Membaca Sutra dan Menerapkan Dharma

Jurnalis : Erli (HeQi Utara), Fotografer : Stephen Ang (HeQi Utara)

fotoBedah Buku “20 Kesulitan dalam Kehidupan” dibahas setiap hari Kamis malam di Jing Si Books & Café Pluit, Jakarta Utara.

 

Buku “20 Kesulitan Dalam Kehidupan” seolah-olah telah menjadi buku favorit dalam beberapa bulan ini. Bedah Buku yang diadakan di Jing-Si Books & Cafe Pluit setiap hari Kamis pukul 7 malam pun telah membahas buku tersebut sejak bulan Agustus lalu. Tanggal 1 September 2011, walaupun sebagian orang masih berada dalam suasana liburan, namun tidak bagi 19 relawan yang kembali berkumpul untuk mendalami buku tersebut.

 

 

Kali ini pembahasan sudah menyentuh Bab 4, yaitu “Sulit Untuk Membaca Sutra-Sutra Buddha”.

Buddha mengatakan bahwa sulit untuk membaca sutra-sutra Buddha. Mengapa? Pada zaman Buddha, belum ada media pencatatan seperti sekarang ini. Setiap ucapan Buddha tidak bisa direkam langsung ataupun dicatat apalagi dicetak dan didistribusikan, namun hanya mengandalkan ingatan para muridnya dan disebarkan secara lisan. Inilah sebab yang mengakibatkan orang-orang sulit membaca sutra-sutra Buddha. Berbeda dengan situasi pada zaman sekarang, sutra-sutra dicetak dan dengan mudahnya disebarluaskan melalui berbagai media. Tidak ada alasan bagi orang-orang untuk merasa sulit mendapatkan sutra-sutra Buddha. Menurut Master Cheng Yen, kalaupun ada kesulitan, pada masa kini, bahasa adalah salah satu kendala dalam memahami sutra Buddha.

Menurut Po San Shixiong selaku pembicara dan koordinator pada kegiatan bedah buku ini, sesuatu itu dirasakan sulit karena kita selalu merasa tidak sanggup melakukannya. Bila dari awal kita mengatakan tidak bisa, maka sampai kapan pun kita tidak akan pernah bisa. Sebaliknya, bila ada tekad, maka ada kekuatan. Seperti Master Cheng Yen pada masa-masa awal mendirikan Yayasan Tzu Chi, tiga puluh ibu rumah tangga menyisihkan lima puluh sen setiap harinya, dan uang tersebut dikumpulkan untuk mendirikan sebuah rumah sakit. Sesuatu yang kelihatan mustahil, tapi berkat tekad dan ketekunan Master serta murid-muridnya, Yayasan Tzu Chi yang bermula dari ‘nol’ sedikit demi sedikit akhirnya menjadi “sesuatu”.

foto  foto

Keterangan :

  • Menurut Po San Shixiong (paling kiri) selaku pembicara dan koordinator pada kegiatan bedah buku ini, sesuatu itu dirasakan sulit karena kita selalu merasa tidak sanggup melakukannya. (kiri)
  • Livia Shijie (kedua dari kanan) pada malam hari itu memberi banyak sharing dan masukan agar kita dapat menerapkan dharma dalam kehidupan sehari-hari. (kanan)

Pada kesempatan itu Livia Shijie, relawan senior dan Wakil Ketua He Qi Utara juga menambahkan bahwa setiap langkah besar selalu dimulai dari satu langkah kecil (Nan xing neng xing). Sesuatu disebut sulit tapi tetap bisa dilakukan. Contohnya apabila diberi tugas dan tanggung jawab maka hendaknya kita tidak menolak, namun bisa menerimanya dengan senang hati. Hindari berharap diberi tugas yang lebih ringan, hendaknya kita berharap agar diberi kekuatan dan kemampuan yang lebih besar untuk menjalankan tugas-tugas yang dipercayakan kepada kita.

Buddha dalam Hati, Dharma dalam Tindakan
“Di Tzu Chi kita juga bisa membaca Sutra dan Dharma,” ujar Po San Shixiong menekankan bahwa tidak ada kesulitan bagi kita sama sekali untuk memperoleh sutra dan dharma. “Dharma (ajaran kebenaran) selalu ada di setiap ceramah Master Cheng Yen, dipublikasikan setiap hari melalui Lentera Kehidupan di DAAI TV. Selain itu Dharma juga ada di program Sanubari Teduh (Wisdom At Dawn), dan bisa kita dapatkan lebih banyak lagi melalui buku-buku Master Cheng Yen yang ada di Jing-Si Books & Café,” tambahnya.

Master Cheng Yen mengatakan, kesulitan yang dimaksud oleh Buddha pada dasarnya ada di hati kita. Meskipun sutra terletak di tempat yang sangat mudah terjangkau oleh tangan dan bisa dibaca pada saat itu juga, dan walaupun Lentera Kehidupan disiarkan ulang sebanyak tiga kali dalam satu hari, tapi bila dalam hati tidak ada keinginan untuk membaca Sutra dan mendengar Dharma, bagaimana mungkin Dharma bisa masuk ke dalam hati?

foto  foto

Keterangan :

  • Walaupun sebagian orang masih berada dalam suasana liburan Lebaran, namun tidak bagi 19 relawan yang kembali berkumpul untuk membahas buku “20 Kesulitan dalam Kehidupan”. (kiri)
  • Setiap relawan mengutarakan sharing dan pendapat mereka mengenai pentingnya penerapan dharma dalam setiap tindakan, ucapan, dan pikiran dalam kehidupan sehari-hari.(kanan)

Mengenai kesulitan bahasa, Po San Shixiong berpendapat, “Terjemahan yang paling tepat adalah melalui implementasi, penerapan, dan tindakan dalam kehidupan sehari-hari. Sutra adalah sebuah jalan, Tzu Chi adalah jalan yang disediakan bagi kita untuk melangkah. Sutra bukan hanya untuk dilafalkan, namun harus selalu diterapkan.”

Livia Shijie yang pada malam itu memberi banyak sharing dan masukan juga mengiyakan pendapat Po San Shixiong, “Ada banyak kesempatan di Tzu Chi yang tersedia bagi kita untuk menerapkan Dharma.“ Livia Shijie juga menilai meskipun membaca Da Bei Zhou (Maha Karuna Dharani) sebanyak 108 kali setiap hari, masih akan kurang bermanfaat bila dalam kehidupan sehari-hari tidak menerapkan ajaran Buddha.

“Master Cheng Yen tidak ingin kita hanya melafal sutra dan bermeditasi. Memang kedua hal tersebut penting untuk membangun konsentrasi, tetapi yang paling penting adalah penerapannya,“ ujarnya. Livia Shijie juga menegaskan bahwa Yayasan Tzu Chi memang merupakan yayasan yang berlandaskan ajaran Buddha, namun bukan berarti orang-orang atau relawan yang ada di dalamnya harus beragama Buddha. “Tzu Chi adalah organisasi yang lintas agama, lintas ras, dan lintas negara. Mazhab Tzu Chi memiliki tujuan menolong orang dan keluarganya, membangun kepedulian kepada sesama, membina diri dalam masyarakat, dan memberi manfaat bagi orang banyak,” tuturnya. “Tzu Chi merupakan organisasi pembinaan diri yang mengajarkan kita akan nilai-nilai kebajikan dan welas asih yang saya yakin agama lain juga mengajarkan hal yang sama, oleh karena itu kita semua adalah sama,” tegas Livia Shjie.

Pembahasan makin mendalam ketika menyinggung karma. Setiap relawan mengutarakan sharingnya dengan sangat menarik. Sebagian relawan yang baru pulang dari mengikuti training 4 in 1 juga tidak ketinggalan berbagi pengalamannya ketika di Taiwan. Master Cheng Yen sering mengingatkan kita, walaupun pementasan Sutra Pertobatan Air Samadhi telah selesai, namun proses bertobat harus dilanjutkan, harus senantiasa ada Buddha di dalam hati kita (Fo Zai Xin), dan Dharma dalam setiap tindakan (Fa Zai Xing). Sebelum kegiatan bedah buku ditutup dengan penghormatan kepada Master Cheng Yen, para relawan diingatkan kembali akan pentingnya bertobat dan mendalami dharma serta menerapkannya dalam setiap tindakan, ucapan, pikiran dalam kehidupan sehari-hari, dengan bersama-sama menyatukan hati menyanyikan lagu “Yi Xing Yuan Ming Zi Ran”.

  
 

Artikel Terkait

Berbagi Kebahagiaan Menyambut Imlek

Berbagi Kebahagiaan Menyambut Imlek

15 Februari 2018

Desa Simpak merupakan salah satu desa binaan yang sampai saat ini terus melakukan komunikasi dengan relawan dari Tzu Chi Tangerang.  Sejak 2015, Desa Simpak rutin melakukan penuangan celengan bambu yang setiap 3 bulan sekali dikunjungi oleh relawan.

Pemberkahan Akhir Tahun Tzu Chi Bandung

Pemberkahan Akhir Tahun Tzu Chi Bandung

31 Januari 2011
Suasana antusias menyelimuti acara Pemberkahan Akhir Tahun. Hal tersebut terlihat dengan banyaknya tamu undangan yang menyempatkan diri untuk hadir pada acara rutin Tzu Chi yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali.
Pelatihan Bagi Para Guru

Pelatihan Bagi Para Guru

15 Juli 2011
Pelajaran budi pekerti memang sungguh diperlukan dalam menanamkan nilai kehidupan terutama budaya humanis agar dapat meningkatkan rasa hormat dan menghargai dalam kehidupan.
Keindahan kelompok bergantung pada pembinaan diri setiap individunya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -