Membangkitkan Asa Demi Keluarga

Jurnalis : Yuliati, Fotografer : Yuliati

Relawan Tzu Chi secara rutin mengunjungi rumah para penerima bantuan Tzu Chi (gan en hu) untuk memberikan dukungan dan perhatian kepada mereka, salah satunya Freddinad yang tinggal di Pademangan, Jakarta Utara.

Belajar dari kesalahan masa lalu adalah hal yang dilakukan Freddinad saat ini setelah melewati masa sulit beberapa tahun silam. Masa-masa di mana pria 34 tahun ini berjuang melawan penyakit yang dideritanya sejak tahun 2008. Penyakit yang diidapnya pun terbilang kompleks. Ada paru-paru, ginjal, hati, lambung, dan usus. “Semua (organ) dalam badan ini kena semua, sakit semua,” kata Freddi, sapaan karibnya.

Sebelum penyakit menggerogoti tubuhnya, Freddi memiliki kehidupan yang cukup kelam. Minuman keras menjadi temannya setiap saat. Bahkan obat-obatan terlarang pun kerap diminumnya. “Dulu, kalau boleh dibilang saya ini orang berengsek, tukang mabuk. Narkoba sering, alkohol (minuman keras –red) sehari tidak pernah lewat, suka berantem,” kenangnya. “Efeknya sekarang,” sesalnya.

Dua kali Freddi menjalani perawatan di rumah sakit. Karena keterbatasan dana untuk menanggung biaya rumah sakit, pada pengobatan yang pertama terpaksa dihentikan meski belum dinyatakan sembuh. Perawatan selanjutnya dilakukan seadanya di rumahnya di Pademangan Barat, Jakarta Utara.

Selama tidak menjalani pengobatan, kondisi kesehatan Freddi semakin memburuk. Tubuhnya lunglai tak berdaya dan sangat kurus. Bahkan Freddi tidak mampu untuk menggerakkan badannya tanpa bantuan orang lain. Istrinya, Lisyati selalu merawatnya dengan setia dan sepenuh hati.


Freddinad (dua dari kiri) dan sang istri, Lisyati (tiga dari kiri) bersyukur dengan kehidupan yang dialaminya sekarang. Mereka sudah menganggap relawan Tzu Chi bagian dari keluarganya.

Berjodoh dengan Tzu Chi

Melihat suaminya terbaring tak berdaya, tentu sebagai istri, Lisyati merasa tidak tega. Ia kemudian nekat membawa suaminya ke rumah sakit kembali. Beruntung di saat-saat ia membutuhkan uluran dana, tetangganya memberikan info tentang pengajuan bantuan ke Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. “Saya bawa Freddi ke rumah sakit dulu, lalu saya ke Kantor (Sekretariat He Qi Pusat) Tzu Chi di ITC Mangga Dua untuk mengajukan bantuan,” ujar ibu dua anak ini.

Gayung bersambut, pengajuan bantuan Lisyati diterima Tzu Chi. Sejak tahun 2012, Tzu Chi membantu pengobatan Freddi hingga tuntas. “Senang banget pas disetujuin, dibantu pengobatannya,” ungkap wanita 35 tahun ini. Melihat kondisi keluarga Freddi yang kekurangan, relawan juga memberikan bantuan biaya hidup selain bantuan pengobatan untuknya. “Beban hidup jadi berkurang (mendingan),” tambah Lisyati.

Dua tahun menjalani pengobatan, Freddi kembali bisa tersenyum dengan kondisi tubuh yang lebih bugar. Selama menjalani perawatan, Freddi bisa meminum 25 butir obat setiap harinya. “Namanya mukjizat ya, saya bisa sembuh meski badan kaku,” ujarnya. Meskipun perkembangan kesehatannya sudah membaik, ternyata Freddi menderita penyakit lainnya, saraf kejepit. “Duduk saja terasa kaku, tulang leher sampai bawah bermasalah,” ucapnya.

Kesembuhan Freddinad memang belum benar-benar sembuh total, namun sudah membangkitkan semangat tersendiri baginya. Semangat yang sempat pudar kini menyatu kembali. “Senang banget, bersyukur. Tadinya aku anggap sudah tidak ada harapan (sembuh) lagi,” ujar sang istri tersenyum. “Jasa istri saya dan Buddha Tzu Chi sangat luar biasa,” sambung Freddi haru.

doc tzu chi

Yang Lien Hwa, relawan yang sejak awal mendampingi selalu memberikan doa dan dukungan untuk Freddinad agar terus bersemangat dalam menjalani hidup.

Pendampingan dan Perhatian Relawan

Melihat kesembuhan yang dirasakan, Freddi merasa menyesal pernah memiliki pemikiran ingin mengakhiri hidupnya saat dalam kondisi terpuruk. “Saya pikir penyakit saya banyak dan saya sadar betul seperti apa parahnya. Kalau saya terusin (pengobatan) yang pasti biaya tidak sedikit dan pasti nyusahin orang lain. Andaikan sembuh juga tidak mungkin bisa sembuh 100%. Dalam pikiran saya kalau sembuh akan jadi mayat hidup,” tuturnya terbata-bata. Hal inilah yang membuat Freddi putus asa.

Di tengah-tengah keputusasaannya, relawan Tzu Chi justru hadir memberikan semangat untuknya. Selain bantuan pengobatan, relawan Tzu Chi juga memberikan pendampingan dan bimbingan. “Pas saya sakit sering dikunjungi relawan apalagi ibu Lien Hwa sebulan bisa empat kali. Yang paling penting itu dukungan dan doanya, setiap kemari selalu doakan saya,” kata Freddi. Dekatnya relawan Tzu Chi membuat Freddi merasa mereka seperti keluarga sendiri. “Ibu Lien Hwa kayak ibu saya sendiri,” ujarnya.

Meskipun pada awalnya meragukan Tzu Chi apakah benar-benar akan membantu pengobatannya, kini Freddi sudah merasakan cinta kasih yang Tzu Chi berikan. “Bantuannya tanpa pamrih,” ucapnya. Freddi yang sering menghadiri acara gathering gan en hu (penerima bantuan Tzu Chi) pun merasa memperoleh banyak pelajaran hidup. “Yang tadinya saya putus asa dan menilai orang negatif, saya salah. Sekarang tidak mau seperti itu,” ungkapnya.

Kini Freddi memutuskan untuk membantu sang istri mencari nafkah dengan menjadi tukang ojek. “Alhamdulilah untuk sekarang ada perkembangan setelah saya sembuh, bisa kerja lagi bisa bantu keluarga,” ujarnya. “Jadi pikiran saya dulu kalau sembuh jadi mayat hidup itu salah. Walaupun orang tidak berdaya juga pasti masih bisa berbuat sesuatu,” imbuhnya tak kuasa menahan air mata. Meskipun hasil yang diperoleh dari ojek tidak besar, Freddi memiliki target mendapat penghasilan sebesar 50.000 rupiah dalam sehari. “Ojek sejam, (badannya) tidak kuat lama-lama. Dengan keterbatasan saya tidak banyak yang bisa dilakukan,” ungkapnya sedih.

Sementara itu sang istri juga mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan berjualan es di dekat rumahnya. Meski penghasilan keduanya terbilang masih kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan pendidikan kedua anaknya yang masih SD, namun mereka sangat bersyukur dengan keadaan yang dialaminya. “Dapatnya berapa disyukuri. Saya dikasih hidup lagi ini kesempatan, makanya saya akan selalu berbuat baik,” ungkap sang suami. “Cukup tidak cukup ya dicukup-cukupin, dan alhamdulilah masih ada bantuan Tzu Chi,” sambung Lisyati.

Salah satu relawan Tzu Chi, Yang Lien Hwa yang mendampingi sejak awal pengobatan Freddinad merasa sangat bahagia melihat perkembangan kesehatan dan kehidupan Freddi. “Pak Freddi bisa sembuh itu suatu kebahagiaan kami,” ujar Lien Hwa. Lien Hwa juga bangga dengan perubahan diri Freddi yang bisa dengan total meninggalkan kebiasaan buruk pada masa lalunya. Rasa syukur Freddi dalam memaknai kehidupan juga mengundang haru pada relawan.

“Saya merasa bangga dan terharu dengan segala kehidupannya yang pas-pasan, tetapi pak Freddi merasa bersyukur dan merasa puas,” ungkapnya. “Pak Freddi selalu bilang yang penting bisa menjaga anak-anak supaya kelak anak-anaknya bisa sekolah dan bisa sampai universitas,” ujarnya penuh haru.

Editor: Hadi Pranoto


Artikel Terkait

Berbagi Sukacita di Lapas

Berbagi Sukacita di Lapas

23 Januari 2017

Yayasan Buddha Tzu Chi Tanjung Balai Karimun mengadakan  kegiatan untuk menyambut Tahun Baru Imlek bersama warga binaan Lapas Karimun untuk memberikan semangat kepada warga binaan pada 21 Januari 2017. Selain pembinaan juga pembagian paket imlek untuk mereka.

Kisah Hartono Harus Hidup Tanpa Pita Suara

Kisah Hartono Harus Hidup Tanpa Pita Suara

02 Juni 2022

Relawan Tzu Chi di Bekasi mengunjungi Hartono yang menderita kanker laring untuk terus memberikan bantuan moril dan materiil bagi mereka sekeluarga.

Menebarkan Kasih Kepada Opa Oma

Menebarkan Kasih Kepada Opa Oma

22 Februari 2017
Hujan di hari Minggu, 19 Februari 2017 sejak dini hari tidak menyurutkan langkah 21 relawan Tzu Chi komunitas Kebon Jeruk untuk mengunjungi opa dan oma yang tinggal di Panti Sahabat Baru, Duri Kepa, Jakarta Barat. Kunjungan itu diharapkan dapat mengobati kerinduan opa dan oma kepada sanak dan keluarga.
Cara kita berterima kasih dan membalas budi baik bumi adalah dengan tetap bertekad melestarikan lingkungan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -