Membangun Suatu Budaya Makan yang Baik

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari


Nonna Tan memperlihatkan kotak makanan beserta tas belanja yang selalu ia bawa kemana pun ia pergi. Walaupun tidak berniat belanja makanan, ia selalu menyimpan perkakas itu di mobilnya.

Sejak awal September 2019, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, DAAI TV, serta Sekolah Tzu Chi Indonesia tengah gencar memulai kampanye untuk menghargai berkah. Dari kampanye ini, seluruh staf maupun masyarakat umum yang datang untuk makan siang di kantin Tzu Chi diajak untuk mempraktikkan langsung bagaimana membentuk budaya makan yang baik. Caranya dengan mengambil makanan secukupnya agar tidak membuang-buang makanan, memilah sampah sisa makanan atau minuman, dan makan dengan memakai alat makan pribadi.

Hmmm... lumayan repot nggak sih?

“Nggak sama sekali lah,” jawab Nonna Tan, masyarakat umum yang datang membawa beberapa kotak makan yang sudah terisi, kemarin, Kamis 12 September 2019. Ada salad, gorengan, bakpao, dan cemilan-cemilan lainnya. Semuanya ia beli dari kantin Tzu Chi dan ia letakkan di dalam beberapa kotak makanan.

“Ini (ucapnya menunjuk plastik mika berisi bakpao), saya dapat pas beli buah di mini market. Saya cuci lalu saya pakai lagi,” ucapnya antusias.

Bukan hanya kotak makanan, Nonna Tan juga membawa keranjang belanja sendiri. Di dalamnya masih banyak kotak makan kosong yang sengaja ia sediakan untuk keperluan pembelian makanan lainnya.

“Saya risih ya kalau apa-apa harus pakai plastik, bikin sampah,” katanya sebal. “Saya juga tawarkan (tas belanja) ke teman-teman saya, harganya terjangkau dan bisa pakai jangka waktu yang lama. Solusi untuk nggak nyampah. Banyak yang mau,” lanjutnya senang.

Kebiasaan ini bukan hanya setahun dua tahun Nonna jalankan, melainkan sudah sejak ia muda. Makanya ketika ia melihat hal-hal baru yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan di kantin Tzu Chi, ia turut senang. “Sebenarnya kita harus menyayangi lingkungan, baru lingkungan bisa kembali sayang ke kita,” ungkap Nonna.

Wanita yang berbisnis properti ini juga menularkan rasa cinta lingkungan kepada asisten rumah tangga maupun pekerjanya di proyek perumahan. “Sama seperti di kantin Tzu Chi, di rumah saya selalu minta asisten rumah tangga untuk bantu pilah sampah. Untuk para tukang di proyek, saya sediakan air minum galon dan gelas untuk minum. Jadi mereka tidak perlu beli minuman kemasan yang akhirnya membuat sampah,” papar Nonna.


Teddy Lianto memperlihatkan huan bao-nya yang sudah bersih dari makanan saat sedang ingin mencucinya.

Berbeda dengan Nonna yang kesal dengan sampah makanan kemasan, Teddy Lianto, staf Yayasan Buddha Tzu Chi mengaku ingin lebih konsen menjaga kesehatan. Karenanya ia selalu membawa kotak makan. “Huan bao (sebutan bagi kotak makan Tzu Chi) ini umurnya sudah 9 tahun,” kata Teddy. Selama itu pula, sang kotak makan selalu menemaninya mengisi perut.

Teddy bercerita bahwa dulu, tahun 2008, ia pernah menderita hepatitis A. Ia punya tempat sendiri, sendok, piring, garpu, gelas, bahkan toilet juga sendiri. Dokter mengatakan itu adalah metode pencegahan penularan virus. Mau tidak mau, ia harus melakukannya. Setelah sebulan berselang dan ia dinyatakan sembuh, kebiasaan itu ternyata masih ia lakukan.

“Makan dengan huan bao sendiri jauh lebih sehat daripada dengan menggunakan piring umum. Bukan karena piringnya jelek, tetapi kita nggak tahu piring itu bersih atau nggak ketika selesai dicuci,” ungkap Teddy. “Karena dulu saya bisa terkena hepatitis A, penyebabnya ya karena wadah makannya dari kertas roti yang dibalut dengan kertas koran atau kadang pakai piring di warung yang cuma dibilas pakai air lalu dikeringin. Jadi mencegah lebih baik daripada mengobati lah,” paparnya.


Teddy selalu membawa kotak makan dan menghabiskan makanannya untuk menghargai berkah yang ia terima.

Juga untuk urusan buang-buang makanan, Teddy menganggapnya sebagai sesuatu yang jangan sampai dilakukan. Ia membayangkan bagaimana ada orang yang susah mendapatkan makanan, tapi kita sendiri malah dengan mudah membuangnya. Ia mengutip kata-kata Master Cheng Yen bahwa itu adalah tindakan yang tidak menghargai berkah yang kita dapat.

“Dulu waktu kecil bisa makan nasi itu sangat susah,” kata Teddy. “Penghasilan orang tua belum sebagus sekarang. Dulu masih ingat, mama aja beli bubur yang zaman itu 200 rupiah per mangkok masih ngutang nunggu papa pulang jualan baru bayar,” lanjutnya. “Jadi dari kecil memang sudah dibiasakan harus bersyukur kalau dapat makan,” imbuh Teddy. “Makanya sangat setuju dengan kampanye di kantin Tzu Chi ini,” pungkasnya.

Senada dengan Teddy, Endang Setyowati, staf DAAI TV Indonesia juga sangat setuju. “Menghabiskan makanan itu selain menghargai berkah, juga suatu bentuk ungkapan terima kasih kita kepada banyak orang dalam proses menyiapkan makanan ini,” tutur Endang.

“Petani di sawah, pedagang di pasar, sampai koki di dapur. Nggak bisa terima kasih satu-satu, makanya menghabiskan makanan adalah wujud terima kasihnya,” tambah staf di bagian AV Data ini.


Endang Setyowati (kanan) dan Iwan Green (tengah) sepakat untuk membentuk budaya makan yang baik dari diri pribadi.


Berbagai cara seperti adanya penayangan video imbauan, poster-poster, maskot Tzu Chi, juga relawan yang memberikan pemahaman langsung tentang pelestarian lingkungan diharapkan bisa memberikan informasi yang tepat kepada para staf dan masyarakat umum.

Bagi Endang, kampanye yang dilakukan di kantin juga memberi dampak yang cukup positif untuk menambah pengetahuan para staf maupun masyarakat akan pentingnya melestarikan lingkungan. “Ya dengan adanya video, berbagai poster, trus teman-teman, dan maskot Tzu Chi, juga relawan, kita seperti terus diingatkan untuk jangan buang makanan dan tetap makan dengan alat makanan pribadi ya,” kata Endang.

“Tapi semoga ke depannya, tanpa ada yang mengingatkan pun, kita dengan kesadaran pribadi bisa mempraktikkan hal-hal positif ini,” harapnya.

“Ya, harapannya sih bukan hanya menjadi peraturan semata, tapi menjadi budaya baik untuk kita semua,” tambah Iwan Green, rekan Endang yang tengah makan siang bersamanya.

Editor: Khusnul Khotimah


Artikel Terkait

Stop Buang-buang Makanan!

Stop Buang-buang Makanan!

06 September 2019

Siapa yang tidak happy kalau makan siang saja disambut dua maskot relawan Tzu Chi. Tampilan dan tingkahnya lucu. Belum lagi teman-teman si maskot berkostum sayur dan buah yang sangat ramah. Karyawan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, karyawan DAAI TV, juga orang tua siswa Sekolah Tzu Chi Indonesia pun bersemu merah saat memasuki Kantin Tzu Chi Indonesia. Ada apa?

Membangun Suatu Budaya Makan yang Baik

Membangun Suatu Budaya Makan yang Baik

13 September 2019
Sejak awal September 2019, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, DAAI TV, serta Sekolah Tzu Chi Indonesia tengah gencar memulai kampanye untuk menghargai berkah. Dari kampanye ini, seluruh staf maupun masyarakat umum yang datang untuk makan siang di kantin Tzu Chi diajak untuk mempraktikkan langsung bagaimana membentuk budaya makan yang baik. 
Menyayangi diri sendiri adalah wujud balas budi pada orang tua, bersumbangsih adalah wujud dari rasa syukur.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -