Memahami Lebih Dalam Ajaran Buddha

Jurnalis : Hadi Pranoto , Fotografer : Anand Yahya
 
foto

Sebanyak 2.000 siswa-siswi dan mahasiswa dari sekolah dan perguruan tinggi Buddhist mengikuti perayaan Waisak 2552 yang diselenggarakan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia pada Minggu, 11 Mei 2008 di JITEC, Mangga Dua Square, Jakarta.

“Ibu adalah sosok orang yang berjasa. Dia yang melahirkan dan membesarkan kita. Meski kita sering berbuat salah, tetapi dia selalu memaafkan. Pokoknya ibu segala-galanya deh.” (Eva, siswi kelas 2 SMP Dhammasavana)

Tidak seperti perayaan-perayaan Waisak sebelumnya, pada tahun ini Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia menyelenggarakan perayaan Waisak 2552/2008 secara lebih meriah dan dengan jumlah peserta yang jauh lebih besar. Minggu, 11 Mei 2008, hampir 4.064 orang (sekitar 2.000 siswa sekolah-sekolah Buddhis dan 2.000 relawan Tzu Chi dan masyarakat umum) memenuhi aula Jakarta International Exhibition Centre (JITEC), Mangga Dua Square, Jakarta. Seperti biasanya, pada minggu kedua di bulan Mei setiap tahunnya, insan Tzu Chi di seluruh dunia merayakan 3 hari besar secara bersamaan, yakni Hari Waisak, Hari Ibu, dan Hari Tzu Chi Sedunia.

Makna Waisak
Perayaan Waisak 2552/2008 kali ini dirayakan Tzu Chi dengan mengundang beberapa sekolah dan perguruan tinggi agama Buddha di Jakarta dan sekitarnya serta siswa-siswi Kelas Budi Pekerti Tzu Chi. Hal ini tentu menimbulkan kenangan tersendiri bagi para siswa dan mahasiswa yang hadir. Seperti diungkapkan Eva, siswi kelas 2 SMP Dhammasavana, Jakarta Barat, “Peringatan Waisak ini lebih meriah dibanding peringatan yang saya ikuti sebelumnya.” Ketika diingatkan bahwa hari itu juga merupakan peringatan Hari Ibu Internasional, Eva menyambutnya dengan tekad untuk berbakti kepada ibunya. “Caranya dengan membantu pekerjaan di rumah, belajar dengan baik dan menuruti nasehatnya,” kata Eva.

Demikian pula halnya dengan Alfian Asikin, siswa kelas III SMP Surya Dharma, Jakarta Selatan, ia merasakan manfaat dengan mengikuti peringatan Waisak ini. “Menambah semangat saya untuk ke vihara lagi,” tegasnya. Senada dengan rekan sekolahnya, Bernard Saputra memaknai perayaan Waisak ini dengan penuh suka cita. “Saya jadi lebih mengerti wawasan tentang Buddha, bisa beramal, dan menambah daya tarik saya terhadap Buddha,” kata Bernard.

foto  foto

Ket : - Dengan khidmat, siswa-siswi dari Sekolah Buddhist di Jakarta dan sekitarnya mengikuti prosesi pemandian
           Buddha Rupang dalam perayaan Waisak 2552, yang sekaligus merupakan Hari Ibu dan Hari Tzu Chi
           Sedunia.

Sementara bagi Feby, mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB) Nalanda, Jakarta, perayaan Waisak seperti ini sangat positif karena dapat mengundang semua lapisan umat Buddha untuk hadir. “Saya pikir ini luar biasa, baru pertama kali dah disambut antusias oleh umat Buddha. Saya harap ini bisa dilakukan setiap tahun supaya tahu makna ceremony kelahiran Buddha,” terang Feby yang hadir bersama 52 orang teman kampusnya.

Mengetahui jika selain memperingati Waisak, Tzu Chi juga memperingati Hari Ibu dan Hari Tzu Chi Sedunia, Feby menganggap peringatan ini sangat bermakna. “Seorang ibu itu luar biasa pengabdian dan perjuangannya, terutama kepada anak-anaknya,” kata Feby. Mahasiswa semester II, jurusan Dhammacariya (Pendidikan Guru Agama Buddha) ini juga mengibaratkan sosok ibu itu tiada tara, seperti bumi yang memberikan apapun dalam kehidupan manusia. “Dihubungkan dengan Waisak itu sangat bagus sekali, sama-sama momentum yang baik,” terang Feby.

Tzu Chi di Mata Mereka
Bagi Lasmanah, kedatangannya ke JITEC kali ini merupakan pengalaman pertamanya melihat perayaan Hari Waisak. Duduk di belakang panggung —Lasmanah pemeluk agama Islam— dengan penuh perhatian ia menyaksikan tayangan TV layar lebar di depannya.

foto  foto

Ket : - Lasmanah, pasien yang pernah ditangani Tzu Chi menghadiri --tidak mengikuti prosesi-- Perayaan
           Waisak 2552 yang diselenggarakan Tzu Chi sebagai bentuk kebersamaan dan ungkapan terima
           kasihnya kepada insan Tzu Chi di dunia. (kiri)
         - Mawar, relawan Tzu Chi tengah memberikan penjelasan seputar kegiatan Tzu Chi kepada pengunjung
           pameran poster yang dilakukan selepas acara Hari Waisak di JITEC, Mangga Dua Square, Jakarta. (kanan)

Lasmanah dulunya adalah merupakan pasien penderita bibir sumbing yang ditangani Tzu Chi. “Kekurangan” pada dirinya ini telah menyiksanya sejak kecil hingga akhirnya ia terpaksa harus berhenti sekolah dan mengurung diri di rumah. Setelah dua kali menjalani operasi —keduanya dibiayai Tzu Chi— kini Lasmanah telah menemukan kepercayaan dirinya. Ia kini sudah bisa bekerja dan menghidupi dirinya sendiri. “Alhamdulillah, sekarang walaupun kecil-kecilan dah dapat kerja. Ini semua berkat Tzu Chi,” kata Lasmanah. Tak lupa ia mengucapkan rasa terima kasihnya kepada insan Tzu Chi, khususnya Master Cheng Yen atas berkah yang sudah diterimanya. “Mudah-mudahan saya pada suatu saat nanti bisa ikut membantu juga,” janji Lasmanah.

Ungkapan senada juga disampaikan Enjah, mantan pasien yang juga pernah ditangani oleh Tzu Chi. Enjah yang pernah mengalami kelumpuhan, kini sudah pulih dan bisa beraktivitas kembali—meski belum pulih 100%. “Relawan Tzu Chi ini benar-benar patut diteladani. Mereka merawat dan mendampingi pasien-pasien yang ditangani sampai tuntas. Contohnya ya, saya ini,” kata Enjah bahagia. Terbukti, lewat cinta kasih yang tulus dan tanpa pamrih sanggup memutus batasan-batasan agama, kesukuan ataupun golongan. Semuanya hanya bermuara pada satu kata, semangat untuk menolong dan membangkitkan kembali harapan hidup manusia.

 

Artikel Terkait

Welas Kasih untuk Semua

Welas Kasih untuk Semua

15 Maret 2016 Ratusan pasien penderita katarak dari berbagai latar belakang dan usia mengikuti jalannya operasi tahap demi tahap pada bakti sosial operasi katarak yang digelar di Sampit, Kalimantan Tengah pada 25 hingga 27 Februari 2016 lalu.
Inspirasi Bagi Semua Orang

Inspirasi Bagi Semua Orang

16 Juni 2010
Pedagang kaki lima pun tidak dilewatkan. Sebuah tempat makan miso yang menjadi favorit masyarakat Pekanbaru yang bernama Miso Arifin, dengan tangan terbuka menerima dan memberikan tempat untuk relawan menempelkan kata renungan.
Suara Kasih : Ladang Kebahagiaan

Suara Kasih : Ladang Kebahagiaan

03 Mei 2012
Ada relawan yang tangan kanannya terluka, jadi dia menggunakan tangan kiri untuk beraktivitas. Mereka sungguh adalah Bodhisatwa dunia yang memiliki tekad pelatihan diri yang kokoh. Bodhisatwa yang memiliki tekad kokoh ini selalu bersumbangsih bagi bumi dan seluruh umat manusia.
Dengan keyakinan, keuletan, dan keberanian, tidak ada yang tidak berhasil dilakukan di dunia ini.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -