Membangun Karir di Dunia NGO

Jurnalis : Stefanny Doddy, Fotografer : Stefanny Doddy


Peserta lain ikut bermain game memasukkan bola ke dalam botol air mineral yang telah disiapkan oleh relawan Tzu Chi.

Di zaman modern ini, di mana motto yang dijunjung tinggi oleh masyarakat adalah Time is Money, terlihat jelas bahwa orang-orang sekarang lebih mementingkan jumlah laba atau profit yang bisa mereka dapatkan ketika bekerja. Setiap detik yang berjalan terhitung sebagai seberapa banyak uang yang bisa dikelola. Pemikiran ini akhirnya mengakar pada generasi muda, sehingga mindset mereka sejak kecil telah didogma untuk sekolah, lulus, lalu mencari nafkah di perusahaan besar, karena bekerja di PT atau perusahaan profit barulah mereka bisa mendapatkan gaji.

Tak terpikirkan oleh mereka bahwa sebenarnya mahasiswa lulusan S1 ataupun mereka yang sedang magang dapat bergabung di organisasi-organisasi sosial (NGO), yang di mana mereka bekerja layaknya seperti karyawan perusahaan pada umumnya. Stereotip yang terjadi adalah organisasi sosial atau Non-Profit Organization adalah sebuah yayasan untuk bekerja sosial dan membantu di dalam masyakarat, seperti menjadi relawan bukan tempat untuk bekerja seperti umumnya.

Inilah yang melatarbelakangi diadakannya Humanitarian Festival di Universitas Bina Nusantara pada hari Rabu, 29 November 2018. Acara ini diinisiasi oleh Teach For Indonesia Binus (TFI) untuk meningkatkan kepedulian mahasiswa terhadap isu sosial yang ada di lingkungan dengan mengajak berbagai organisasi sosial yang terfokus pada bidang yang berbeda sehingga dapat disosialisasikan kepada para mahasiswa.

Selain itu, juga agar dapat memberikan inspirasi bagi para mahasiswa dan memberikan pandangan karir di dunia organisasi sosial. Sehingga para mahasiswa sebagai generasi muda nantinya dapat menjadi agen perubahan bagi lingkungannya.


Wenny Carnika, Koordinator  acara Humanitarian Festival, sedang berbicara dengan anggota Teach for Indonesia id stan TFI.


Stephen Wahyudi Santoso, President Binus Higher Education, membuka acara dengan memberikan beberapa patah kata sambutan.

Humanitarian festival juga mengadakan seminar-seminar yang dilaksanakan pada tanggal 29 November di kampus Binus Kemanggisan dan 30 November di kampus Binus Alam Sutera. Lalu ada pula kegiatan donor darah yang dilaksanakan tanggal 1-3 Desember di Mall Alam Sutera.

“Acara ini memang baru pertama kali diadakan dan diinisiasi oleh Teach for Indonesia (TFI) yang merupakan CSR milik Universitas Bina Nusantara. Kami ingin mahasiswa maupun pengunjung bisa lebih aware terhadap isu-isu sosial yang beredar dan sudah menjadi concern setiap yayasan. Begitu pula dengan harapan agar terbukanya wawasan bahwa karir itu tidak selalu di dunia bisnis seperti perusahaan atau PT. Apalagi terutama ini di kampus, otomatis sasaran utamanya adalah mahasiswa. Sehingga, mindset mereka tidak hanya setiap lulus saya akan bekerja d PT B, PT A, tetapi ternyata bisa bergabung di organisasi-organisasi sosial yang sebenarnya juga menarik dan terdapat jenjang karirnya sendiri,” kata Wenny Carnika, Koordinator acara Humanitarian Festival.

Acara ini juga merupakan bentuk implementasi Binus untuk mendidik para mahasiswa tidak hanya kecerdasan intelektual, namun juga karakteristik mereka. Seperti yang disampaikan oleh Stephen Wahyudi Santoso, President Binus Higher Education.

“Sebagai upaya Binus untuk mewujudkan visi Fostering and Empowering, mendidik dan memberdayakan masyarakat. Kami bersama dengan Teach for Indonesia (TFI) mengadakan Humanitarian Festival 2018 ini untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian Binusian terhadap isu sosial yang ada di lingkungan.”


Mahasiswa Binus mengunjungi stan Yayasan Buddha Tzu Chi ketika usai kelas.


Philbert Audric Deigo (kiri) dan Ivan Gunawan (kanan), anggota Tzu Ching Barat, sedang menjaga stan sambil membuka obrolan kecil.

Total NGO yang berpartisipasi dalam acara ini ada 20 organisasi sosial yang terdiri dari 17 mitra eksternal dan 3 mitra internal. Organisasi-organisasi sosial ini sebelumnya telah bekerja sama dengan Teach for Indonesia dalam upaya pemberdayaan dalam masyarakat, baik itu melalui acara kemanusian, kegiatan community development bersama, dan kegiatan lainnya.

Salah satu organisasi sosial yang berpartisipasi adalah Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Pada acara ini, Tzu Chi membuka stan selama tiga hari mulai dari 28-30 November 2018.

“Kami membuka stan untuk menarik para mahasiswa bergabung dengan Tzu Ching. Tzu Ching itu kan organisasi muda-mudi relawan di masyarakat yang biasanya terdiri dari mahasiswa. Dengan buka stan seperti ini di mana kita memasang foto kegiatan-kegiatan serta visi dan misi kita, kita bisa lebih jauh memperkenalkan Tzu Chi kepada mereka. Banyak orang berpikir Tzu Chi itu hanyalah yayasan, vihara, padahal ini adalah organisasi relawan,” ujar Ivan Gunawan, salah satu relawan Tzu Ching Barat yang juga mahasiswa IT di Binus.

“Mungkin karena kata-kata ‘Non-Profit’, jadi orang sering kali salah perspektif tentang apa itu NGO sebenarnya. Jadi di sini kita mau menjelaskan kepada para mahasiswa, khususnya tentang Yayasan Buddha Tzu Chi dan organisasi kami Tzu Ching,” kata Philbert Audric Deigo, relawan Tzu Ching Barat dan mahasiswa hukum di Universitas Untar.

Pada kesempatan ini, Tzu Ching dan relawan bekerja sama untuk mensosialisasikan tentang Tzu Chi kepada para mahasiswa dengan harapan mereka dapat bergabung ke dalam organisasi Tzu Ching dan terbukanya wawasan mereka bahwa mereka bisa memulai karir mereka di organisasi sosial seperti Yayasan Buddha Tzu Chi ini.


Luwis Lim (kiri) sedang menonton video yang ditampilkan di stan Tzu Chi bersama dengan teman kampusnya.


Thaniel Kevin (tengah) dan teman-teman satu jurusannya dengan antusias mendengarkan penjelasan dari relawan tentang Yayasan Buddha Tzu Chi.

Luwis Lim, Binusian 2022, jurusan Teknik Informatika yang berkunjung ke stan Tzu Chi sebelumnya memang sudah mempertimbangkan untuk bergabung dalam organisasi sosial. “Dari dulu memang sudah terpikirkan oleh saya untuk bekerja di NGO. Saya pribadi merasa senang bekerja sosial dan sekaligus bisa membantu orang juga.”

Sementara itu, di lain sisi, Thaniel Kevin yang juga merupakan Binusian 2022, jurusan Game Application and Technology, sebelumnya tidak terlalu memperhatikan organisasi sosial karena baginya fokus pada karir terlebih dahulu, lalu kalau sudah sukses barulah bekerja sosial.

Editor: Khusnul Khotimah


Artikel Terkait

Membangun Karir di Dunia NGO

Membangun Karir di Dunia NGO

29 November 2018
Humanitarian Festival diinisiasi oleh Teach For Indonesia Binus (TFI) untuk meningkatkan kepedulian mahasiswa terhadap isu sosial yang ada di lingkungan serta memberikan pandangan karir di dunia organisasi sosial.
Cemberut dan tersenyum, keduanya adalah ekspresi. Mengapa tidak memilih tersenyum saja?
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -