Kalau di Pati, kami biasanya hanya sekadar mengunjungi pasien atau membantu pengobatan mereka. Namun di sini, mereka (relawan) harus juga mau menggunting kuku pasien, keramasin mereka, atau bahkan membantu menyuapi. Sedangkan jujur, saya saja tidak pernah melakukan itu terhadap orang tua saya sendiri,” ungkapnya. Dan akhirnya ia pun menyadari bahwa ketika memutuskan untuk menjadi seorang relawan Tzu Chi, kita harus rela berkorban, ikhlas, dan melayani dengan hati.

foto  foto

Ket : - Dalam kegiatan ramah tamah pasien RSKB Cinta Kasih Tzu Chi yang diadakan pada hari Sabtu, 5 Juni             2010, beberapa relawan Pati juga berbagi pengalaman mereka. (kiri)
       - Di hari terakhir, beberapa relawan Pati juga turut serta dalam kunjungan kasih, dan membantu para             perawat dan relawan untuk melayani pasien Tzu Chi. (kanan)

Kami Pasti Bisa
Bagi Sungarnik, bagi Warsiti, Ngaripin, dan beberapa relawan Pati lainnya yang sempat membantu pendampingan pasien di RS Cipto Mangunkusumo, sulitnya mengurus administasi SKTM (surat keterangan tidak mampu) di Jakarta membuat mereka merasa sangat prihatin. “Sulit sekali mengurus SKTM di Jakarta. Semua serba uang. Kalau di Pati tidak perlu keluar uang untuk urus itu, paling juga biaya ongkos dan fotokopi,” ucap Ngaripin.

Warsiti menambahkan, “Bahkan salah satu pasien RSKB Cinta Kasih Tzu Chi, juga harus mengeluarkan lebih kurang Rp 350 ribu, untuk membuat sebuah KTP (Kartu Tanda Penduduk), itu juga masih harus menunggu selesai hingga berminggu-minggu. Kalau di Pati, biaya paling hanya 5 ribu sampai 10 ribu rupiah, dan langsung jadi,” tegasnya.

Melihat kenyataan ini menumbuhkan semangat baru di hati para relawan Pati ini. Mereka bertekad untuk lebih bersemangat membantu dan melayani para pasien yang membutuhkan dengan maksimal. “Mumpung di Pati semuanya masih sangat mudah, kenapa kita tidak membantu dengan maksimal? Nanti kalau sudah seperti di Jakarta, baru kita kebingungan,” ucap Ngaripin sambil tergelak.  

Semangat para relawan Pati ini juga memberikan inspirasi bagi Hoklay, salah satu relawan pemerhati RSKB. “Dengan kondisi kehidupan mereka (relawan Pati -red) yang mungkin tidak semuanya berkecukupan, karena ada dari beberapa relawan yang bekerja sebagai petani, tapi cinta kasih mereka membawa mereka mau datang ke Jakarta untuk belajar melayani para pasien. Dan ini adalah inspirasi buat saya,” ujarnya.

  
 
 

Artikel Terkait

Semangat Mendalami Ilmu Baru

Semangat Mendalami Ilmu Baru

16 April 2018
Dalam kegiatan yang diikuti sebanyak 39 relawan komunitas dari semua He Qi Tzu Chi Jakarta, Danny Oey memberikan sharing materi tentang audio gambar, cara setting mic, dan lain-lain sebagai pengenalan dasar dalam Training Relawan Sound System ini.

Kesuksesan sebuah acara tidak hanya tergantung pada peran mereka di atas panggung, tetapi juga dukungan dari tim di balik layar. Salah satunya tim sound system. Dalam setiap kegiatan Tzu Chi seringkali membutuhkan relawan sebagai operator sound system. Namun tidak banyak relawan yang memahami pengoperasian alat-alat pendukung kegiatan ini, sehingga relawan yang terlibat pada bagian ini pun terbatas. Untuk itu pada Minggu (15/4/2018) Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mengadakan kegiatan Training Relawan Sound System di ruang galeri DAAI lantai 1, Tzu Chi Center, PIK Jakarta.

“Ke depan setiap He Qi harus mempunyai tim sendiri supaya bisa bertugas bersama-sama. Ketika bertugas dalam kegiatan besar masing-masing bisa menggunakan cara yang sama, program yang sama,” ujar Jhonny Tani, Koordinator Kegiatan training.

Dalam kegiatan yang diikuti sebanyak 39 relawan komunitas dari semua He Qi Tzu Chi Jakarta, Danny Oey memberikan sharing materi tentang audio gambar, cara setting mic, dan lain-lain sebagai pengenalan dasar dalam Training Relawan Sound Sistem ini. Relawan pun tak sungkan-sungkan menanyakan apa yang mereka belum ketahui selama materi berlangsung. Tidak hanya sebatas materi saja, puluhan peserta ini pun lantas diajak untuk praktik langsung menuju salah satu ruangan sound system.

“Kita samakan semua teknik-teknik untuk operasional kemudian praktik. Harus mengalami dan merasakan sendiri,” ucap Jhonny.

Menambah Wawasan

Relawan diajak untuk bersama-sama praktik langsung di salah satu ruangan sound system di lantai 6 Aula Jing Si. Danny Oey menjelaskan bagaimana mengoperasikan alat-alat yang terdapat di ruangan, mulai dari bagaimana mengendalikan powerpoint pada layar, setting mic, dan lain-lain.

Selama pengenalan tentang alat-alat ini berlangsung, salah satu peserta sibuk menulis pada catatan kecil miliknya. Ia mengaku baru pertama kali mengikuti kegiatan training relawan sound system ini. “Saya mencatat apa sih nama alat ini dan fungsinya untuk apa. Jadi next jika tidak ingat kan bisa lihat catatan lagi,” ucap Eric.

Ia datang dari Tzu Chi komunitas He Qi Pusat dengan membawa semangat untuk belajar ilmu baru. Mengikuti kegiatan training relawan sound system memang menjadi pengalaman perdananya, namun Eric sering kali membantu relawan bagian sound system di komunitasnya. “Kalau saya di komunitas bagian support, back up saja yang lebih simple-simple,” ujarnya tersenyum.

Relawan yang aktif pada Misi pelestarian Lingkungan Tzu Chi ini mengaku dengan mengikuti kegiatan training selama tiga jam ini bisa menambah wawasan baginya tentang sound system penunjang kegiatan Tzu Chi. Selama praktik berlangsung, Eric pun memanfaatkan kesempatan ini untuk mencoba alat-alat yang ada.

“Yang pasti jadi lebih tahu alat-alat yang digunakan, seperti apa mengoperasikannya. Paling tidak ada gambaran sedikit,” terang relawan cakom ini.

“Cara menyetel layar gimana,” sambung Sukardi yang saat itu berdiri di sebelah Eric untuk mencoba mengopersikan alat-alat di ruang sound system.

Sukardi yang merupakan perwakilan dari komunitas He Qi Utara 2 ini datang untuk memahami ilmu baru baginya. “Saya pengen belajar dan pengen tahu tentang sound system,” ucapnya.

Training sound system ternyata juga menarik minat relawan Tzu Chi wanita. Tak sedikit dari mereka yang datang untuk belajar sesuatu yang baru, bahkan awam dengan bidang sound system. Salah satunya Theresia, relawan komunitas He Qi Barat 1. “Saya pengen belajar, pengen tahu (sound system),” kata relawan komite ini.

Theresia memang sudah pernah bertugas di bagian sound system pada kegiatan Xun Fa Xiang di komunitasnya. Tak memiliki bekal pengalaman tentang sound system tentu ia mengalami tantangan. “Pertama-tama sulit sih, tapi kalau sering dilatih pasti nggak akan sulit,” terangnya. Dengan mengikuti training ini, Theresia merasa banyak memperoleh pengalaman baru baginya. “Belajar ini sangat membantu. Meski saya masih bingung karena pertama kali tapi mesti terus belajar,” ungkapnya tersenyum.

Melihat antusias relawan yang ikut dalam kegiatan training ini, Jhonny berharap semua orang bisa berkontribusi untuk support kegiatan. “Makin banyak relawan sound system makin memudahkan, kalau setiap He Qi ada relawan sound system bisa bantu setiap kegiatan. Mereka juga bisa setting alat, sehingga dalam acara apapun tidak bingung,” pungkas Jhonny.

Editor: Metta Wulandari
Operasi yang Kedua Bagi Aulia Sukira

Operasi yang Kedua Bagi Aulia Sukira

04 Oktober 2023

Aulia Sukira, pasien bibir sumbing dari Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat kembali berjodoh dalam Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-140 di Padang. Delapan tahun lalu, ia menjalani operasi bibir sumbing yang pertama dalam Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-109 pada tahun 2015.

Sate Janjang Kosong, Dari Desa Menembus Jakarta

Sate Janjang Kosong, Dari Desa Menembus Jakarta

02 Juli 2013 Makanan vegetarian juga kerapkali disalahpahami sebagai makanan yang kurang bergizi dan justru memberikan dampak yang kurang maksimal bagi kesehatan tubuh manusia. Dikarenakan pemahaman yang setengah-setengah itu, kebiasaan hidup bervegetarian menjadi kurang populer.
Cinta kasih tidak akan berkurang karena dibagikan, malah sebaliknya akan semakin tumbuh berkembang karena diteruskan kepada orang lain.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -