Membantu yang Lebih Membutuhkan

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
foto

* Setiap sebulan sekali, relawan Tzu Chi mengunjungi rumah-rumah warga penerima bantuan program Bebenah Kampung Tzu Chi. Dari 82 warga penerima bantuan, lebih dari separuhnya kini menjadi donatur Tzu Chi.

"Niatnya ya ingin berbagi, ikhlas berbalas budi. Biar nggak dapat (bantuan program Bebenah Kampung Tzu Chi) juga mau nyumbang biar amal ibadah saya ada, ikut bantu orang."
(Ani, warga Kampung Belakang)
Tidak seperti rumah di depan dan belakangnya, rumah Ani meski berlantai keramik -motif dan warna tidak senada-, tapi salah satu dinding rumahnya masih memakai bilik bambu. Sepintas dari luar rumah ini memang terlihat masih sangat layak. Tapi begitu melihat dapur dan atap rumah yang bertopang batang-batang bambu yang sudah tua, maka pandangan kita terhadap rumah itupun akan berbeda. Rumah itu adalah rumah Ani, warga Kampung Belakang, Kamal, Jakarta Barat. Rumah kedua saudaranya, Rodin dan Sanin yang terletak di sebelah rumahnya, kini kondisinya jauh lebih baik dari rumahnya. Padahal dua tahun lalu, ketika program Bebenah Kampung Tzu Chi belum dimulai, bisa dibilang rumah Anilah yang kondisinya "paling baik" dari rumah kedua saudaranya itu.

"Dulu saya juga ngajuin bantuan untuk perbaikan rumah ini, tapi ditolak karena katanya lantainya dah keramik," kata Ani mengenang. Ketentuan dan syarat yang berlaku bagi warga penerima bantuan dari Yayasan Buddha Tzu Chi dan Pemda DKI Jakarta ini salah satu kriterianya adalah rumah yang masih berlantai tanah, selain tentunya merupakan keluarga tidak mampu dan status rumah merupakan hak milik sendiri. Meski rumahnya tidak diperbaiki oleh Tzu Chi, nyatanya Ani tidak memendam kekecewaan ataupun mendendam. Ibu dua anak ini justru mau menyumbangkan sedikit rezekinya kepada Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. "Nggak ada maksud apa-apa, pengin nyumbang aja. Namanya orang nyumbang mah seikhlasnya aja. Kalo kita lagi ada rezeki nyumbang, kalo nggak ada ya nggak nyumbang," kata istri Dina ini.

foto  foto

Ket : - Meski tidak memperoleh bantuan pembangunan rumah dari Tzu Chi, tapi Ani tetap mau bersumbangsih
           lewat Tzu Chi untuk membantu warga lain yang lebih membutuhkan bantuan. (kiri)
         - Tanpa dikunjungi pun, warga Kampung Belakang segera mendatangi relawan Tzu Chi untuk memberikan
           sumbangsih. Para warga merasa semakin dekat dengan relawan Tzu Chi. (kanan)

Donatur Tzu Chi
Sabtu, 14 Februari 2009, sebanyak 10 relawan Tzu Chi mengunjungi warga penerima bantuan program Bebenah Kampung Tzu Chi di wilayah Kampung Belakang, Kamal, Jakarta Barat. Sejak diresmikan pada 18 Juli 2007 oleh Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, wajah Kampung Belakang memang mengalami banyak perubahan. Bukan hanya lingkungan yang menjadi lebih baik, kesadaran warga untuk menjaga kebersihan dan menerapkan pola hidup sehat pun turut meningkat. Relawan Tzu Chi juga telah menggugah kepedulian dan simpati warga untuk turut membantu sesama.

Dari 82 rumah warga yang telah dibantu pembangunannya oleh Tzu Chi, lebih dari separuhnya kini menjadi donatur Tzu Chi. Setiap sebulan sekali, relawan Tzu Chi mengunjungi rumah-rumah warga untuk mengumpulkan dana, sekaligus memberikan bukti (kuitansi) sumbangan warga bulan sebelumnya. "Berapapun jumlahnya kita terima, sesuai dengan kemampuan dan keikhlasan warga," terang Sofie, relawan Tzu Chi.

Uniknya, bukan hanya mereka yang menerima bantuan Tzu Chi saja yang ikut menyumbang, tapi warga lain yang tidak menerima bantuan pun turut tergugah untuk memberi bantuan. Seperti yang dilakukan Ani, dan warga-warga lainnya. Menurut Ani, ia tergerak untuk menyumbang karena melihat sendiri dengan nyata, bagaimana Tzu Chi membantu rumah-rumah warga, termasuk kedua saudaranya. "Nggak kecewa nggak dapat juga, yang penting saudara-saudara saya dah dibantu. Sama aja, mereka lebih membutuhkan," ungkap Ani.

Suami Ani, Dina bekerja sebagai buruh harian di pembuatan perahu (fiberglass). "Upahnya sehari 40-50 ribu," kata Ani. Dengan penghasilan sebesar itu, Ani mesti pintar-pintar membagi-bagi sesuai kebutuhan keluarganya, termasuk biaya sekolah kedua anaknya, Wahyu dan Muharam. Wahyu duduk di bangku SMP, sedangkan Muharam masih duduk di Sekolah Dasar (SD). "Berat, apalagi sekarang barang-barang kebutuhan pokok pada mahal," keluh wanita asli Betawi ini. Meski begitu, Ani tetap mau bersumbangsih di kala ia ada sedikit kelebihan rezeki. "Namanya hidup mah harus tolong-menolong, bantu orang lain," tandasnya.

foto  foto

Ket : - Relawan Tzu Chi juga memberikan bukti penerimaan sumbangan bulan sebelumnya kepada warga yang
           menyumbang. Berapa pun besarnya dana, semua tetap diterima dengan penuh suka cita. (kiri)
        - Setiap bulan, selain kunjungan kasih, relawan Tzu Chi juga membuat program pendidikan yang dikemas
           dalam program perpustakaan keliling untuk memberikan bacaan yang bermutu dan menghibur bagi
           anak-anak di Kampung Belakang, Kamal, Jakarta Barat. (kanan)

Senang Dikunjungi
Bagi Fitri, salah satu warga penerima bantuan Bebenah Kampung Tzu Chi, menyisihkan sebagian uangnya ke Tzu Chi memberi kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri bagi dirinya. "Kalau bisa mah penginnya lebih banyak lagi, biar bisa bantu orang lain. Nggak ada bedanya ama saya. Dulu rumah saya dah mau rubuh, sekarang dah bagus. Nyumbang ikhlas, senang saya," ungkap Fitri. Seperti warga lainnya, suami Fitri, Sanin juga bukan orang berpenghasilan besar. "Suami saya kerjanya sama, buruh di bengkel kapal juga," terang Fitri.

Dengan kedatangan relawan Tzu Chi setiap bulan, Fitri tidak merasa terganggu. Ibu dua anak ini justru merasa bahagia dikunjungi. "Senang, namanya dia (relawan Tzu Chi -red) mau nyabak (silaturahmi -red) ke rumah saya," ungkapnya jujur. Ketika diberitahu bahwa Tzu Chi juga sedang menggalakkan program bebebah kampung di tempat lain di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, Fitri pun berujar, "Biar ada manfaatnya deh, buat bantu di tempat lain yang lebih susah lagi, yang lebih membutuhkan." Sedikit mengenang, Fitri juga bisa merasakan warga yang rumahnya kebocoran, banjir, berdinding bilik, ataupun berlantai tanah. "Ya supaya orang-orang lain juga bisa ngalamain kebahagiaan yang saya alamin," kata Fitri.

Program bebenah kampung di Kampung Belakang mungkin sudah lama selesai, tapi benih-benih kebajikan di dalamnya masih tersimpan kuat di batin para warga –penerima bantuan maupun warga lainnya. "(Dengan) dibangun ini senang banget. Dulu asal ujan angin nggak bisa tidur, takut roboh. Suami kerjanya di bengkel kapal, paling cukup buat makan aja, boro-boro bisa betulin rumah," kata Fitri. Ketika kita dapat menyentuh hati manusia dengan penuh ketulusan, maka tidaklah sulit untuk mendapatkan simpati dan cinta kasih mereka.

 

Artikel Terkait

Selesainya Putaran Ke-8 Tantangan 21 Hari Diet Vegan Nabati Tzu Chi Medan

Selesainya Putaran Ke-8 Tantangan 21 Hari Diet Vegan Nabati Tzu Chi Medan

14 Juli 2022

Program Tantangan 21 Hari Diet Vegan Nabati Tzu Chi Medan putaran ke-8 (12 Juni-2 Juli 2022) telah selesai dan diikuti oleh 14 peserta.

Menjawab Kebutuhan Para Pengungsi

Menjawab Kebutuhan Para Pengungsi

03 November 2017

Tak ada rasa ragu dan takut di wajah Ahmad (8) saat dokter dari tim medis Tzu Chi atau TIMA Indonesia hendak mencabut dua giginya. Ahmad yang bisa berbahasa Indonesia ini pun mengikuti instruksi dengan baik.

Baksos Makassar: Harapan Dalam Kesembuhan

Baksos Makassar: Harapan Dalam Kesembuhan

18 Mei 2010
Muhammad Nur Alamsyah terlihat sangat tenang. Beberapa relawan Tzu Chi yang mengantarnya dari ruang operasi pun menjelaskan kepada orang tua Alam, kalau anaknya sangat tenang ketika menghadapi operasi.
Cara kita berterima kasih dan membalas budi baik bumi adalah dengan tetap bertekad melestarikan lingkungan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -