Melihat Keburukan Dalam Diri

Jurnalis : Amelia Devina (He Qi Utara), Fotografer : Amelia Devina, Lim Ji Shou (He Qi Utara)
 

fotoKehadiran Ji Shou, relawan asal Malaysia turut menambah banyak masukan yang berharga bagi para peserta bedah buku di Jing Si Books & Cafe Pluit, Jakarta Utara.

Hujan deras tidak menyurutkan niat para peserta bedah buku untuk datang ke Jing Si Books & Café Pluit, Jakarta Utara. Semangat untuk belajar ternyata memang dapat mengatasi banyak kendala. Sudah beberapa kali pertemuan bedah buku mengupas buku karangan Master Cheng Yen yang berjudul “Zhen Shi Zhi Lu” (Jalan Kebenaran). Buku ini mengisahkan filosofi dan mazhab Tzu Chi serta perjalanan Master selama 43 tahun mendirikan Yayasan Buddha Tzu Chi. Melalui buku ini kita bersama menyusuri dan mengikuti jejak langkah beliau.

 

Setiap Hari, Selangkah demi Selangkah
Bagi para relawan Yayasan Buddha Tzu Chi, tentu sudah tidak asing dengan lagu yang sering didengar dan dilantunkan saat menjalankan pradaksina (meditasi berjalan ala Tzu Chi- red) dalam berbagai kegiatan dan kesempatan. Ya, lagu itu tidak lain adalah petikan dari sutra pedoman filosofi Tzu Chi, yaitu Sutra Amitharta (Sutra Makna Tak Terhingga). Master Cheng Yen sangat menyukai petikan kalimat dari Sutra tersebut, “Batin yang jernih dan hening, tekad yang luas dan luhur, teguh tak tergoyahkan, dalam masa tak terhingga”.

Di dalam keheningan muncullah tekad. Namun, walaupun untuk bertekad saja tidak mudah, kita tetap perlu menjaga tekad tersebut sampai masa yang tak terhingga. Master Cheng Yen seringkali mengatakan, “Genggamlah saat ini.” Yang beliau maksudkan adalah agar kita, para muridnya, tidak berpikir terlalu jauh. Yang terpenting adalah untuk fokus pada hal yang paling dekat, fokus pada saat sekarang, dan terus melakukan segala sesuatu secara konsisten.

Ji Shou, seorang relawan Tzu Chi asal Malaysia yang pada Kamis, 4 Februari 2010 itu berkesempatan hadir ikut menambahkan, “Kalau bisa fokus sepenuh hati di saat sekarang, walau salah sekalipun itu tidak apa-apa. Karena kalau kita sudah melakukannya dengan sepenuh hati, pasti kita akan mendapatkan suatu pelajaran dari hal tersebut.” Master Cheng Yen dalam bukunya pun mengatakan bahwa beliau tidak pernah berpikir bahwa Yayasan Buddha Tzu Chi bisa berkembang sampai sebesar ini. Yang beliau terus lakukan adalah bergerak maju, selangkah demi selangkah setiap detiknya dengan tetap berpegangan pada tujuan utama.

foto  foto

Ket : - Ketua He Qi Utara, Like Hermansyah dan wakilnya, Livia turut hadir untuk mendalami falsafah Tzu Chi lewat               buku "Jalan Kebenaran". (kiri)
          - Seluruh peserta dengan serius menyimak bacaan dan sharing dari Ji Shou. (kanan)

Setiap Gerakan Punya Alasan
Berjalan selangkah demi selangkah tentu saja bukan tanpa hambatan. Dalam berkegiatan di Tzu Chi sekalipun, tidak jarang para relawan mengalami dilema. Ada seorang relawan yang bertanya, “Dalam melakukan sebuah tindakan, bagaimana kita bisa membedakan apakah ini dilakukan karena nafsu atau bukan.”

Ji Shou tersenyum lalu menjawab, “Nafsu atau tidak nafsu, orang lain tidak dapat menghakimi. Kita sendirilah yang paling tahu.  Apabila sesuatu hal dikerjakan hanya demi diri sendiri, itu adalah nafsu. Maka, kita sendiri harus tahu dengan jelas apa target atau tujuan dari perbuatan kita. Setiap tindakan, setiap gerakan, harus ada alasannya.”

Mungkin kita jarang bertanya pada diri sendiri, ketika kita melakukan sesuatu, apa kita tahu tujuannya? Ji Shou mengaku bahwa ia mau membacakan bab-bab buku “Jalan Kebenaran” dan turut serta dalam kegiatan bedah buku walaupun tempat tinggalnya tidak di dekat Pluit, karena ia merasa senang dan ia tahu tujuan dari tindakannya. Walaupun tidak banyak yang datang, ia tetap merasa puas karena ia tahu kenapa dan untuk apa ia berada di sana.

Ji Shou menambahkan, “Bodhisatwa datang ke dunia karena adanya kebutuhan, yaitu karena adanya penderitaan. Kita harus bisa merasakan kenapa kita mau melakukan. Kita harus bisa merasakan kita sedang melakukan apa. Kalau kamu sudah tahu tujuan dari adanya sebuah kegiatan, hati pun akan tergerak dengan sendirinya dan kamu akan dengan senang hati melakukan.”

foto  foto

Ket : - Tidak hanya mendengarkan, banyak juga peserta bedah buku yang mencatat hal-hal inspiratif yang mereka               dapatkan selama dua jam acara. (kiri)
          - Para peserta bedah buku secara bergantian sama-sama membaca potongan teks yang ditampilkan di               layar. (kanan)

Pikiran Ibarat Monyet yang Berlarian
Jodie, salah seorang peserta bertanya, “Bagaimana caranya untuk menjaga dan mengontrol pikiran supaya tetap bersih dan hening?” Ji Shou kemudian menceritakan pengalaman seorang sahabatnya. Sang sahabat berkata bahwa ia gemar menyimpan beberapa gambar yang sangat ia suka. Salah satunya adalah gambar monyet. Mengapa monyet? Karena menurut sang sahabat, monyet itu seumpama pikiran manusia.
 
Ketika pikirannya sedang terganggu dan kemudian menjadi tidak selaras, sang sahabat tidak memerintahkan monyet itu untuk diam. Dia hanya melihat monyet itu saja. Itu pula yang Ji Shou praktikkan dalam kesehariannya. “Jangan berpikir untuk mengontrol, kita hanya perlu melihatnya saja sudah cukup. Kita menerima gangguan yang datang dan kita mulai lihat,” kata Ji Shou berpesan. Dengan demikian kita dapat melihat diri kita sendiri dengan kejujuran, “Wah, ternyata saya egois juga ya!”

Lama-lama, seiring dengan kemampuan kita untuk bisa melihat sang monyet, monyet itu pun bisa kelelahan karena terus diperhatikan. Ia akan mundur dan bergerak menjauh dengan sendirinya. “Kalau kamu sudah bisa melihat monyet itu, maka itu berarti kamu sudah bisa melepas egomu,” kata Ji Shou Sx menyimpulkan. Belajar menerima gangguan dan mengatasinya dengan kemampuan “melihat sang monyet” ini sungguh merupakan salah satu nasihat yang bisa kita terima dan tentunya patut kita praktikkan! Bukan tidak mungkin, seiring dengan proses kita dapat secara perlahan melunturkan keakuan kita dan mengerti bagaimana menjaga pikiran agar tetap tenang dan hening.

Acara bedah buku saat itu dipenuhi dengan buah-buah pikiran yang sangat inspiratif. Tiap kalimat dari buku “Jalan Kebenaran” yang dikaitkan dengan pengalaman hidup pribadi memang mampu mengundang banyak tanya mengenai penelusuran diri dan makna hidup yang sejati. Dalam pertemuan berikutnya, mungkin saja giliran Anda yang tercerahkan!

 
 

Artikel Terkait

Mendalami Makna Saling Berbagi

Mendalami Makna Saling Berbagi

15 Maret 2019
Relawan Tzu Chi kembali mengadakan kegiatan Gathering Gan En Hu dan Anak Asuh pada Minggu, 3 Februari 2019, di lantai Basement Tzu Chi Center, PIK, Jakarta Utara. 
Kabar Baik Dari Tzu Chi untuk Aini

Kabar Baik Dari Tzu Chi untuk Aini

29 Januari 2014 Hari itu Casniah bersama para tetangga datang untuk memeriksakan anak mereka yang sedang sakit akibat cuaca yang tidak menentu beberapa hari belakangan. Selain cuaca, banjir yang merendam kediaman mereka juga sedikit banyak membuat wabah penyakit semakin mudah tersebar.
Kunjungan Alumni Taiwan ke Tzu Chi Center, Bagai Pulang ke Rumah Sendiri

Kunjungan Alumni Taiwan ke Tzu Chi Center, Bagai Pulang ke Rumah Sendiri

18 November 2019

Sebanyak 80 alumni yang pernah berkuliah di Taiwan, yang tergabung dalam Ikatan Citra Alumni Taiwan se-Indonesia (ICATI) berkunjung ke Tzu Chi Center, PIK, Senin 18 November 2019. Di sini para alumni yang sebagian memang sudah pernah mendengar tentang kiprah Tzu Chi di luar negeri, dapat lebih mengenal tentang Tzu Chi Indonesia.

Apa yang kita lakukan hari ini adalah sejarah untuk hari esok.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -