Kunjungan kasih oleh relawan Xie Li Kalimantan Tengah 3 bersama dr. Ida Bagus Gede Rsi Mahendra Diputra.
"Meskipun waktu adalah benda yang abstrak, namun bila kita dapat memanfaatkannya dengan baik, ia akan membantu tercapainya misi dan tekad kita."
"Kata Perenugan Master Cheng Yen"
Septiani (5), seorang anak perempuan dari pasangan Achmad Mahdiani (49) dan Susiloningsih (45), merupakan anak ketujuh dari sembilan bersaudara. Keluarga ini tinggal di Desa Selunuk, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah. Sejak lahir, Septiani mengalami kelainan yang disebut atresia ani, yakni tidak memiliki lubang anus. Kelainan ini telah diderita oleh Septiani sejak lahir, yang membuatnya tidak dapat beraktivitas seperti anak-anak pada umumnya.
Achmad Mahdiani bekerja sebagai buruh, sementara Susiloningsih adalah seorang ibu rumah tangga. Keluarga ini terdata sebagai keluarga prasejahtera dan menerima bantuan dari pemerintah. Namun, kondisi ekonomi yang terbatas membuat mereka kesulitan mencari pengobatan untuk Septiani. Ditambah lagi, jarak rumah mereka ke rumah sakit cukup jauh dan memerlukan biaya yang besar.
Pendampingan dilakukan dr. Ida Bagus Gede Rsi Mahendra Diputra pascaoperasi pertama di RS Siaga, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Kondisi Septiani akhirnya diketahui oleh seorang bidan desa yang kemudian menginformasikan hal ini kepada relawan Xie Li Kalimantan Tengah 3. Setelah mendapatkan informasi, Seven David Siringo Ringo langsung melakukan kunjungan ke Desa Selunuk untuk melihat langsung kondisi Septiani. Setelah melihat kondisi Septiani, Seven berkoordinasi dengan pimpinan unit Lenggana Abdi Putra Ginting dan dokter Regional Kalteng 3, dr. Ida Bagus Gede Rsi Mahendra Diputra.
Pada 18 Desember 2023, relawan bersama dr. Mahendra kembali mengunjungi keluarga Septiani untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Setelah memeriksa kondisi Septiani dan meninjau dokumen medis, mereka merujuknya ke puskesmas terdekat untuk pemeriksaan lanjutan. Hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan bahwa Septiani harus segera dirujuk ke RS Murjani di Sampit, Kalimantan Tengah. Namun, karena rumah sakit ini belum memiliki fasilitas yang memadai untuk menangani atresia ani, dokter menyarankan agar Septiani dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Pada 5 Januari 2024, Septiani bersama keluarganya berangkat ke RSUD Ulin Banjarmasin, didampingi oleh dr. Mahendra dan seorang relawan Dharma Wanita Kalimantan Tengah 3. Karena jadwal antrean yang panjang di RSUD Ulin, relawan memutuskan untuk membawa Septiani ke Rumah Sakit Siaga di Banjarmasin. Di sana, mereka bertemu dengan dr. Hery Poerwosusanta SpB, SpBA(K), seorang spesialis konsultan bedah anak. Dr. Hery menjelaskan bahwa Septiani memerlukan serangkaian operasi. Operasi pertama adalah colostomy, yaitu membuat saluran sementara di perut. Setelah itu, dilakukan operasi anoplasty untuk membuat anus baru dan menutup saluran feses yang ada di alat kelamin perempuan. Tahap terakhir adalah operasi colostomy untuk menutup saluran sementara dan memindahkan ke saluran baru. Proses ini memerlukan waktu sekitar 3-4 bulan, bahkan lebih.
Kunjungan kasih ke rumah Septiani pascaoperasi ketiga.
Operasi pertama dilakukan pada 6 Januari 2024 dan memakan waktu sekitar 3-4 jam. Septiani diperbolehkan pulang pada 19 Januari 2024, dengan dijemput oleh Seven di Sampit. Pascaoperasi pertama, dr. Mahendra, Seven, dan Imelda melakukan kunjungan kasih pada 22 Januari 2024.
Operasi tahap kedua dilakukan di RSUD Ulin Banjarmasin pada 9 Maret 2024, yang memakan waktu sekitar 4 jam. Operasi ketiga, yang merupakan tahap terakhir, dilaksanakan pada 12 Juni 2024 dan memakan waktu sekitar 3 jam. Selama rangkaian operasi ini, relawan Xie Li Kalimantan Tengah 3 terus mendampingi Septiani dan keluarganya.
Kebahagiaan terpancar dari wajah Achmad Mahdiani dan Susiloningsih saat bertemu dengan relawan dan dokter dari Xie Li Kalimantan Tengah 3. "Saya sangat bahagia, karena sejak kecil Septiani sering mengeluh sakit perut. Saya hanya bisa mengucapkan terima kasih banyak kepada Pak Seven, Pak dokter. Saya bingung mau berkata apa lagi, terima kasih banyak untuk Yayasan Buddha Tzu Chi yang telah membantu kami," ujar Achmad dengan haru.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Susiloningsih. "Terima kasih banyak, Pak. Kami benar-benar terharu. Dengan bantuan dari Tzu Chi, anak kami bisa menjadi anak yang normal. Kami segenap keluarga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yayasan Buddha Tzu Chi, pimpinan Unit Lenggana, dan PT Sinar Mas atas bantuan yang diberikan tanpa pamrih," ucap Susiloningsih.
Senyum ceria dari Septiani yang sudah lebih percaya diri.
Kunjungan kasih terakhir dilakukan ketika Septiani telah sembuh dan dapat beraktivitas seperti anak-anak normal lainnya. Senyum lepas dan tawa ceria terpancar dari wajah Septiani dan keluarganya. "Saya sangat bahagia mendengar bahwa rangkaian operasi untuk Septiani sudah selesai dan ia kini bisa beraktivitas seperti anak-anak lainnya. Berkat bantuan Tzu Chi, proses pengobatan Septiani berjalan lancar dan hasilnya sesuai harapan. Saya sangat berterima kasih atas semua bantuan yang diberikan," ujar Abdi Putra Ginting, relawan Xie Li Kalimantan Tengah 3. Ia selalu memantau perkembangan Septiani sejak pertama kali bertemu hingga akhirnya proses pengobatannya selesai dengan sukses.
Keluarga Achmad Mahdiani dan Susiloningsih merasa sangat bersyukur atas bantuan yang telah diberikan, dan mereka berharap Septiani tumbuh sehat dan dapat menikmati masa kecil seperti anak-anak lainnya.
Editor: Metta Wulandari