Melukiskan Setiap Masalah dari Sudut Kebijaksanaan

Jurnalis : Suyanti Samad (He Qi Pusat), Fotografer : Rianto Budiman (He Qi Pusat)


Ji Shou Shixiong sharing tentang dunia Tzu Chi, kehidupan relawan dalam lingkungan Tzu Chi, dan kehidupan sehari-hari.

Rabu, 9 April 2014, kegiatan bedah buku kembali diadakan oleh He Qi Pusat dengan mengundang Ji Shou Shixiong sebagai pengisi bedah buku yang bertempat di RS. Royal Progress lantai 9 Sunter, Jakarta Utara. Mengawali bedah buku, Ji Shou mengungkapkan beberapa relalitas yang banyak ditemuinya. Ia menuturkan bahwa setiap bedah buku, banyak relawan datang untuk mendengarkan dan pulang setelah selesai. Beberapa relawan membawa pulang hal baru, namun tak bisa dipungkiri bahwa ada juga yang pulang dengan tangan kosong. Dalam hal ini ia kembali mengingatkan apa tujuan awal yang ingin didapat oleh relawan. Apakah hanya berbuat baik? Bila hanya datang, mendengarkan, selesai (bedah buku), keluar (ruangan) dan pulang, adalah sia-sia. Maka dari itu hanya relawan dengan pertanyaan yang akan mendapat jawaban. Dengan berpikir kembali dan mengolah dengan pikiran, baru akan mendapatkan suatu kebijaksanaan.

Bijaksana berarti mampu membedakan mana yang salah dan mana yang benar. “Kemudian bagaimana membedakan mana yang benar dan salah?” tanya Ji Shou. “Untuk mampu membedakannya kita harus benar-benar mendalami diri kita sendiri, apa yang kita mau, apa yang kita lihat. Yang paling penting dalam pikiran kita adalah belajar dan merubah pandangan. Seperti yang kita tahu bahwa pikiran dapat merubah tindakan dan sebaliknya tindakan dapat merubah pikiran. Tzu Chi adalah tindakan merubah pikiran,” ujarnya memberikan penjelasan bagi para relawan.

Master Cheng Yen memberikan ajaran melalui Tzu Chi diperuntukkan bagi semua manusia, semua muridnya. Begitu juga dengan sila Tzu Chi yang bukanlah peraturan melainkan sila yang apabila dijalankan bisa memberikan satu kebijaksanaan bagi yang melaksanakannya. “Dunia sekarang sangat menakutkan, terbuka, connected (apa saja akan tersambung), apa yang kita lakukan akan diketahui semua orang,” tutur Ji Shou. Melihat dunia yang dianggap sudah tidak aman, maka sudah seharusnya kejujuran menjadi pondasi untuk menjaga diri. “Di Tzu Chi, kita tidak hanya kerja sosial, berbuat baik, tetapi kita harus melatih diri dengan baik, mendalami ajaran dan menjaga batin (pikiran) kita,” ungkap Ji Shou.


Suasana bedah buku Berbincang-bincang bersama Ji Shou Shixiong, pada hari Rabu 9 Apr 2014, pukul 19.00 malam di RS Royal Progress lantai 9 Sunter.

Mendengar penjelasan dari Ji Shou, salah satu relawan, Effendi Shixiong, mengungkapkan pertanyaannya berkaitan dengan survei kasus yang biasa dilakukan oleh Tzu Chi. “Selama ini saya menjalankan survei kasus. Pemohon bantuan selalu memberikan keterangan tidak jujur, mereka menjelaskan pendapatan lebih kecil dari pengeluaran. Apa yang harus kita lakukan pada pemohon bantuan tidak jujur?” Mendengar pertanyaan tersebut, Ji Shou menjawab dengan menggunakan kebijaksanaan. Bahwa satu hal, masing-masing mempunyai tiga versi. Versi saya, versi dia, dan versi kenyataan. Satu hal yang harus diingat adalah bahwa Tzu Chi merupakan ladang pembelajaran setiap relawan.

Dalam Tzu Chi kita mengenal tiga prinsip dasar budaya humanis: Gan en (bersyukur), Zhun Zhong (menghormati), Ai (kasih sayang), yang bukan hanya kata yang bisa kita ucapkan, namun sudah seharusnya kita praktekkan. Bagaimana konsep gan en (bersyukur) bisa diwujudkan di lapangan. “Dalam kerja (melihat) pasien kasus kita melihat orang susah, membuat kita menjadi terharu dan bersyukur atas keadaan kita sekarang. Namun kebanyakan, rasa haru yang menimbulkan rasa syukur itu tidak bertahan lama. Selebihnya kita kebal pada kasus dan justru bersikap seperti polisi menghukum pemohon,” ujar Ji Shou.


Relawan secara kooperatif memberikan pertanyaan pada Ji Shou Shixiong.

“Saat survei kasus, pemohon bantuan tidak jujur dalam memberikan keterangan biaya hidup, kita (dalam tahap belajar) cukup menulis keterangan dan memberikan kepercayaan. Karena kita bukan polisi dan tugas kita bukan menginterogasi pemohon bantuan. Tujuan kita adalah memberi bantuan dan menyucikan batin mereka. Satu yang perlu kita ingat adalah saat kita berseragam, membantu orang (survei) adalah pelajaran, bukan kebajikan. Pelajaran mengenai bagaimana kita berbuat baik dan menjalin jodoh yang baik dengan orang lain,” terangnya.

Melalui Tzu Chi, relawan diajak untuk belajar EQ (emotional quotient) untuk memahami emosi diri sendiri, merasakan emosi orang lain, dan menyikapi kehidupan. Juga tidak ketinggalan untuk empati yaitu merasakan penderitaan orang lain. “Mengapa relawan harus turun lapangan? Kita harus merasakan, supaya kita tidak kering,” ucapnya.

Di sesi terakhirnya, Ji Shou mengingatkan mengenai tiga kata: Saya dengar saya lupa. Saya lihat saya tahu. Saya lakukan saya baru paham. “Bagi Master, lakukan saja 3 hal ini. Life is short, hidup ini tidak kekal, inilah kehidupan. Kita harus bersyukur, menghormati dan menebarkan cinta kasih,” tutupnya.


Artikel Terkait

HUT Bedah Buku Komunitas

HUT Bedah Buku Komunitas

14 Maret 2012 Teriknya sengatan mentari di siang hari itu, 13 Maret 2012,  tidak menyurutkan minat 48 orang peserta untuk hadir di acara bersejarah bagi komunitas Bedah Buku yaitu acara syukuran ulang tahun pertama TCBBK (Tzu Chi Bedah Buku Komunitas).
Bedah Buku yang Menginspirasi

Bedah Buku yang Menginspirasi

03 Juli 2014 Dalam bedah buku ini mempelajari tentang bagaimana cara mengunakan waktu dan ingatlah mengatur waktu jangan sampai waktu yang mengatur kita.
Mendalami Dharma dengan Cara Menyenangkan

Mendalami Dharma dengan Cara Menyenangkan

22 Agustus 2019

Di Ulang Tahun Pertama kegiatan Bedah Buku Komunitas relawan Hu Ai Pluit yang jatuh pada hari Minggu, 18 Agustus 2019, panitia membuat kegiatan yang berbeda dari sebelumnya, belajar Dharma dengan cara yang menyenangkan.

Orang yang berjiwa besar akan merasakan luasnya dunia dan ia dapat diterima oleh siapa saja!
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -