Memadu Hati Demi Korban Gempa Jogjakarta
Jurnalis : Ivana, Fotografer : Anand YahyaSabtu pagi, 27 Mei 2006 pukul 05.55, berita mengejutkan datang dari jantung Pulau Jawa, yaitu Propinsi Daerah Istimewa Jogjakarta. Gempa berkekuatan 5,9 skala Richter bersumber dari dasar laut yang berjarak 33 km dari sebelah selatan Jogjakarta, berlangsung selama hampir 2 menit. Gempa tektonik yang terjadi pada patahan antara lempeng austrosia dan asia itu telah menggemparkan seluruh penduduk, apalagi efeknya terasa hingga radius ratusan kilometer sekitarnya dan disusul gempa lanjutan beberapa kali. Syukurlah isu terjadinya tsunami akibat gempa di dasar laut itu tidak terbukti kebenarannya.
Hari Minggu, relawan Tzu Chi dari Jakarta telah tiba di Jogjakarta. Segera setelah mendengar kabar mengenai bencana yang terjadi, relawan dibagi 2 untuk menuju Jogjakarta melalui jalur darat dan jalur udara. Relawan yang melalui jalur darat berangkat hari Sabtu malam, terdiri dari 12 orang dengan membawa 4 mobil (1 mobil penumpang, 1 ambulans, dan 2 mobil box). Rombongan ini membawa serta obat-obatan dan barang bantuan yang akan dibagikan. Sedangkan relawan yang melalui jalur udara terdiri dari 4 dokter, 6 perawat, 2 tim Da Ai TV, dan 8 relawan.
Beruntung Tzu Chi di Jogjakarta sudah mulai bertunas. Gedung kantor Frananto Hidayat, penggerak relawan Tzu Chi Jogja menjadi tempat koordinasi awal bagi rombongan yang baru tiba. Bantuan dari relawan Tzu Chi di Magelang tiba berupa 2 buah truk tentara yang mengangkut barang bantuan beserta personil tentara yang siap membantu. Untuk memulai misi bantuan bencananya, tim medis bergerak menuju rumah sakit Angkatan Udara Republik Indonesia yang terletak di Outer Ring Road Blok O, Jl. Janti yang juga mengalami rusak ringan, namun dapat dijadikan posko pusat koordinasi.
Gempa yang terjadi sehari sebelumnya, paling parah mengenai Kabupaten Bantul yang letaknya terdekat dengan pusat gempa. Karenanya, lokasi inilah yang rencananya akan menjadi titik sasaran pemberian bantuan Tzu Chi. Setelah koordinasi singkat di posko Blok O, selanjutnya rombongan gabungan relawan Jakarta dan relawan Jogja bergerak menuju kantor dinas Bupati Bantul yang sekaligus menjadi posko koordinasi penanggulangan bencana dari pemerintah.
Sepanjang perjalanan menuju kantor dinas Bupati Bantul mulai tampak rumah-rumah yang rusak parah di sisi kanan kiri jalan. Jalur dua arah itu dipadati oleh kendaraan roda dua-empat. Yang satu merupakan antrian warga yang berupaya meninggalkan Bantul, sedangkan jalur sebaliknya merupakan para relawan/lembaga yang tengah berusaha memberikan bantuan pada korban bencana. Jalan yang mereka lalui itu juga retak-retak di berbagai tempat, meski tidak sampai patah.
Di sisi dan tengah jalan banyak sekali warga tua-muda membopong kardus yang bertuliskan 'mohon bantuan'. Tampaknya mereka berharap di antara pengendara mobil-mobil yang lalu lalang itu ada yang sudi memberikan sedekah untuk membantu penderitaan mereka. Namun dalam kondisi saat itu, uang tidaklah berarti banyak, sebab meski seseorang memiliki banyak uang, ia tetap tidak dapat membeli apa-apa mengingat di sana sangat sedikit toko yang buka.
Di kantor dinasnya, rombongan relawan Tzu Chi disambut sendiri oleh Bupati Bantul, Idam Samawi, yang secara pribadi menyampaikan penghargaannya pada niat baik Tzu Chi untuk memberi bantuan. Di alun-alun sebelah kantor, ramai dengan pendatang baik sebagai relawan ataupun media massa. Di antaranya terdapat posko pelayanan kesehatan, posko pendaftaran tim relawan, posko pendataan korban, dan posko pemberian bantuan darurat. Setelah melapor ke posko pelayanan kesehatan, Tzu Chi diminta untuk menangani 6 titik yaitu :
- Dukuh Gandon, Desa Sumuran, Kecamatan Palbapang
- Dukuh Gumuh, Desa Rungunlujir, Kecamatan Bantul
- Dukuh Butih, Desa Patalan, Kecamatan Jetis
- Dukuh Sukun, Desa Patalan, Kecamatan Jetis
- Lapangan Srihardono, Kecamatan Pundong
- SD. Kiringan, Kecamatan Pundong
Setelah mendapat lokasi yang ditetapkan menjadi konsentrasi tim medis Tzu Chi, sebagian relawan dan dokter melakukan survei ke lokasi sebelum selanjutnya disusul oleh rombongan relawan beserta barang bantuan. Saat rombongan bergerak semakin dalam ke daerah Kabupaten Bantul, gerimis mulai turun dan pemandangan semakin memprihatinkan. Di bawah hujan, banyak warga yang sama sekali tidak memiliki tempat berteduh. Rumah yang roboh akibat gempa semakin sering ditemui, hampir mencapai 80% dari seluruh rumah yang ada di daerah ini. Para warga ada yang berusaha membuat tempat berteduh sementara dari bahan yang mereka miliki seadanya seperti karung tepung atau terpal.