Memahami Perjuangan Ibu
Jurnalis : Erli Tan (He Qi Utara 1) , Fotografer : Tan Surianto, Yusniaty (He Qi Utara 1)Ada yang berbeda dari penampilan para murid kelas budi pekerti Qinziban selama mengikuti kegiatan di Gedung Gan En lantai 3, Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara pekan lalu, 15 Mei 2016. Ke-49 murid kelas budi pekerti Qinziban tersebut berperut buncit seperti sedang mengandung. Ternyata perut buncit itu terbuat dari balon yang sengaja dimasukkan di balik baju mereka.
Perut buncit tersebut adalah dalam rangka memperingati Hari Ibu Internasional. Mereka diajak memahami kondisi dan kesulitan seorang ibu saat hamil. Balon yang dianggap perut besar itu harus mereka jaga dengan baik ibarat seorang ibu yang sedang mengandung. Para murid ada yang merasa lucu, geli, dan ada juga yang terlihat sangat hati-hati saat berjalan maupun duduk.
“Hari Ibu berarti anak-anak musti bisa bersyukur dan gan en sama mama dan papa sendiri,” jelas Yuli Natalia, koordinator sekaligus pembuat konsep kegiatan ini. Selama kegiatan berlangsung, “perut buncit” itu tetap dibawa, mulai dari melakukan prosesi Waisak hingga tur pameran 50 tahun Tzu Chi.
Para murid menyimak penjelasan relawan dalam Pameran 50 tahun Tzu Chi
Alicia Tandang dan Angelica Tandang, yang merupakan anak kembar, setelah membawa “perut buncit” selama kegiatan itu menyadari bahwa saat mama mereka hamil pasti capek dan tidak nyaman, apalagi mereka kembar. Alicia sendiri merasa naik turun tangga saja sangat tidak leluasa. “Capek, sakit, tak enak. Mama pernah cerita mama hamil sakit, saya tak percaya, makanya sekarang percaya itu sakit,” ujar Alicia dan Angelica yang lahir pada tanggal 1 Agustus, 9 tahun silam.
Selain “perut buncit” para murid juga mengikuti dua kegiatan lainnya yakni prosesi Waisak, dan melihat Pameran 50 tahun Tzu Chi. Dengan mengikuti tur Pameran 50 tahun Tzu Chi, para murid dan juga orang tua yang hadir kini tahu bahwa Tzu Chi bukan hanya ada di Indonesia, tapi sudah tersebar di berbagai negara. Dari beberapa poster mereka bisa melihat kesungguhan hati para relawan di berbagai negara. Misalnya relawan dari Afrika yang mengangkat berkarung-karung beras, dan relawan Myanmar yang menyumbangkan segenggam beras. Tur ini juga sekaligus bertujuan membangkitkan jiwa bajik anak-anak untuk bersumbangsih bagi masyarakat.
Setelah bercerita tentang relawan Afrika, Yuli seorang relawan bertanya kepada para murid, “Xiao Pu Sha sudah besar nanti apakah mau menjadi relawan bantu Shigu bagi-bagi beras?” Serentak mereka menjawab, “Mauuu….!!”
Alicia
dan Angelica Tandang menggambar wajah
orang tuanya di balon.
Usai prosesi Waisak dan tur pameran, para murid kelas budi pekerti Qinziban diajak kembali ke ruang kelas. Balon yang ada di dalam perut pun baru boleh dikeluarkan. Selanjutnya anak-anak diminta menggambarkan wajah ibu masing-masing di balon tersebut sambil mengenang jasa-jasa orang tua. Alicia dan Angelica memutuskan untuk menggambar wajah kedua orang tua, satu balon wajah papa, satu lagi wajah mama. “Soalnya sayang sama papa dan mama, makanya mau gambar dua-duanya,” tutur Alicia sambil tersenyum.