Didampingi Maria Fintje (Da Ai Mama yang membawakan bimbingan materi dan memandu sesi mengalami), satu per satu murid Tzu Shao Ban membacakan apa yang dituliskan mereka untuk kemudian saling ditanggapi temannya.
Pada Minggu, 17 Maret 2024 hujan menguyur di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Kondisi tersebut bagi kebanyakan orang membuat malas untuk keluar rumah, tetapi, tidak menyurutkan semangat 15 relawan Tzu Chi, 12 murid Qing Zi Ban-Besar, 8 murid Tzu Shao Ban, dan 11 orangtua murid untuk datang mengikuti kelas bimbingan budi pekerti yang diadakan Tzu Chi komunitas He Qi Pusat.
Sejak pukul 7.15 pagi, sudah terlihat beberapa relawan Tzu Chi yang mulai mempersiapkan beberapa hal seperti meja pendaftaran, berkas-berkas absensi murid, sound system, dan keperluan pendukung lainnya.
Tema pembelajaran kali ini untuk kelas Qing Zi Ban-Besar adalah Mengenali Diri Sendiri, Menggali Potensi Diri. Sementara untuk Tzu Shao Ban adalah: Bersyukur, Menghormati Guru Beserta Ajarannya.
Kelas dimulai pada pukul 8.30 pagi dengan memberikan penghormatan kepada Master Cheng Yen dan pembacaan ikrar. Agar murid dapat memahami apa yang disampaikan, maka “sesi mengalami” tetap dilakukan.
Suryani memandu murid kelas Qing Zi untuk mengeluarkan pensil atau pulpen dan meletakkannya di atas meja. Kemudian, memberikan instruksi kepada mereka agar meletakkan tangan kanan di belakang punggung. Sehingga hanya satu tangan saja yang berperan untuk mengusahakan mengikat tali menjadi simpul di pensil atau pulpen tersebut.
Terlihat murid Qing Zi Ban-Besar berlomba dengan segera berusaha menyelesaikannya. Ketika selesai itu pula, senyuman tertoreh di wajah imut mereka. Diharapkan mereka memahami bahwasanya ada hal yang terlihat sulit untuk dilakukan, namun asalkan terus-menerus berusaha, belajar maka pengalaman akan terkumpul. Dan, semakin dilakukan maka akan menguasainya dan menjadi ahli. Begitu juga saat menghadapi rintangan, mengubahnya menjadi sebuah tantangan untuk dihadapi dengan keberanian, hingga potensi diri terus bertumbuh. Setiap orang memiliki potensi yang tak terhingga seperti yang dikatakan dalam kata perenungan Master Cheng Yen.
Dilanjutkan dengan penayangan video inspirasi berjudul berkah tangan kanan, bercerita mengenai kisah Guan Ge meskipun hanya memiliki satu tangan saja. Tetapi tidak membatasi dirinya dan menyurutkan semangat juang dalam bangkit menjalani kehidupan. Dalam proses bertumbuhnya ia juga terinspirasi oleh sosok En Dian (Guru melukis peyandang disabilitas yang melukis melalui mulut dan kaki).
Paham Akan Diri Sendiri
“Sekarang Tzu Shao men saatnya pindah, duduknya yang ada meja melingkar,” kata Maria Fintje ditujukan kepada murid kelas Tzu Shao untuk bersiap memasuki sesi mengalami. Setiap murid diberikan selembar kertas putih untuk menuliskan siapa saja yang menurut mereka membantu dalam proses pertumbuhan, apa alasannya dan bagaimana cara mereka agar dapat membalas budi.
Viriyadhi Tanoto sedang menuangkan dalam tulisan apa yang diingatnya dan berjasa dalam tumbuh kembang dirinya selama ini.
Viriyadhi Tanoto (14) menuturkan, “Saya menulis ada Papa, Mama, Pho Pho (Nenek), Kuku Afun (saudari kandung pihak ayah), Cece Diana (kakak kandung), para dokter Thailand, Reyner (teman sekolah), Pak Pedro (guru PKN), Delvin (teman di kelas budi pekerti), Miss Etha (guru seni lukis), Xiao Li Zi dan guru Fang, Buddha, Shigu Hun-Hun, ii Feni (teman Ibu Viriyadhi), kepala sekolah SMP,” jawabnya ketika ditanyakan tentang balas budi oleh Maria Fintje.
Ia kemudian melanjutkan memberitahukan alasannya. “Ketika saya nakal, Pho Pho bisa marahi saya dengan ketegasannya jadinya saya takut dan tidak melakukannya. Ada Kuku, Cece yang temani saya saat di rumah. Saya dahulu pernah sakit sehingga pernah lama di rawat di RS dan perlu bolak-balik checkup ke Bangkok-Thailand. Diobati oleh dokter di sana sampai sembuh, saat tengah malam itu, saya ada menonton tayangan di media sosial lalu jadinya menagis karena takut meninggal, tidak bisa ketemu Papa, Mama lagi. Lalu, Mama hibur saya untuk tenang tidak perlu takut, karena akan bisa ketemu lagi jika berjodoh di kehidupan lain. Lalu, Papa ajarkan saya untuk melafalkan doa untuk melimpahkan jasa supaya bisa cepat sembuh,” papar Viriyadhi Tanoto.
Viriyadhi Tanoto didampingi Maria Fintje (kiri) saat membacakan apa yang ia tulis untuk pertanyaan sesi mengalami.
Viriyadhi pun merasakan ternyata doanya dijawab itu, saat ia menjadi anak yang baik. Dari tayangan Xiao Li Zi dan Guru Fang (di kelas Budi Pekerti) yang berjudul siapa mau jadi anak yang baik. Sehingga ia bisa tahu dan membantu Viriyadhi menjadi anak yang baik.
“Ada juga Delvin yang bantu saya turun dari tangga setiap kali jam makan siang sehabis kelas budi pekerti. Guru PKN, seni lukis yang ngajarin dan semangati saya hingga bisa menang lomba gambar. Shigu Hun-Hun yang menjenguk saya saat sakit, lalu kepala sekolah SMP juga,” tambah Viriyadhi.
Foto bersama relawan Tzu Chi, orang tua murid, dan murid kelas Tzu Shao.
Untuk anak di usianya, Viriyadhi telah memperoleh pengalaman berharga dan mampu menemukan kembali hidupnya dan berterima kasih kepada setiap orang yang berjodoh dengannya, yang bersikap baik terhadapnya maupun tidak. Dan, ia juga mengatakan selama menjalani pengobatan, pemulihan dari sakitnya di rumah sakit, ia mengatasinya dengan mengubah pola pikirnya untuk menemukan rasa syukur sehingga mampu menerima dan menemukan kebahagiaan di tengah penderitaan yang dialaminya.
“Saya malah merasa suka saat di rumah sakit, seperti sedang berjalan-jalan saja. Tidak sedih dan sudah biasa. Soalnya adem juga di sana dan ke Bangkok, Thailand sesekali saat checkup saja,” sambungnya.
Viriyadhi juga berharap dapat terus berkesempatan berbuat kebajikan, karena mendapatkan kebahagiaan saat melakukannya. “Saya belum tahu bagaimana caranya berbakti, tetapi saat saya ikut Mama, Papa pergi kunjungan kasih lalu bertemu di sana ada Shigu, Shibo, Jie Jie.. saya suka dan senang. Saya juga saat itu pergi berkeliling cari ada yang bisa dibantu tidak, mungkin saya juga akan terus menggambar karena saya menyukainya,” harap Viriyadhi.
Para hadirin melantunkan doa di penghujung kelas bimbingan budi pekerti pada Minggu, 17 Maret 2024.
Sesuai dengan kata perenungan Master Cheng Yen, “Bersumbangsih adalah wujud dari rasa syukur dan menggunakan tubuh pemberian orang tua ini melakukan kebajikan termasuk menyayangi diri sendiri juga merupakan wujud dari berbakti”.
Kelas berlanjut dengan melakukan foto grup dan belajar isyarat tangan untuk keperluan penutupan kelas saat camp QZB-B dan TSB di bulan April 2024. Kelas bimbingan budi pekerti He Qi Pusat berlangsung hingga pukul 12 Siang yang sebelumnya ditutup dengan melantunkan doa dan memberikan penghormatan kembali kepada Master Cheng Yen.
Editor: Metta Wulandari