Melihat dari Dekat Kehidupan Penduduk di Asmat

Jurnalis : Arimami Suryo A, Fotografer : Arimami Suryo A

doc tzu chi indonesia

Kondisi perkampungan di pinggiran kota Agats, Kabupaten Asmat, Papua.

Pemberian bantuan Tzu Chi ke Kabupaten Asmat, Papua sudah memasuki gelombang ke-2. Bantuan berupa sembako ini untuk menunjang pemulihan warga Asmat setelah Kejadian Luar Biasa (KLB) di kabupaten ini. Tim redaksi Tzu Chi Indonesia yang sampai di Kota Agats, ibukota Kabupaten Asmat pun mencari tahu penyebab kenapa warga di Kabupaten ini terkena campak dan gizi buruk.

Rabu, 21 Februari 2018 relawan Tzu Chi Jakarta, Biak, Jayapura sampai di Kota Agats dengan menggunakan helikopter TNI AD. Setelah beristirahat sejenak, relawan Tzu Chi kemudian berkeliling Kota Agats untuk melihat kehidupan masyarakat setelah Kejadian Luar Biasa (KLB) yang telah dicabut statusnya pada tanggal 5 Februari 2018 lalu.

Warga Asmat sendiri terbiasa hidup di atas rawa. Di beberapa wilayah di pinggiran Kota Agats, masyarakatnya pun masih hidup dalam kondisi yang kurang layak. Rumah-rumahnya menggunakan papan kayu yang ditopang dengan tiang-tiang kayu yang terpancang ke dalam rawa. Untuk keperluan Mandi, Cuci, dan Kakus (MCK) mereka menggunkan konstruksi yang hampir sama dengan rumah, hanya saja ditutup dengan kain atau plastik bekas karung. Hal tersebut diperparah dengan kondisi jalan dari papan yang sudah jauh dari kata layak, kebersihan yang kurang terjaga, sampah plastik dan rumah tangga, serta sanitasi yang buruk membuat kondisi masyarakat Asmat rentan terkena campak dan gizi buruk.

doc tzu chi indonesia

Lingkungan di sekitar rumah dengan sampah yang berserakan dan MCK seadanya.

doc tzu chi indonesia

Suasana di dalam rumah-rumah masyarakat Asmat dan biasanya dihuni lebih dari lima orang.

Relawan juga menyempatkan diri melihat-lihat dan masuk ke perkampungan di pinggiran Kota Agats tersebut untuk melihat langsung kondisi masyarakatnya. Air bersih pun menjadi barang yang mahal bagi masyarakat di wilayah ini, bahkan untuk mandi pun di salah satu sudut pinggiran Kota Agats masih banyak yang memandikan anak-anak dengan air yang bercampur dengan limbah MCK dan rumah tangga, atau menunggu hujan untuk sekedar bisa mandi.

Bukan hanya kondisi kebersihan dan rumah yang jauh dari kata layak, kondisi anak-anak di pinggiran Kota Agats pun juga kurang nutrisi. Lebih parahnya, anak-anak tersebut sering memakan kopi untuk menahan rasa lapar karena orang tua mereka hanya bekerja sebagai buruh bagasi, tukang angkat atau bongkar muat yang tidak menentu pendapatannya.

Secercah Harapan Untuk Anak Asmat

Kondisi yang sangat kekurangan di Asmat tersebut tidak menyurutkan keceriaan anak-anak di sana. Mereka tetap bersemangat untuk bisa membaca dan menulis. Salah satu contohnya adalah keberadaan Rumah Belajar Cahaya Kasih Bunda Maju Bersama di bawah lindungan Gereja Katolik Paroki Kristus Raja Mbait.

doc tzu chi indonesia

Jalan-jalan dari papan kayu yang menghubungkan perkampungan-perkampungan di pinggiran Kota Agats, kabupaten Papua.

doc tzu chi indonesia

Anak-anak Asmat yang dimandikan dengan air yang bercampur dengan limbah MCK dan rumah tangga karena minimnya air bersih.

Pada pemberian bantuan gelombang pertama ke Asmat, Tzu Chi memberikan bantuan kepada rumah belajar tersebut. “Awal kami memberikan bantuan, kami berkomunikasi dengan pihak Gereja Katolik Paroki Kristus Raja Mbait. Lalu kami mendapatkan informasi bahwa di sini ada rumah belajar. Anak-anaknya di rumah belajar tersebut tadinya kondisinya memperihatinkan, karena anak-anak tersebut tidak terurus dan kerap kali mandi di lumpur,” ungkap Lister Lalong, relawan Tzu Chi Biak.

Saat relawan mengunjungi rumah baca tersebut, anak-anak pun sedang belajar membaca dan bernyanyi. “Mereka lebih segar dan lebih baik dari awal kita datang,” kata Lister Lalong.

Kondisi anak-anak di Rumah Belajar Cahaya Kasih Bunda Maju Bersama tersebut juga dijelaskan oleh pengajarnya, Stepanus Batlayeri.

doc tzu chi indonesia

Stepanus Batlayeri (kaos kuning) bersama anak-anak Rumah Belajar Cahaya Kasih Bunda Maju Bersama saat menyambut kedatangan relawan Tzu Chi.

doc tzu chi indonesia

Lister Lalong, relawan Tzu Chi Biak membagikan makanan kecil untuk anak-anak di Rumah Belajar Cahaya Kasih Bunda Maju Bersama.

“kondisi kurang nutrisi anak-anak di rumah baca ini ya pertama air bersih penyebabnya karena rata-rata orang tua mereka datang dari pedalaman untuk mencari rezeki dan penghidupan yang layak di Agats tanpa memikirkan kesehatan. Jadi kami juga ada program untuk membersihkan mereka, memberikan nutrisi, dan mengedukasi. Hal tersebut juga mulai dibantu Tzu Chi sejak berjodoh di awal pemberian bantuan,” ungkapnya.

Rumah Belajar Cahaya Kasih Bunda Maju Bersama memiliki 351 anak yang terdaftar, tetapi hanya 60 anak yang aktif mengikuti pelajaran. Saat mengunjungi rumah baca, relawan membagikan makanan kecil supaya anak-anak tetap semangat belajar.

Editor: Khusnul Khotimah

Artikel Terkait

Menebar Kasih di Pedalaman Asmat

Menebar Kasih di Pedalaman Asmat

01 Maret 2018

Relawan Tzu Chi memberikan perhatian untuk masyarakat Kabupaten Asmat yang mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) gizi buruk pada anak dan campak dengan membagikan sembako. Bantuan terdiri dari gelombang 1 dan 2 supaya bisa menunjang pemulihan masyarakat Asmat setelah KLB tersebut statusnya dicabut.

Perhatian dan Kepedulian untuk Asmat

Perhatian dan Kepedulian untuk Asmat

14 Februari 2018
Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia merespon Kejadian Luar Biasa (KLB) di Asmat, Papua. Tzu Chi memeberikan bantuan berupa 600 paket cinta kasih kepada warga Asmat yang menderita campak dan gizi buruk. 
Melihat dari Dekat Kehidupan Penduduk di Asmat

Melihat dari Dekat Kehidupan Penduduk di Asmat

22 Februari 2018

Pemberian bantuan Tzu Chi ke Kabupaten Asmat, Papua sudah memasuki gelombang ke-2. Bantuan berupa sembako ini untuk menunjang pemulihan warga Asmat setelah Kejadian Luar Biasa (KLB) di kabupaten ini.

Keharmonisan organisasi tercermin dari tutur kata dan perilaku yang lembut dari setiap anggota.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -