Melatih Diri di Rumah Sendiri
Jurnalis : Veronika Usha, Fotografer : Veronika Usha, Oey Hoey LengDi "rumah sendiri" (RSKB Cinta Kasih Tzu Chi) inilah, para relawan Tzu Chi dari Pati belajar untuk memberikan pelayanan dan pendampingan dengan sentuhan khas budaya humanis Tzu Chi. |
| ||
Pati Camp, Resmi Menjadi Relawan “Dulu tuh (sekitar tahun 1999), kita bergabung dengan Tzu Chi di Pati hanya ikut-ikutan saja. Tidak tahu maksudnya apa, Tzu Chi itu bagaimana, dan tujuan celengan bambu itu untuk apa? Tapi sekarang, setelah ikut Pati Camp di Jakarta, rasanya kami baru benar-benar menjadi relawan Tzu Chi,” tutur Ngaripin, salah satu relawan Tzu Chi dari Pati. Tanamkan Semangat Tzu Chi
Ket : - Enam orang relawan dari Pati yakni Warsiti, Ngaripin, Suratmi, Sungarnik, Ernis Susiani, dan Kasmini, mengaku mendapatkan banyak pelajaran selama pelatihan tanggal 1-7 Juni 2010 ini.(kiri) “Setelah saya pantau perkembangan relawan Pati melalui Mas Nugroho (salah satu relawan pati yang aktif -red), ternyata cukup banyak relawan yang begitu antusias sekembalinya dari Pati Camp. Mereka menjadi aktif menjadi relawan pendidikan anak asuh dan bantuan pengobatan khusus. Mendengar hal ini, saya cukup merasa surprise. Karena seperti yang kita tahu, bahwa dengan pendidikan mereka yang mayoritas hanya SMP atau bahkan SD tersebut, ternyata mereka memiliki kemampuan untuk mengurus SKTM (surat keterangan tidak mampu), berkomunikasi dengan pihak rumah sakit, bahkan membantu pasien untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis, membuat kami berpikir untuk terus membina bibit-bibit cinta kasih ini,” jelas Oey Hoey Leng. Akhirnya melalui pelatihan pendampingan pasien, para relawan Pati diundang ke Jakarta untuk bergabung bersama relawan pemerhati Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Cinta Kasih Tzu Chi, untuk belajar bagaimana cara melayani pasien. “Selama lebih kurang satu minggu ini, 6 relawan Pati yang terpilih bisa merasakan suasana Tzu Chi, khususnya di RSKB Cinta Kasih. Seperti merasa di rumah sendiri, mereka belajar untuk merawat dan mendampingi para pasien. Tidak hanya itu, mereka juga mendapatkan pengalaman untuk mengurus administrasi, serta mendampingi pasien di RS Cipto Mangunkusumo, bersama dengan Acun dan Sofie (relawan pendamping pasien bantuan pengobatan Tzu Chi di RS Cipto Mangunkusumo -red),” tambah Oey Hoey Leng. Melayani itu dengan Hati Bagi ibu rumah tangga yang sudah bergabung dengan Tzu Chi sejak tahun 2008 ini, salah satu hal yang membuatnya merasa tertarik dengan Tzu Chi adalah, kegiatan kemanusiaannya yang lintas agama. “Saya sempat kaget ketika acara pembukaan celengan bambu di Pati, ternyata tidak hanya umat agama Buddha saja yang turut serta, tetapi beberapa orang dari umat lain juga melakukan pengumpulan dana melalui celengan bambu,” jelasnya. Semangatnya untuk turut serta dalam berbuat sesuatu pun semakin “terbakar”, ketika dirinya usai mengikuti Pati Camp. Ia menambahkan, “Semenjak itu, saya mulai aktif menjadi relawan pendidikan anak asuh, mengunjungi pasien, atau membantu mengurus pengobatan mereka.” Setelah lebih kurang satu minggu ia mengikuti pelatihan di Jakarta, ia merasa sangat tersentuh dengan apa yang telah dilakukan oleh para relawan Tzu Chi di Jakarta. “Kalau di Pati, kami biasanya hanya sekadar mengunjungi pasien atau membantu pengobatan mereka. Namun di sini, mereka (relawan) harus juga mau menggunting kuku pasien, keramasin mereka, atau bahkan membantu menyuapi. Sedangkan jujur, saya saja tidak pernah melakukan itu terhadap orang tua saya sendiri,” ungkapnya. Dan akhirnya ia pun menyadari bahwa ketika memutuskan untuk menjadi seorang relawan Tzu Chi, kita harus rela berkorban, ikhlas, dan melayani dengan hati.
Ket : - Dalam kegiatan ramah tamah pasien RSKB Cinta Kasih Tzu Chi yang diadakan pada hari Sabtu, 5 Juni 2010, beberapa relawan Pati juga berbagi pengalaman mereka. (kiri) Kami Pasti Bisa Warsiti menambahkan, “Bahkan salah satu pasien RSKB Cinta Kasih Tzu Chi, juga harus mengeluarkan lebih kurang Rp 350 ribu, untuk membuat sebuah KTP (Kartu Tanda Penduduk), itu juga masih harus menunggu selesai hingga berminggu-minggu. Kalau di Pati, biaya paling hanya 5 ribu sampai 10 ribu rupiah, dan langsung jadi,” tegasnya. Melihat kenyataan ini menumbuhkan semangat baru di hati para relawan Pati ini. Mereka bertekad untuk lebih bersemangat membantu dan melayani para pasien yang membutuhkan dengan maksimal. “Mumpung di Pati semuanya masih sangat mudah, kenapa kita tidak membantu dengan maksimal? Nanti kalau sudah seperti di Jakarta, baru kita kebingungan,” ucap Ngaripin sambil tergelak. Semangat para relawan Pati ini juga memberikan inspirasi bagi Hoklay, salah satu relawan pemerhati RSKB. “Dengan kondisi kehidupan mereka (relawan Pati -red) yang mungkin tidak semuanya berkecukupan, karena ada dari beberapa relawan yang bekerja sebagai petani, tapi cinta kasih mereka membawa mereka mau datang ke Jakarta untuk belajar melayani para pasien. Dan ini adalah inspirasi buat saya,” ujarnya. | |||
Artikel Terkait
Semangat Mendalami Ilmu Baru
16 April 2018Operasi yang Kedua Bagi Aulia Sukira
04 Oktober 2023Aulia Sukira, pasien bibir sumbing dari Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat kembali berjodoh dalam Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-140 di Padang. Delapan tahun lalu, ia menjalani operasi bibir sumbing yang pertama dalam Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-109 pada tahun 2015.