Memberi Kesejukan di Jiwa-jiwa yang Kering

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
foto

Relawan Tzu Chi mengajak para penghuni Panti Sosial Tresna Wreda Budi Mulia 03 untuk menari bersama. Kehadiran relawan Tzu Chi memberi semangat dan harapan bagi para penghuni yang umumnya tak lagi memiliki sanak keluarga ini.

“Apa bedanya kura-kura dengan bajaj?” tanya Nelly, relawan Tzu Chi di hadapan para penghuni Panti Sosial Tresna Wreda Budi Mulia 03, Ciracas, Jakarta Timur. Meski secara fisik para orang tua ini tampak lemah, tapi siapa sangka banyak diantaranya yang dengan penuh semangat menjawab pertanyaan bertema humor ini. “Kalo bajaj rodanya 3, kalo kura-kura kakinya 4,” jawab Maemunah, seorang nenek berusia 78 tahun. “Ya, tapi jawabannya bukan itu,” kilah Nelly sembari tersenyum. Cukup banyak jawaban lain menyusul bertubi-tubi, dan semuanya selalu diselingi canda dan tawa. Setelah dirasa para peserta menyerah, Nelly pun menjawab, “Kalau kura-kura bisa naik bajaj, kalau bajaj tidak bisa naik kura-kura.” Sontak, ruang makan yang disulap menjadi aula pertemuan itupun bergemuruh oleh tawa.

Lebaran dengan Penuh Suka Cita
Minggu, 21 September 2008, relawan Tzu Chi menyambangi panti wreda yang kebanyakan penghuninya merupakan para lansia yang tidak lagi memiliki keluarga, ataupun mereka yang hidup di jalanan dan terjaring dalam operasi penertiban yang dilakukan Pemprov. DKI Jakarta. Ini merupakan kunjungan rutin yang dilakukan relawan Tzu Chi setiap dua minggu sekali ke panti ini. Hanya, karena bertepatan dengan bulan suci Ramadan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri, para relawan memberi sedikit kejutan berbeda dari biasanya—pemeriksaan kesehatan dan gunting rambut. Sebuah baju, sarung/kain, makanan kecil, perlengkapan mandi, dan uang saku diberikan kepada 120 penghuni panti sebagai bingkisan dari relawan Tzu Chi agar para penghuni panti dapat merayakan hari raya dengan penuh sukacita. “Sebenarnya ini merupakan kunjungan rutin, tapi karena bertepatan dengan bulan puasa, maka kita ganti kegiatan pemeriksaan kesehatan dengan pemberian bingkisan lebaran,” kata Ming-ming, koordinator kegiatan.

Sebelum memberi bingkisan lebaran, para relawan terlebih dulu menggunting rambut dan mengajak para penghuni panti untuk bermain games (menebak kuis) dan berjoget mengikuti alunan musik. “Oma dan Opa senang nggak?” pancing Nelly. “Senang,” jawab para penghuni kompak. “Kenapa kita ajak Opa dan Oma gerak dan menari? Ini supaya kita sehat selalu. Kalau Oma dan Opa sering bergerak, maka jauh dari stres,” sambung Nelly. Tak lupa para relawan memberi ‘kado kecil’ kepada para peserta yang berhasil menjawab pertanyaan ataupun memenangkan lomba joget ini.

Bukan bingkisan ataupun kado yang diharapkan para penghuni panti wreda ini, tapi jauh lebih dari itu adalah perhatian dan kesediaan para relawan untuk mau dekat dengan mereka. Ya, meski segala fasilitas hidup dan makan sehari-hari ditanggung pihak panti, namun dalam batin para oma dan opa ini selalu membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari keluarga dekat mereka. Sebut saja, Napsiah, wanita asal Jakarta yang berumur 87 tahun ini sehari-hari harus menggunakan kursi roda dan belum tentu sebulan sekali dikunjungi oleh adik-adik ataupun keponakannya. “Senang kalau dikunjungi relawan. Kalau relawan nggak datang, sedih, sepi deh rasanya,” ungkapnya. Seperti kawannya, Maria pun mengaku senang dengan kunjungan dan kegiatan yang dilakukan relawan Tzu Chi. “Sebelum Tzu Chi kemari, kita kalo mau cukur rambut atau berobat susah. Di sini nggak ada dokternya. Untung Tzu Chi ada pengobatan gratis, jadi kalau kami sakit nggak bingung berobatnya,” kata wanita berumur 88 tahun ini.

foto  foto

Ket : - Menyambut Hari Raya Idul Fitri, relawan Tzu Chi membagikan 120 bingkisan dan uang saku untuk seluruh
           penghuni panti wreda ini. Sedikit perhatian, bisa memberi kesejukan kepada para penghuni panti. (kiri)
         - Selain bingkisan lebaran dan memberi hiburan (gerak badan dan menari), seperti biasa relawan memberi
           pelayanan gunting rambut dan kuku. Panti Wreda Budi Mulia 03 rutin dikunjungi relawan Tzu Chi dengan
           kegiatan pemeriksaan kesehatan dan gunting rambut, 2 minggu sekali. (kanan)

Memilih Hidup di Panti
Tidak semua penghuni yang masuk panti ini karena terpaksa—dirazia ataupun dititipkan keluarganya. Maria salah satu contohnya, wanita asal Makassar ini mengaku justru memilih hidup di panti ketimbang hidup bersama anak angkatnya, yang tak lain adalah keponakannya sendiri. “Saya nggak kuat hidup dengan penjudi,” katanya lirih. Neni, demikian nama anak angkat Maria ini sejak umur 10 tahun sudah dirawat dan diurus layaknya anak sendiri. Maklum saja, pernikahannya dengan almarhum suaminya (Tahir Simon) tak membuahkan keturunan. “Saya mau sekolahin tinggi, eh dianya (Neni-red) SMP aja dah kenal lelaki dan minta kawin,” terang Maria. Meski rumah yang ditempati anak angkatnya ini merupakan hasil jerih payah Maria dan almarhum suaminya, namun Maria dengan berbesar hati memilih mengikhlaskannya. “Kalau saya usir kasihan. Dia dan anak-anaknya mau tinggal di mana? Zaman sekarang kontrakan kan mahal,” kata Maria.

Menurut Maria, hobi anak angkatnya berjudi ini sebenarnya berawal dari iseng-iseng. “Waktu itu malam tahun baru, tetangga pada main kartu dan dia ikut, dan akhirnya kebablasan,” sesalnya. Meski telah berulang kali menasehati, selalu dianggap angin lalu oleh Neni. Bahkan sehabis melahirkan anaknya, justru Maria yang merawat dan mengurus bayi putri angkatnya itu. “Dia mah malah asyik terus main judi,” kenang Maria pahit. Tidak tahan, Maria pun memilih hengkang dari rumahnya dan meninggalkan Neni, menantu, dan cucu-cucunya. Tempat yang ditujunya adalah panti jompo di wilayah Kebon Kosong, Jakarta Pusat. Hampir 10 tahun lamanya Maria di sana sampai akhirnya ia menjadi penghuni panti wreda Ciracas ini. “Saya dah hampir 15 tahun hidup di panti,” terangnya. Meski pahit, semua itu tetap dijalaninya lantaran tidak tahan melihat kelakuan putri angkatnya yang telah dibesarkan dengan penuh kasih sayang. Hatinya miris ketika melihat barang-barang rumah tangga putrinya ini ludes terjual untuk dihabiskan di meja judi. “Sudah begitu, saya nggak tahan kalau lihat Neni ribut sama suaminya,” ujarnya.

foto  foto

Ket : - Nelly Kosasih, relawan Tzu Chi mengajak para penghuni panti menebak teka-teki. Selain memberi hiburan,
           "Ini juga untuk melatih daya ingat mereka," kata Nelly beralasan. (kiri)
         - Maria (88) sudah 15 tahun menjadi penghuni panti. Ia memilih hidup di panti karena tidak tahan melihat
           kebiasaan buruk anak angkatnya yang suka berjudi. Maria justru merasa lebih tenang hidup di panti. (kanan)

Sudah banyak upaya yang dilakukan Maria untuk mengubah kebiasan buruk putri angkatnya ini. Dari mulai menasehati, menegur dengan keras sampai meminta pertolongan “orang pintar” (dukun). “Duit habis 2 juta, eh kelakuannya mah tetap nggak berubah,” ujarnya sembari tertawa. Meski membenci kebiasaan buruk Neni, jauh di lubuk hati Maria, ia sangat menyayangi putri angkatnya ini. “Saya terus berdoa supaya dia insyaf,” tegas Maria. Bahkan, Maria telah merelakan rumahnya untuk terus ditinggali Neni dan keluarganya. “Saya nggak mikirin rumah lagi, toh kalau meninggal juga nggak dibawa kan? Saya dah ikhlas untuk dia, saya cuma bisa mendoakan dari sini supaya Neni tobat,” ucapnya lancar.

Tinggal di panti dan terpisah dari keluarga saja sudah merupakan siksaan bagi para orang tua ini. Siapapun pasti menginginkan berada di tengah-tengah keluarga di penghujung usianya. Apa yang dilakukan relawan Tzu Chi, merupakan sebuah upaya menyirami batin para penghuni panti yang gersang akan perhatian, kedamaian, dan kasih sayang. Seperti yang sering diikrarkan insan Tzu Chi di seluruh dunia bahwa kita semua adalah satu keluarga, sebuah keluarga yang tulus dan tanpa pamrih memberi perlindungan, perhatian, dan kasih sayang.

 

Artikel Terkait

Berita Internasional: Makanan Hangat untuk Korban Gempa Sichuan

Berita Internasional: Makanan Hangat untuk Korban Gempa Sichuan

29 April 2013 Setelah gempa berkekuatan 7.0 SR terjadi di Yaan, Sichuan, lima relawan Tzu Chi memasuki Kabupaten Lu Shan, daerah yang mengalami kerusakan paling parah untuk melakukan survey pemberian bantuan.
Jamuan Teh Bersama

Jamuan Teh Bersama

30 Maret 2016 Tzu Chi Surabaya bersama Pondok Pesantren SPMAA Lamongan, Jawa Timur mengadakan acara gathering jamuan teh usai kegiatan baksos kesehatan gigi sebagai bentuk ungkapan terima kasih pada 13 Februari 2016. Sebanyak 230 peserta yang terdiri dari seluruh elemen pondok turut hadir dalam jamuan teh ini.
Berbagi Dharma di Setiap Buku Master Cheng Yen

Berbagi Dharma di Setiap Buku Master Cheng Yen

16 April 2018
Dua sekolah di Medan menerima donasi buku karangan Master Cheng Yen, Jumat, 13 April 2018. Selain menjalin jodoh baik, relawan berharap buku-buku Master Cheng Yen dapat memberikan manfaat serta menumbuhkan pendidikan budi pekerti yang baik kepada semua anak didik.
Kita hendaknya bisa menyadari, menghargai, dan terus menanam berkah.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -