Membaca Sutra dan Menerapkan Dharma
Jurnalis : Erli (HeQi Utara), Fotografer : Stephen Ang (HeQi Utara)Bedah Buku “20 Kesulitan dalam Kehidupan” dibahas setiap hari Kamis malam di Jing Si Books & Café Pluit, Jakarta Utara. |
| ||
Kali ini pembahasan sudah menyentuh Bab 4, yaitu “Sulit Untuk Membaca Sutra-Sutra Buddha”. Buddha mengatakan bahwa sulit untuk membaca sutra-sutra Buddha. Mengapa? Pada zaman Buddha, belum ada media pencatatan seperti sekarang ini. Setiap ucapan Buddha tidak bisa direkam langsung ataupun dicatat apalagi dicetak dan didistribusikan, namun hanya mengandalkan ingatan para muridnya dan disebarkan secara lisan. Inilah sebab yang mengakibatkan orang-orang sulit membaca sutra-sutra Buddha. Berbeda dengan situasi pada zaman sekarang, sutra-sutra dicetak dan dengan mudahnya disebarluaskan melalui berbagai media. Tidak ada alasan bagi orang-orang untuk merasa sulit mendapatkan sutra-sutra Buddha. Menurut Master Cheng Yen, kalaupun ada kesulitan, pada masa kini, bahasa adalah salah satu kendala dalam memahami sutra Buddha. Menurut Po San Shixiong selaku pembicara dan koordinator pada kegiatan bedah buku ini, sesuatu itu dirasakan sulit karena kita selalu merasa tidak sanggup melakukannya. Bila dari awal kita mengatakan tidak bisa, maka sampai kapan pun kita tidak akan pernah bisa. Sebaliknya, bila ada tekad, maka ada kekuatan. Seperti Master Cheng Yen pada masa-masa awal mendirikan Yayasan Tzu Chi, tiga puluh ibu rumah tangga menyisihkan lima puluh sen setiap harinya, dan uang tersebut dikumpulkan untuk mendirikan sebuah rumah sakit. Sesuatu yang kelihatan mustahil, tapi berkat tekad dan ketekunan Master serta murid-muridnya, Yayasan Tzu Chi yang bermula dari ‘nol’ sedikit demi sedikit akhirnya menjadi “sesuatu”.
Keterangan :
Pada kesempatan itu Livia Shijie, relawan senior dan Wakil Ketua He Qi Utara juga menambahkan bahwa setiap langkah besar selalu dimulai dari satu langkah kecil (Nan xing neng xing). Sesuatu disebut sulit tapi tetap bisa dilakukan. Contohnya apabila diberi tugas dan tanggung jawab maka hendaknya kita tidak menolak, namun bisa menerimanya dengan senang hati. Hindari berharap diberi tugas yang lebih ringan, hendaknya kita berharap agar diberi kekuatan dan kemampuan yang lebih besar untuk menjalankan tugas-tugas yang dipercayakan kepada kita. Buddha dalam Hati, Dharma dalam Tindakan Master Cheng Yen mengatakan, kesulitan yang dimaksud oleh Buddha pada dasarnya ada di hati kita. Meskipun sutra terletak di tempat yang sangat mudah terjangkau oleh tangan dan bisa dibaca pada saat itu juga, dan walaupun Lentera Kehidupan disiarkan ulang sebanyak tiga kali dalam satu hari, tapi bila dalam hati tidak ada keinginan untuk membaca Sutra dan mendengar Dharma, bagaimana mungkin Dharma bisa masuk ke dalam hati?
Keterangan :
Mengenai kesulitan bahasa, Po San Shixiong berpendapat, “Terjemahan yang paling tepat adalah melalui implementasi, penerapan, dan tindakan dalam kehidupan sehari-hari. Sutra adalah sebuah jalan, Tzu Chi adalah jalan yang disediakan bagi kita untuk melangkah. Sutra bukan hanya untuk dilafalkan, namun harus selalu diterapkan.” Livia Shijie yang pada malam itu memberi banyak sharing dan masukan juga mengiyakan pendapat Po San Shixiong, “Ada banyak kesempatan di Tzu Chi yang tersedia bagi kita untuk menerapkan Dharma.“ Livia Shijie juga menilai meskipun membaca Da Bei Zhou (Maha Karuna Dharani) sebanyak 108 kali setiap hari, masih akan kurang bermanfaat bila dalam kehidupan sehari-hari tidak menerapkan ajaran Buddha. “Master Cheng Yen tidak ingin kita hanya melafal sutra dan bermeditasi. Memang kedua hal tersebut penting untuk membangun konsentrasi, tetapi yang paling penting adalah penerapannya,“ ujarnya. Livia Shijie juga menegaskan bahwa Yayasan Tzu Chi memang merupakan yayasan yang berlandaskan ajaran Buddha, namun bukan berarti orang-orang atau relawan yang ada di dalamnya harus beragama Buddha. “Tzu Chi adalah organisasi yang lintas agama, lintas ras, dan lintas negara. Mazhab Tzu Chi memiliki tujuan menolong orang dan keluarganya, membangun kepedulian kepada sesama, membina diri dalam masyarakat, dan memberi manfaat bagi orang banyak,” tuturnya. “Tzu Chi merupakan organisasi pembinaan diri yang mengajarkan kita akan nilai-nilai kebajikan dan welas asih yang saya yakin agama lain juga mengajarkan hal yang sama, oleh karena itu kita semua adalah sama,” tegas Livia Shjie. Pembahasan makin mendalam ketika menyinggung karma. Setiap relawan mengutarakan sharingnya dengan sangat menarik. Sebagian relawan yang baru pulang dari mengikuti training 4 in 1 juga tidak ketinggalan berbagi pengalamannya ketika di Taiwan. Master Cheng Yen sering mengingatkan kita, walaupun pementasan Sutra Pertobatan Air Samadhi telah selesai, namun proses bertobat harus dilanjutkan, harus senantiasa ada Buddha di dalam hati kita (Fo Zai Xin), dan Dharma dalam setiap tindakan (Fa Zai Xing). Sebelum kegiatan bedah buku ditutup dengan penghormatan kepada Master Cheng Yen, para relawan diingatkan kembali akan pentingnya bertobat dan mendalami dharma serta menerapkannya dalam setiap tindakan, ucapan, pikiran dalam kehidupan sehari-hari, dengan bersama-sama menyatukan hati menyanyikan lagu “Yi Xing Yuan Ming Zi Ran”. | |||
Artikel Terkait
Berbagi Kebahagiaan Menyambut Imlek
15 Februari 2018Desa Simpak merupakan salah satu desa binaan yang sampai saat ini terus melakukan komunikasi dengan relawan dari Tzu Chi Tangerang. Sejak 2015, Desa Simpak rutin melakukan penuangan celengan bambu yang setiap 3 bulan sekali dikunjungi oleh relawan.