Melukiskan Kisah, Melampaui Melodi

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari
 

foto
Li Shou Quan, menyanyikan sebuah lagu Tzu Chi berjudul Pan Shan Guo Ling, ia mengisi acara sharing dengan relawan mengenai pengalamannya menciptakan lagu-lagu Tzu Chi.

Rembulan tersenyum, angin pun berhembus
Usap lembut wajah kanak sedang terlelap
Di saat itu riak tenang airmu
S’lalu temani mimpi mereka
Sungai penuh harapan, sungai penuh impian… indah

Lalu limbah pun datang, nodai jernih parasmu
Bawa pergi keindahan yang pernah ada
S’galanya berganti airmu pun tak lagi seperti yang pernah kau miliki
Sungai hitam yang pekat, sungai kelam meratap… lara

… (penggalan lirik lagu Kali Angke yang Kekal )

Jumat, 28 Februari 2014, lagu Kali Angke yang Kekal bergema di lantai 3 Aula Jing Si Pantai Indah Kapuk menyambut Li Shou Quan, sang komposer, yang datang langsung dari Taiwan. Walaupun sedikit di gubah pada iramanya, Li laoshi (guru), saat mendengar lagu versi Indonesia mengaku masih mempunyai satu rasa yang sama seperti saat pertama kali ia menciptakan lagu ini. “Setelah mendengarkan lagu versi Indonesia, keharuan yang saya rasakan sama persis seperti saat saya menciptakan lagu ini,” ucapnya membuka sharing pada para tamu yang datang. “Walaupun saya tidak mengerti artinya (dalam bahasa Indonesia) namun saat mendengar suara penyanyi yang penuh penjiwaan, saya merasakan keharuan yang sama,” tambahnya sekaligus memuji Johandi Djahja, penyanyi yang menyanyikan lagu Kali Angke yang Kekal versi Indonesia.

Li laoshi menciptakan lagu Kali Angke yang Kekal 12  tahun (tahun 2002) yang lalu saat Tzu Chi mengadakan normalisasi Kali Angke dan memindahkan warganya ke satu kompeks rumah susun yang sekarang dikenal sebagai Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng. Terinspirasi dari sebuah prakata yang mengatakan bahwa sungai merupakan asal-usul dari budaya manusia, lagu ini diciptakan. Selain itu, ia juga telah menciptakan hampir 30 lagu Tzu Chi lainnya.

foto  foto

Keterangan :

  • Para tamu menyanyikan lagu Fei Yue Di Ping Xian bersama-sama, lagu ini diciptakan oleh Li Shou Quan dan didedikasikan untuk relawan yang berada di luar Taiwan (kiri).
  • Selain bernyanyi, mereka juga melakukan peragaan isyarat tangan (kanan).

Walaupun belum pernah melihat secara langsung bagaimana kondisi Kali Angke pada waktu tersebut, juga tidak tahu seperti apa warga yang tinggal di bantaran kalinya, namun Li laoshi tahu bahwa seperti halnya manusia, sungai pun mempunyai usia, bisa pula mengalami penuaan. Dalam proses penuaan, noda batin dapat dengan mudah menghampiri. Permulaannya jernih namun lama-lama akan kotor, apabila tidak dibersihkan maka semakin banyak noda batin yang susah dibersihkan seperti juga hati manusia. Apabila sudah ternodai tidak diobati, maka ia akan sakit. Hal inilah yang dikisahkan dalam lagu “Kali Angke yang Kekal”. Suatu proses penuaan yang terjadi pada lingkungan hidup manusia, terutama sungai yang menjadi fondasi kehidupan dan budaya. Dalam membuat lagu ini, Li laoshi banyak menggunakan ekspresi mimik wajah manusia dan juga bahasa tubuh serta ungkapan emosi manusia yang menandakan kerinduan pada satu lingkungan yang bersih. “Saya tidak pernah melihat wujud Kali Angke, begitu pula Master Cheng Yen yang tidak pernah melihatnya. Namun saya kagum dengan Master Cheng Yen karena beliau bisa melakukan hal yang luar biasa,” tuturnya.

Selain Li laoshi, Johandi Djahja, penyanyi lagu Kali Angke yang Kekal versi Indonesia juga menuturkan bahwa ia sangat bangga bisa menyanyikan lagu ini. Menurutnya, menyanyikan lagu ini bukanlah hal yang mudah karena isi dari lagu sangat dalam. Ia bahkan harus memilah-milah kata saat membuat lirik dalam versi Indonesia. “Sebisa mungkin tidak lari jauh dari lirik aslinya,” ujar Johandi.  Ia juga tidak ingin hanya menyanyikan sebuah lagu, namun ingin juga menyampaikan isi dari lagu pada para pendengar. “Saya tidak hanya ingin menyampaikan lirik tapi sebisa mungkin untuk menyampaikan pesan, berbicara dengan orang yang mendengar,” jelasnya. Baginya musik adalah bahasa universal, karena walaupun dengan lirik yang susah dimengerti, namun kita bisa merasakannya dengan alunan melodi. “Saya rasa lagu adalah alat yang paling tepat untuk menyampaikan pesan, daripada kita hanya sekedar imbauan-imbauan. Jadi lebih baik kita mempunyai lagu yang mengajak daripada melarang,” tuturnya.

foto  foto

Keterangan :

  • Setelah melakukan sharing, ia menyempatkan diri untuk membubuhkan tanda-tangannya pada keping CD lagunya (kiri).
  • Salah satu pengunjung, Jan Hien (tengah baju oranye), merasa senang dan terinspirasi dengan apa yang telah Li Shou Qian lakukan (kanan).

Salah satu tamu yang hadir dalam acara tersebut, Jan Hien, yang mengaku sangat senang dan terhibur serta mendapat banyak inspirasi setelah mendengarkan sharing dari Li laoshi. “Inspirasi bertebaran di mana-mana,” ujarnya sembari tertawa. “Pembawaan Li laoshi sangat hangat. Saya nggak terlalu banyak tahu lagunya. Namun lagu-lagunya mencerminkan karakter beliau, nada-nadanya juga cukup akrab. Yang membuat nilai tambah adalah adanya suatu kesatuan antara kesederhanaan lirik lagu dengan melodinya,” tuturnya mencermati lagu-lagu yang diciptakan oleh Li laoshi. Sebelumnya, Jan Hien merupakan seorang yang juga aktif dalam dunia seni dan juga pernah bekerjasama bersama DAAI TV Indonesia untuk menciptakan beberapa buah lagu. “Di balik lagu ini, tersirat keprihatinan yang dalam, kesederhanaan syairnya itu tersirat suatu makna yang dalam,” pungkasnya.

Sejarah yang tertulis dalam Kali Angke merupakan sejarah Tzu Chi di seluruh dunia bukan hanya sejarah Tzu Chi di Indonesia semata. Li laoshi juga berharap bahwa lagu-lagu yang ia ciptakan dapat dinikmati oleh relawan Tzu Chi di seluruh dunia. “Setiap kisah Tzu Chi yang menyentuh, bisa menjadi lagu yang menyentuh juga bisa menyebarkan keindahan ke seluruh dunia,” ucapnya.

  
 

Artikel Terkait

Keteguhan Hati Seorang Ibu

Keteguhan Hati Seorang Ibu

11 Maret 2009 Fitria yang memiliki nama lengkap Fitria Eka Supriatna adalah anak pertama dari empat bersaudara. Menurut Winda, saat bayi (usia 10 bulan -red) Fitria pernah mengalami demam yang sangat tinggi hingga menyebabkan gangguan pada fungsi saraf motoriknya. “Dulu pernah panas tinggi, kata dokter kena sarafnya di otak,” jelas Winda.
Tzu Ching, <em>Jia Yoo</em>!!

Tzu Ching, Jia Yoo!!

04 Juli 2009 Ternyata kendaraan sepanjang jalan itu menuju lokasi yang sama, yaitu tempat diadakannya bazar vegertarian. Bazar yang diberi nama event Vegetarian Food Festival ini diselenggarakan oleh Tzu Chi Indonesia, dengan tema “Giat mempraktikkan ajaran Jing Si, Tzu Chi bersumbangsih dalam masyarakat, sikap luhur dan bersahaja mendatangkan berkah”.
Benih yang kita tebar sendiri, hasilnya pasti akan kita tuai sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -