Melayani dengan Hati
Jurnalis : Chandra Wijaya (Tzu Ching), Fotografer : Chandra Wijaya (Tzu Ching)Training yang dilakukan di Kantor Pusat Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia ini diikuti oleh lebih kurang 44 peserta yang terdiri dari dokter dan perawat. |
| ||
Setengah jam kemudian, lagu “Wu Liang Fa Men” pun berkumandang dari ruang pertemuan menandakan bahwa training akan segera dimulai. Peserta training berbaris dengan rapi memasuki ruang pertemuan dan menempati tempat yang telah disediakan. Acara dibuka dan dipandu oleh Arnie Shijie sebagai MC dengan memberikan penghormatan kepada Master Cheng Yen sebagai Guru dan Pendiri Yayasan Buddha Tzu Chi. Tak berlama-lama, sesi awal dibawakan oleh Agus Rijanto Shixiong yang menjelaskan tentang Kisah Tzu Chi dan Master Cheng Yen. “Karena TIMA berada di bawah naungan yayasan maka kita harus tahu dan paham mengenai Kisah Tzu Chi,” jelas Agus Shixiong. Ia juga menjelaskan mengenai sejarah berdirinya Tzu Chi yang bermula dari 10 ibu rumah tangga yang menyisihkan uang sebesar 5 sen setiap harinya untuk menolong orang lain. Sesi dilanjutkan dengan penjelasan misi pertama dari Tzu Chi yaitu misi amal sosial, dan dibawakan Lulu Shijie yang sering menangani kasus penerima bantuan dari Tzu Chi. Lulu Shijie pun menjelaskan bahwa inti dari misi amal sosial adalah memberi kebahagiaan dan melepaskan penderitaan orang lain dengan memberikan bantuan dengan hati dan tanpa pamrih. Selain membantu orang yang tidak mampu, insan Tzu Chi juga harus membimbing mereka untuk mulai membantu orang lain sesuai dengan kemampuannya. “Dalam menjalankan misi amal, insan Tzu Chi membutuhkan sebuah sikap yang dinamakan empati. Dengan adanya empati ini kita bisa memberikan sesuatu untuk menolong orang lain,” ucap Lulu Shijie. Ia juga bercerita tentang salah satu kasus pasien di Taiwan, yang harus menjalani operasi yang cukup lama. Setelah selesai melakukan operasi, sang dokter tersebut membungkuk 90 derajat kepada keluarga pasien dan berkata, “Maaf telah membuat Anda gelisah.” Oleh karena itu empati ini sangat penting karena kita bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain. Jam menunjukkan pukul 12.30, waktunya untuk break makan siang. Peserta berbaris dan meninggalkan ruangan pertemuan. Sebagian peserta masuk ke dalam ruang makan untuk menikmati konsumsi yang telah disediakan, dan beberapa peserta lainnya melakukan ibadah sholat.
Ket : - Para peserta training memasuki ruangan sesuai budaya humanis Tzu Chi yaitu dengan berbaris, yang dibimbing oleh mentor. (kiri) Selesai makan siang, peserta kembali ke dalam ruangan pertemuan dan menyanyikan sebuah lagu “Bai Pao Li Zan (Lagu Pujian pada Tim Medis)” yang dipimpin oleh dr. Lina. Setelah itu, sesi dilanjutkan dengan misi kesehatan yang dibawakan oleh dr. Ruth. Salah satu dari 4 misi yang sangat terkait erat dengan profesi dari peserta training sebagai tenaga medis. Kenapa Master memulai misi pengobatan setelah melakukan misi amal sosial? Karena kemiskinan terjadi akibat adanya penyakit, sehingga penghasilan utama seseorang pun menjadi tidak ada. Terdapat sesuatu yang spesial dalam misi kesehatan Tzu Chi. Pertama, menghargai pasien seperti saudara sendiri, kedua, mengobati penyakit. Ketiga, memberikan perhatian, dan keempat, mengobati batin pasien. Oleh karena itu, dokter Tzu Chi harus bisa merasakan penderitaan seorang pasien dan menganggap pasien sebagai keluarga sendiri. Untuk menghangatkan suasana dan menyemangati para peserta, anggota TIMA mempertunjukkan sebuah sebuah isyarat tangan yang berjudul Xing Fu De Lian (Wajah yang Bahagia). Para peserta juga turut serta memeragakan isyarat tangan yang berirama ceria ini. “Isyarat tangannya menarik walaupun saya belum begitu bisa, tetapi saya senang banget lihat isyarat tangannya yang bagus,” ungkap drg Marcia, salah satu peserta. Selanjutnya masuk ke sesi yang ditunggu yaitu penjelasan mengenai TIMA yang dibawakan dr. Hengky Ardono yang merupakan wakil ketua dari TIMA. Dalam sesi tersebut, dijelaskan TIMA berdiri sejak tahun 2002, dengan berpedoman pada cinta kasih (Ci), welas asih (Bei), sukacita (Xi), dan keseimbangan batin (She) serta bersyukur (Gan En), menghargai (Zun Zhong) dan mencintai (Ai). Harapan dari dr Hengky kepada dokter dan perawat yang hadir saat itu adalah not only share your skill and your mind but also your heart. Setelah mereka tergabung dalam TIMA, mereka dapat belajar bagaimana melayani pasien dengan hati sesuai dengan misi kesehatan Tzu Chi. “Semoga dengan training ini bisa mengajak lebih banyak orang bergabung dalam TIMA, menjadikan dokter-dokter dan perawat tidak hanya menjalankan profesinya tetapi juga menjadi sukarelawan dan mengharapkan mereka menjadi relawan-relawan Tzu Chi yang bisa membawa Dharma Tzu Chi,” tambah dr. Hengky.
Ket : - Sesi ice breaking dibawakan Ira Shijie untuk menghangatkan suasana dan menyemangati peserta (kiri) Sesi berikutnya diisi oleh dr. Kurniawan yang menerangkan mengenai Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Cinta Kasih. Sejarah RSKB Cinta Kasih bermula sebagai Poliklinik di tahun 2003, yang kemudian berubah menjadi sebuah rumah sakit (RS) dengan izin sementara dari pemerintah selama 1 tahun dikarenakan sering mengadakan baksos. 1 tahun pun berlalu, pemerintah memberikan izin tetap sebagai rumah sakit dan nama poliklinik pun berubah menjadi Rumah Sakit Khusus Bedah di tahun 2005 karena sering melakukan operasi baik mayor maupun minor. “Keindahan sebuah kelompok terletak dari keindahan pribadi dan pengendalian dari masing-masing individu.” merupakan kata perenungan dari Master Cheng Yen yang sekaligus merupakan isi materi dari sesi keindahan budaya humanis Tzu Chi yang dibawakan oleh dr Subekti. Citra insan Tzu Chi itu penting karena dengan penampilan dan tutur kata yang baik barulah orang lain akan menghormati orang tersebut. Dalam sesi ini pun dijelaskan pentingnya suatu budaya humanis Tzu Chi, dan diharapkan nantinya anggota baru dari TIMA dapat menjalankan dengan baik. “Ketika kita masuk dalam suatu kelompok yang ada aturannya, awalnya pasti tidak nyaman. Namun apabila dengan tulus hati kita mencoba untuk mengikuti dan mendalaminya, lama-lama akan terasa nyaman,” tutur drg. Lina dalam sharingnya. Dalam sesi inspirasi, dr. Sumarsudi menjelaskan bahwa dirinya sebagai dokter yang sudah cukup lama bergabung dengan TIMA, merasakan banyak hal positif. “Ketika melakukan sesuatu yang bermanfaat baik dalam kehidupan, akan menghasilkan energi yang besar pada saat itu”, tutur dr. Sumarsudi. Tidak hanya itu, drg. Marcia, yang mengikuti training TIMA untuk kedua kalinya, mengaku merasa mengenal lebih dalam tentang Tzu Chi. “Saya ingat sekali kata-kata dari sebuah sharing yang mengatakan “Banyak dokter yang pintar tetapi tidak banyak dokter yang melayani dengan hati,” ungkap drg. Marcia yang memegang teguh prinsip tersebut dan diterapkan ketika menghadapi pasien. Lain halnya dengan dr Moses Bernard Homenta, yang baru pertama kali mengikuti training setelah mengikuti lebih kurang 7 kali baksos Tzu Chi. “Yang saya dapat dari training ini adalah semangat hidup bersama, kegotong-royongan, dan kasih setia yang harus diterapkan dalam kehidupan untuk melayani pasien kita. Saya akan melayani dengan penuh cinta kasih, penuh pengharapan, agar pasien yang saya layani dapat sembuh dari penyakit fisik maupun mental,” tutur dr. Moses yang berprofesi sebagai dokter umum. | |||
Artikel Terkait
Percaya Diri Sebagai Kunci Keberhasilan
17 Oktober 2017Pada Minggu, 15 Oktober 2017 diadakan kegiatan rutin kelas budi pekerti (xiao tai yang) di Tzu Chi Tanjung Balai Karimun. Pada kesempatan ini, kelas budi pekerti mempelajari tema tentang kepercayaan diri.