Membasuh Diri dalam Budi Luhur Buddha, Orang Tua dan Semua Makhluk

Jurnalis : Nuraina Ponidjan (Tzu Chi Medan), Fotografer : Amir Tan, Lily Hermanto, Lukman, Zusin, Gunawan (Tzu Chi Medan)


Tzu Chi Medan memperingati Hari Waisak, Hari Ibu Internasional dan Hari Tzu Chi Sedunia yang ke 52 di Sekolah Chandra Kumala Kompleks Cemara Asri Medan, Minggu, 13 Mei 2018.

Setiap  minggu kedua bulan Mei, insan Tzu Chi di seluruh dunia memperingati tiga perayaan penting yaitu Hari Waisak, Hari Ibu Internasional dan Hari Tzu Chi Sedunia. Perayaan Waisak Tzu Chi bukan hanya kegiatan keagamaan, tetapi merupakan penampilan dari keindahan dan kebajikan budaya humanis Tzu Chi. Minggu, 13 Mei 2018 di Sekolah Chandra Kumala Kompleks Cemara Asri Medan, Yayasan Buddha Tzu Chi Medan memperingati Hari Waisak, Hari Ibu International dan Hari Tzu Chi seluruh dunia yang ke 52. Kegiatan ini dihadiri oleh 2 anggota Sangha, 265 relawan dan 1.087  tamu undangan.

Dinarwaty selaku koordinator acara Waisak menjelaskan, tema perayaan Waisak tahun ini adalah “Mermohon semoga senantiasa diberkahi dan dilindungi  serta menggalakkan konsep pelestarian lingkungan”.

“Untuk itu di dalam prosesi pemandian rupang Buddha, kita menggunakan bunga teratai, tempat pelita dan wadah air yang terbuat dari botol plastik bekas botol minuman yang merupakan barang daur ulang,” kata Dinarwaty.


Suara gendang ditabuh dengan gerakan yang penuh semangat dan diiringi lagu “ketekunan”.

Sebanyak 88 buah bunga teratai yang dibuat dari 352 botol minuman dikerjakan beberapa relawan yang diajarkan oleh Lim Huey Mei. Lim Huey Mei bulan April yang lalu pulang ke kampung halaman batin di Hua Lien Taiwan dan diajarkan relawan di Taiwan cara membuat bunga teratai dari botol barang daur ulang. 

Perayaan Waisak Tzu Chi Medan kali ini diadakan di ruangan terbuka, maka persiapan acara sudah dimulai pada Jumat, 11 Mei 2018. Tim dekorasi mulai menghias meja persembahan pada Sabtu, 12 Mei 2018, namun sekitar pukul  14.15 WIB, hujan rintik-rintik mulai menyapa para relawan. Karena relawan begitu semangat dan pantang mundur, mereka melanjutkan dekorasi Waisak dengan memakai baju hujan. Tetapi cuaca memang kurang bersahabat, sekitar pukul 14.30 WIB, hujan turun dengan derasnya, sehingga relawan menunda dekorasi nya dan bersama-sama berdoa agar hujan cepat berhenti.

”Sekitar pukul 15.30 WIB barulah hujan berhenti dan para relawan harus membersihkan meja altar dan mengeringkan benda-benda yang diguyur hujan termasuk membersihkan lapangan yang agak becek. Namun semua ini tidak membuat pesimis para relawan, dengan penuh keyakinan kita optimis acara akan berlangsung dengan lancar karena kita semua punya niat yang tulus. Hujan yang turun bagaikan air Dharma yang membasahi bumi sekaligus membersihkan noda batin kita semua,” tutur Jusni Lina.


Anggota Sangha memulai prosesi pemandian Buddha rupang, kemudian dilanjutkan oleh semua relawan dan tamu undangan melakukan prosesi pemandian rupang Buddha.

Sementara itu pada pukul 09.00 WIB para anggota Sangha dipersilahkan memasuki lapangan tempat acara Waisak akan dimulai. Suara lonceng pun bergema dan suara gendang pun ditabuh dengan gerakan  yang penuh semangat dan diiringi lagu “ketekunan”,  lonceng dan genderang dimainkan, diharapkan dapat memberikan semangat kepada setiap insan untuk berjalan di jalan Bodhisatwa.

Dengan hati yang murni para pembawa pelita, air dan bunga berjalan ke depan altar. Setelah melakukan penghormatan tiga kali kepada Sang Buddha, dengan hati yang tulus mereka memberikan persembahan pelita, air dan bunga sebagai balasan nan tulus terhadap budi luhur Buddha, orang tua, dan semua makhluk.  

Di dalam prosesi pemandian rupang Buddha ada tiga aba-aba yaitu: Li Fo Zu; dengan hati paling hormat membungkukkan badan 90  derajat. Dengan kedua telapak tangan menyentuh air, kita menaklukkan keangkuhan dan membersihkan kerisauan dalam batin. Saat aba-aba Jie Hua Xiang, badan dibungkukkan kembali dan mengambil sekuntum bunga, semerbak harum, melambangkan semerbak moral kebajikan, semerbak Dharma yang meresap ke dalam batin, membangkitkan semerbak batin kita yang penuh cinta kasih dan rasa syukur. Aba-aba terakhir adalah Zhu Fu Ji Xiang yaitu semoga diberkahi keberuntungan.

Anggota Sangha dipersilahkan untuk memulai prosesi pemandian Buddha rupang, kemudian baris demi baris semua relawan dan tamu undangan melakukan prosesi pemandian rupang Buddha. Melalui pemandian rupang Buddha, kita membersihkan debu dalam batin kita, membalas Empat Budi Luhur, berterima kasih pada budi luhur Buddha, budi luhur orang tua, budi luhur alam, dan budi luhur semua makhluk, terlebih-lebih adalah memberikan penghormatan kepada Buddha dari sifat hakiki kita sendiri, membangkitkan belas kasih, kebijaksanaan, tekad dan penerapan.


Melalui pemandian rupang Buddha, kita membersihkan debu dalam batin kita, membalas Empat Budi Luhur, berterima kasih pada budi luhur Buddha, budi luhur orang tua, budi luhur alam, dan budi luhur semua makhluk.

Setelah prosesi pemandian rupang Buddha, hadirin diajak untuk bersama-sama berdoa. Dengan himpunan hati cinta kasih dan niat kebajikan dari semua orang, semoga sebersit pikiran nan tulus kita dapat terdengar oleh para Buddha. Semoga semerbak moral kebajikan dan semerbak Dharma ini, berubah menjadi semerbak yang mengharumi dunia dan dapat membangkitkan sifat Buddha yang semula ada dalam batin setiap orang agar ketulusan dari semua orang dapat menembus ke seluruh alam semesta dan menyebar ke seluruh alam Dharma. Semoga gema dari niat kebajikan kita terdengar oleh langit. 

Semua tamu lalu diajak untuk menyuarakan pelimpahan jasa dengan menyanyikan lagu “Yu Fo Ji”. Acara Waisak diakhiri dengan penghormatan paling tulus kepada Buddha, sebagai ungkapan rasa hormat tertinggi terhadap Buddha. Buddha adalah Sang maha tercerahkan di seluruh alam semesta. Semangat Buddha menyebar ke seluruh jagad raya. Jika setiap orang menyimpan kewelas asihan, menjadikan hati Buddha sebagai hati sendiri dan menyerapkan ajaran Buddha ke dalam batin masing-masing. Ini adalah  pujian paling tulus terhadap moral kebajikan Buddha.


Tim dekorasi mulai menghias meja persembahan pada Sabtu, 12 Mei 2018, namun sekitar pukul 14.15 WIB, hujan rintik-rintik mulai menyapa para relawan. Karena relawan begitu semangat dan pantang mundur, mereka melanjutkan dekorasi Waisak dengan memakai jas hujan.

Setelah prosesi pemandian rupang Buddha selesai dengan baik dan lancar, tamu atau relawan yang membawa keluarganya seperti anak atau orang tua, pun mengikuti acara seduh teh untuk memperingati Hari Ibu Internasional. Pada acara Waisak ini juga, relawan menyelenggarakan bazar makanan yang hasil penjualannya digunakan untuk membantu biaya pembangunan kantor Tzu Chi Medan.

Peringatan hari Ibu ini diikuti 80 keluarga. Banyak yang terharu dan ada yang menangis. “Agar di dalam keluarga itu harmonis, kita harus berbakti pada orang tua dan harus mempunyai hati cinta kasih. Dengan demikian hidup kita akan damai dan sentosa serta bahagia,” imbuh Wira salah seorang tamu yang ikut peringatan hari Ibu.

Demikianlah acara perayaan Waisak, Hari Ibu International dan juga perayaan hari Tzu Chi sedunia ke-52 yang digelar Tzu Chi Medan. Semoga setiap orang dengan hati yang murni dapat melakukan pelestarian lingkungan dalam tindakan nyata. Melalui pengetahuan bersama, kesepahaman bersama dan tindakan bersama dari semua orang, diharapkan bumi bisa aman, selamat dan empat unsur utama selaras. Mari dengan hati penuh welas asih untuk bervegetaris, mengurangi karma pembunuhan dan mengurangi emisi gas karbon. Dengan hati penuh kebijaksanaan, mari mengurangi pemborosan, sama-sama menciptakan lingkungan hidup yang lebih sederhana, lebih indah dan lebih baik.

Editor: Khusnul Khotimah 

Tzu Chi Medan memperingati Hari Waisak, Hari Ibu International dan Hari Tzu Chi seluruh dunia yang ke 52 di Sekolah Chandra Kumala Kompleks Cemara Asri Medan, Minggu, 13 Mei 2018.


Artikel Terkait

Menyayangi diri sendiri adalah wujud balas budi pada orang tua, bersumbangsih adalah wujud dari rasa syukur.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -