Membangun Budaya yang Mencerahkan Dunia
Jurnalis : Sinta Febriyani (Tzu Chi Bandung), Fotografer : Sinta Febriyani (Tzu Chi Bandung) Dalam acara pelatihan relawan itu juga dipertunjukan sebuah drama yang berintikan pesan untuk tidak menunda-nunda dalam berbuat kebajikan. | “Tzu Chi adalah happy. Setiap hari di Tzu Chi itu happy, happy, dan happy,” ucap Ji Shou Shixiong, relawan Tzu Chi Malaysia yang selama ini aktif di Indonesia saat sharing tentang budaya humanis Tzu Chi pada Pelatihan Relawan Junior (Abu Putih) I di aula Tzu Chi Bandung pada 26 Juli 2009. Menurut Ji Shou, budaya humanis Tzu Chi adalah budaya yang mencerahkan dunia. Maksudnya, budaya ini menjadikan insan Tzu Chi kenal bersyukur, menghormati, dan memiliki cinta kasih yang universal. Tzu Chi, bukan hanya sebagai tempat pelatihan diri, tapi juga tempat untuk mencari kebahagiaan dan ketenangan. |
Dengan pembawaannya yang ceria, Ji Shou menyampaikan bahwa seorang insan Tzu Chi haruslah selalu tersenyum, berani turun langsung ke lokasi pemberian bantuan, memiliki sikap yang rendah hati, penuh pengertian, dan berperilaku lemah lembut. Pemaparannya itu pun didukung oleh foto, video, dan cerita-cerita yang menarik sehingga peserta pelatihan tidak jenuh dan dapat mencerna materi yang disampaikan. Pada pelatihan yang dihadiri oleh 31 relawan baru dan relawan junior ini, Tzu Chi Bandung tidak hanya mengetengahkan materi tentang budaya humanis Tzu Chi. Pada sesi yang lain, disajikan pula materi tentang misi amal, sharing inspiratif dari relawan Tzu Chi dan dari pasien yang pengobatannya dibantu oleh Tzu Chi, serta games, drama dan persembahan gerakan isyarat tangan dari relawan Tzu Chi dan muda-mudi Tzu Chi (Tzu Ching). “Jangan Menunda untuk Berbuat Kebaikan” Ket : - Acara pelatihan relawan abu putih Tzu Chi Bandung yang pertama di di tahun 2009 ini diikuti oleh 31 relawan Dikutip dari cerita-cerita inspiratif Tzu Chi, dikisahkan, sebuah bus berhenti di sebuah terminal. Saat itu, hanya ada tiga kursi kosong yang tersisa, sementara penumpang yang naik berjumlah 5 orang. Dua di antaranya adalah seorang nenek dan ibu yang membawa bayi dan barang-barang. Mereka berdua tidak mendapat tempat duduk. Di antara 3 penumpang lainnya, hanya satu orang yang berniat menolong. Namun, perempuan muda ini terlalu banyak berpikir apakah ia akan memberikan tempat duduknya untuk si nenek ataukah untuk si ibu yang membawa bayi? Karena lama berpikir, tak terasa bus telah berhenti kembali di terminal berikutnya. Drama yang dibawakan hanya dalam kurun waktu kurang dari 10 menit itu ternyata menyita perhatian peserta pelatihan. Tak jarang, terlihat beberapa peserta, terutama para shijie yang terlihat kecewa dan kesal pada perempuan muda tersebut karena niat baiknya itu tidak terlaksana. Kesempatan itu, kemudian dimanfaatkan pembawa acara untuk berinteraksi dengan para peserta mengenai pesan yang terkandung dalam drama tersebut. Ternyata, hampir semua peserta mengatakan, “Niat baik itu sebaiknya jangan ditunda, tapi harus segera dilakukan.” Master Cheng Yen mengatakan, ada dua hal yang tidak bisa ditunda dalam kehidupan: berbakti kepada orangtua dan melakukan kebajikan. Mengajak Lebih Banyak Tangan untuk Menebar Kebajikan Di depan para peserta pelatihan, Ny. Sri menceritakan tentang kondisi putrinya yang menderita Rabdomiosarkoma (kanker otot lurik) dan kini tengah menjalani pengobatan di RS Hasan Sadikin Bandung atas bantuan dari Tzu Chi. Ket : - Para relawan Tzu Chi memperagakan bahasa isyarat tangan (shou yu) yang merupakan salah satu Dengan malu-malu dan kepala tertunduk, Delia duduk di kursi yang diapit oleh ibunya dan Budi Shixiong, relawan yang menangani kasusnya. Pada Budi, bocah perempuan berusia lima tahun itu bertutur bahwa ia bercita-cita menjadi dokter, dan sekarang, meski masih menjalani kemoterapi rutin, Delia sudah bersekolah di Taman Kanak-Kanak. Di akhir sharingnya, Ny. Sri menyampaikan rasa lega dan rasa terima kasihnya yang mendalam pada semua donatur dan relawan yang telah membantu pengobatan Delia. “Saya paling terkesan dengan video true story (video tentang Delia –red) yang ditampilkan oleh Tzu Chi. Seperti anak yang tadi dibantu misalnya (Delia –red), dia bercita-cita ingin menjadi dokter. Itu pasti karena dia merasakan telah dibantu oleh Tzu Chi, akhirnya jadi ingin membantu (juga). Pelatihan ini benar-benar bermanfaat, memberi penyegaran untuk saya. Melalui pelatihan ini, saya belajar tentang makna kehidupan. Mudah-mudahan setelah ini saya menjadi lebih sabar dan lebih peduli terhadap sesama,” ujar Erni, salah seorang peserta pelatihan yang mengenal Tzu Chi dari mertuanya dan tayangan DAAI TV. Herman Widjaja, ketua Tzu Chi Bandung berujar, meski jumlah peserta pelatihan tidak sebanyak yang diperkirakan, tapi interaksi yang diberikan oleh para peserta cukup bagus. Diharapkan dengan adanya pelatihan ini, relawan dapat lebih mengenal Tzu Chi dan dapat mengajak lebih banyak orang untuk bergabung di Tzu Chi agar penyebaran cinta kasih lebih meluas lagi. Pelatihan yang dimulai pukul 08.30 hingga 15.30 itu akhirnya ditutup dengan pembagian suvenir yang diserahkan langsung oleh Herman Widjaja kepada setiap peserta pelatihan. | |
Artikel Terkait
Rumah Lambang Cinta Kasih
20 Oktober 2020Berawal dari jalinan jodoh Martin Hasibuan yang menjadi anak asuh Tzu Chi, ibunya yang bernama Doriska Sinaga, janda beranak tujuh yang berprofesi sebagai pengumpul barang-barang daur ulang ini mendapat bantuan renovasi rumah dari Tzu Chi. Atap rumah yang dulunya bocor kini diganti dengan seng baru, dinding tepas kini diganti menjadi tripleks yang bagus. Rumah ini diharapkan memberikan kenyamanan dan keamanan bagi Doriskha dan anak-anaknya.