Dalam momen Imlek ini relawan juga membagikan paket Imlek kepada 25 warga binaan dan mereka juga merasakan sukacita bersama relawan dimana mereka bagaikan mendapat kunjungan dari keluarga mereka sendiri.
Mengubah arah kehidupan menjadi lebih baik dan bisa diterima kembali di masyarakat merupakan harapan bagi para warga binaan yang menghuni Lapas Klas IIB Tebing Tinggi. Akan tetapi stigma negatif yang telah melekat pada diri mereka membuat mereka kurang percaya diri untuk kembali bersosialisasi ke tengah masyarakat. Selain itu juga ada ketidakpercayaan dari masyarakat kepada diri mereka sehingga membuat mereka kembali ke jalan yang salah. Merasa tidak tega melihat kondisi kehidupan warga binaan di Lapas, relawan Tzu Chi Tebing Tinggi bertekad memberikan pembinaan batin kepada warga binaan sehingga arah kehidupan mereka bisa kembali ke jalan kebajikan.
Dengan memegang prinsip setiap orang memiliki sifat yang hakiki seperti Buddha dan dalam diri setiap orang pada dasarnya adalah bajik, relawan memulai pembinaan di Lapas ini sejak tahun 2019 hingga kini. Pandemi Covid-19 yang sedang melanda juga tidak menyurutkan semangat relawan untuk tetap memberikan pembinaan yang dilakukan secara daring.
Adapun jalinan jodoh Tzu Chi dengan Lembaga Pemasyarakatan Tebing Tinggi terjalin saat Tzu Chi Tebing Tinggi menyumbangkan 25 matras sebagai alas tidur dan bantal bagi warga binaan di lapas tersebut. Saat itu Bapak Theo Adrianus, Amd IP, SH, MH, selaku Kalapas Tebing Tinggi membawa relawan meninjau fasilitas tempat ibadah bagi warga binaan umat Buddhis di lantai dua berupa sebuah ruangan yang bergandengan dengan sel tahanan. Untuk menuju ke cetiya tersebut, harus melewati beberapa sel tahanan. Tampak bahwa cetiya tersebut sebenarnya belum layak untuk dijadikan tempat ibadah, sehingga tidak ada pembinaan rohani dari pemuka agama Buddha. Melihat kondisi tersebut, hati relawan tergerak untuk mendirikan sebuah cetiya yang sederhana namun layak pakai untuk para warga binaan.
Cetiya Dharma Agung yang diresmikan pada tanggal 15 April 2019 menjadi tempat dan wadah untuk mengembangkan potensi kebajikan dan nilai kehidupan dari warga binaan sehingga saat kembali ke masyarakat, mereka sudah mempunyai arah yang benar.
Cetiya Dharma Agung yang diresmikan pada tanggal 15 April 2019 oleh Menteri Hukum dan HAM, Bapak Yasonna H. Laoly itu mendapat dukungan yang positif dari masyarakat Tebing Tinggi hingga saat ini. Cetiya ini menjadi wadah untuk mengembangkan potensi kebajikan dan nilai kehidupan mereka, dengan harapan kelak saat kembali ke masyarakat, mereka sudah mempunyai arah yang benar dan dapat menghindari berbuat salah kembali.
“Ini sebuah jalinan jodoh yang tidak kita duga karena awalnya kalo mendengar masuk lapas bertemu orang–orang di sini tentu ada rasa ragu. Di sini banyak pelajaran yang saya dapat. Pikiran awal saya tempat yang mengerikan ini ternyata tidak demikian. Karena saya kemari dengan membawa welas asih dan cinta kasih. Di lapas ini warga binaan sama sekali belum mengenal ajaran Buddha dan memiliki noda batin yang tebal. Tetapi ini memberikan suatu tantangan bagi saya untuk merubah mereka walaupun tidak semuanya. Kalau bisa merubah satu saja orang yang tidak baik menjadi baik maka sudah bertambah satu orang baik di dunia,” demikian yang dikatakan Wardi sebagai relawan yang melakukan pembinaan di Lapas.
Perasaan yang berbeda dirasakan relawan saat berkunjung ke Lapas pada hari Minggu, 13 Februari 2022 dalam rangka merayakan Imlek. Wajah sukacita terlukis di raut wajah para warga binaan. Hal yang paling dibutuhkan mereka adalah dukungan dan perhatian dengan memperlakukan mereka selayaknya keluarga karena bagi mereka penerimaan relawan pada diri mereka itulah yang memberikan harapan dan semangat untuk mengubah pandangan mereka ke arah yang positif.
Membersihkan cetiya dan membaca paritta menjadi kegiataan rutin yang dilakukan warga binaan sebagai kegiatan yang positif dan juga merupakan salah satu cara pembinaan diri.
Dalam kesempatan tersebut, beberapa warga binaan yang rutin mengikuti pembinaan dari relawan selama kurang lebih 3 tahun dengan menggunakan Ajaran Master Cheng Yen memberikan beberapa sharing tentang perubahan diri mereka. Bagi mereka, dengan menerapkan ajaran Master Cheng Yen dalam kehidupan mereka selama di lapas, memberikan ketenangan batin kepada mereka. Awalnya sebelum mereka mengenal ajaran Master, hidup mereka penuh gejolak. Tiada hari tanpa pertikaian terjadi di dalam Lapas. Namun sejak relawan yang penuh kesabaran senantiasa membabarkan Dharma kepada mereka, saat ini mereka sudah bisa hidup harmonis. Apabila ada warga binaan yang baru masuk, mereka akan mendampingi dan saling memberikan semangat seperti yang dilakukan salah satu warga binaan yang bernama Junaidi.
Junaidi senantiasa mengajak warga binaan untuk membersihkan cetiya, membaca paritta, serta membaca beberapa buku Ajaran Buddha yang dibawakan relawan. Bagi beliau berada di Lapas sekarang menjadi sebuah berkah karena di sinilah dia berjodoh dengan Tzu Chi. Juga di Lapas ini beliau menjadi mengenal ajaran Buddha. Sebelumnya hidupnya penuh kebodohan sehingga melakukan hal–hal yang merugikan diri sendiri dan keluarga. Setelah mendengarkan banyak ceramah Master Cheng Yen, beliau mengenal yang namanya 5 racun dalam dirinya yaitu keserakahan, kebencian, kebodohan, keraguan dan kesombongan, Itulah yang menjerat dirinya dalam kehidupan yang penuh kegelapan. Tabiat buruk yang melekat pada dirinya bagaikan jaring yang menjerat pandangannya ke arah yang sesat.
Beberapa warga binaan yang rutin mengikuti pembinaan dari relawan selama kurang lebih 3 tahun merasakan perubahan yang positif dalam diri mereka dengan belajar mengurangi tabiat buruk dan menerapkan ajaran dharma Master Cheng Yen dalam kehidupan mereka.
Namun hal yang berbeda dirasakan Junaidi saat ini, dimana tabiat buruknya sudah pelan–pelan berubah. Ia bahkan menyatakan pertobatan di depan altar Sang Buddha bahwa beliau akan membebaskan diri beliau dari narkoba. Sejak saat itu sudah hampir 3 tahun lamanya beliau tidak pernah lagi menyentuh barang tersebut. Bahkan saat ini beliau menjadi orang yang senantiasa memotivasi warga binaan lain untuk tekun belajar ajaran dharma Master dan berusaha menghindari hal–hal yang bisa menjuruskan mereka ke jalan yang penuh kekotoran.
“Selama saya mengenal Dharma membuat pikiran saya lebih terbuka dan lebih mengerti mana yang baik dan tidak baik. Lebih bisa menyayangi orang tua saya juga. Di sini saya banyak mendapat perubahan. Perubahan yang paling besar yang saya rasakan saya sekarang lebih bisa membedakan mana yang baik dan harus dilakukan, dan mana yang tidak seharusnya kita lakukan. Saya juga sudah berhenti menggunakan narkoba. Saya juga bisa mengajak teman–teman yang lain untuk berhenti menggunakan narkoba, mengajak mereka mengikuti pembinaan agar mereka mengerti Dharma dan bisa berubah ke depannya menjadi manusia yang lebih baik,” tutur Junaidi.
Ketekunan dan keyakinan inilah yang juga menjadi pedoman bagi Jhonson yang merupakan mantan warga binaan. Sekarang Jhonson bisa menjalani hidupnya dengan lebih semangat dan lebih tenang. Dengan berpegang pada prinsip dengan mengurangi satu niat jahat maka akan bertambah satu niat bajik, beliau menjalankan kehidupan dengan lebih positif setelah bebas dari lapas.
Salah satu mantan warga binaan Jhonson mengatakan bahwa hidup beliau sekarang lebih tenang dan nyaman, karena salah satu hal baik yang dia bawa dari Lapas ke dalam kehidupan dia setelah bebas adalah ajaran kebenaran dari Master Cheng Yen yang mudah dicerna sehingga bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
“Dharma yang saya dapat di Lapas adalah Dharma tentang kehidupan sehari–hari yang bisa diterapkan dalam kehidupan saya setelah saya bebas. Sekarang saya mempunyai semangat yang luar biasa dalam hidup bermasyarakat atau mencari penghasilan. Saya merasakan hidup saya sekarang lebih tenang. Sekarang hidup bermasyarakat saya juga sudah dipercayai orang sehingga saya sekarang mempunyai mata pencaharian yang benar,” demikian yang dituturkan Jhonson.
Dalam momen Imlek ini relawan juga membagikan paket Imlek kepada mereka. Sebanyak 25 warga binaan merasakan sukacita dalam suasana Imlek bersama relawan, karena kunjungan relawan bagaikan kunjungan dari keluarga mereka sendiri. Dengan cinta kasih universal menebarkan benih kebajikan. Timbulnya satu tekad yang baik dapat menghalau berbagai niat buruk. Dengan senantiasa mempertahankan sebuah niat yang baik setiap detiknya, maka kita tidak akan terjerumus ke arah yang salah.
Editor: Erli Tan