Relawan membantu Cik Dacil saat naik bus menuju Kota Jambi. Cik Dacil bersama calon pasien yang didampingi keluarganya saat dalam perjalanan menuju Kota Jambi.
“Daripada melewati satu hari dengan sia-sia, lebih baik menggunakan satu detik untuk hal bermanfaat”
(Kata Perenungan Master Cheng Yen)
Rumah panggung berwarna biru menyambut kedatangan Virmadona dan Nursina Afriyana, relawan Tzu Chi APP Sinar Mas Lontar Papyrus Jambi. Warna rumah ini sudah kusam dimakan usia. Tangga kayu menjadi pintu masuk rumah ini. Begitu masuk, relawan langsung disambut perempuan paruh baya. Ia adalah istri Cik Dacil (74). Tak ada meja kursi. Hanya tikar plastik yang melapisi lantai rumah papan ini. Penerangan didalamnya cenderung gelap. Keluarga Cik Dacil tinggal di Desa Teluk Pengah, Kelurahan Tebing Tinggi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Di desa ini banyak rumah yang dibangun dengan alas diberi panggung. Keamanan dari binatang liar menjadi alasan utamanya.
Di rumah ini, Cik Dacil tinggal bersama istri dan seorang cucu. Tiga anaknya tinggal terpencar karena pekerjaan. Dari tiga anaknya ini, Cik Dacil memiliki 5 cucu. Dulu Cik Dacil menggarap ladang. Namun sejak dua tahun terakhir lebih banyak di rumah. Kedua matanya mengalami gangguan penglihatan. Tak banyak aktivitas yang ia lakukan. Praktis segala kebutuhannya menggantungkan bantuan sang istri. “Ya sehari-hari dibantu istri-lah, mano biso mato ini lihat,” ujarnya dengan logat Jambi yang kental.
Virmadona membantu Cik Dacil menuju tempat istirahatnya di wisma haji Kotabaru Jambi.
Selesai dari rumah Cik Dacil, relawan beranjak ke perumahan KPR PT Lontar Papyrus Pulp and Industry (PT LPPI) RT 27. Di lokasi ini, Rizal Pahlevi (48) bersama istri dan seorang anak tinggal. Hernia mengganggu aktivitas bekerjanya dibagian safety. Pada waktu umur 3 tahun, ia pernah menjalani operasi hernia. Meski sering kambuh, ia berusaha menahannya. Takut menjadi alasan utama menjalani operasi lagi, selain masalah biaya. “Kalau awalnya itu dari tahun 2009 cuma tidak dirasakan. Yang baru dirasakan ini dua tahun ke depan ini kok nafasnya sesak. Kadang pinggang sakit. Terutama di perut dan di pinggang,” ujarnya. Berkat dorongan keluarga juga relawan, ia akhirnya mau menjalani operasi.
Cik Dacil dan Rizal Pahlevi termasuk 22 orang pasien yang akan dibantu operasi oleh relawan Tzu Chi APP Sinar Mas PT Lontar Papyrus, Jambi. Kamis (31/8/23) jelang sore, halte di depan PT Lontar Papyrus terlihat mulai ramai. Satu bus sedang terparkir rapi. Sementara satu mobil elf baru saja tiba setelah menjemput beberapa pasien. Halte ini menjadi titik kumpul semua pasien dan keluarga pendampingnya. Relawan mulai mendata calon pasien termasuk seorang pendamping. Cik Dacil tidak ada keluarga yang mendampingi dari Tebing Tinggi. Sang istri tidak bisa mendampingi karena harus menjaga cucu. Ia akan didampingi menantunya ketika nanti tiba di Jambi. Sementara Rizal Pahlevi didampingi istrinya.
Setelah semuanya siap, bus dan elf segera berangkat menuju Kota Jambi. Jalan berdebu dan berkelok menemani rombongan relawan dan para pasien selama lebih dari satu jam. Dua jam berikutnya jalanan sudah beraspal. Beberapa pasien terlihat tidur. Dan setelah tiga jam perjalanan, rombongan tiba di asrama haji Kotabaru Jambi. Azan magrib berkumandang menyambut kedatangan pasien dan relawan. Di sini mereka beristirahat, sebelum keesokan harinya menjalani operasi di RS dr. Bratanata, Jambi.
Dokter menjelaskan kondisi mata Cik Dacil kepada Abu Nayan (jaket hitam) dan Virmadona.
Jumat (1/9/23) suasana pagi di RS dr. Bratanata tampak ramai pasien. Hilir mudik pasien dan tenaga medis di rumah sakit silih berganti. Di dekat poli mata, relawan mengarahkan pasien. Satu per satu diberi tanda nomor urut sembari menunggu antrian pemeriksaan dokter. Di sini setiap calon pasien diperiksa kembali. Mulai dari ketebalan katarak, jarak pandang, hingga tekanan bola mata. Cik Dacil sabar menunggu giliran. Ia ditemani Abu Nayan, menantunya yang tinggal di Kota Jambi. Ketika namanya dipanggil, dibantu Abu Nayan dan relawan, Cik Dacil segera masuk ke poli mata. Dari hasil pemeriksaan, dokter mengatakan jika katarak Cik Dacil sudah agak keras. Penopang lensa matanya juga sudah kurang berfungsi dengan baik. Dokter menjelaskan jika nanti dioperasi perlu waktu yang lebih lama dan juga ada risikonya. Abu Nayan sejenak berpikir sebelum akhirnya menyetujui untuk dilanjutkan tindakan operasi.
Dari hasil pemeriksaan dokter, 9 orang pasien dinyatakan lolos untuk mengikuti tindakan operasi mata. Mata yang akan dioperasi diberi obat tetes dan diberi tanda, termasuk Cik Dacil. Ia harus sabar menunggu. Dokter mengaturnya menjalani tindakan operasi yang terakhir karena memerlukan waktu yang lebih lama. Abu Nayan menemani dengan tenang. Sesekali ia tampak menghibur sang mertua. Setelah 8 orang pasien, tiba akhirnya giliran Cik Dacil. Dibantu tenaga medis, ia memasuki ruang operasi. Abu Nayan menunggu diluar ruang operasi. Ia berusaha tegar, meski juga terlihat gelisah menunggu mertuanya menjalani operasi. Setelah hampir 30 menit, Cik Dacil akhirnya keluar dari ruang operasi. Abu Nayan segera menghampiri. Ia mengikuti tenaga medis yang mendorong Cik Dacil menuju ruang perawatan. Gelisahnya sedikit terobati melihat mertuanya selesai menjalani operasi.
Suherman menjenguk pasien yang baru saja menjalani operasi katarak.
“Kalau kami tetap merasa ada kekhawatiran karena sebanyak yang dioperasi ada penyampaian ibu dokter kalau orang tua kami ini termasuk yang keras diantara pasien yang lainnya untuk penyembuhan matanya. Tetapi dengan adanya jerih payah usaha kita bersama terutama dari perusahaan itu berusaha alhamdulillah operasinya lancar dan bagus. Terima kasih kami ucapkan kepada relawan Tzu Chi Sinar Mas yang telah bersusah payah membantu kami untuk pelaksanaan operasi orang tua kami dari segala apapun itu kami mewakili keluarga Pak Dacil mengucapkan ribuan terima kasih yang banyak,” ujarnya. Dik Dacil di sela pemulihannya juga mengucapkan syukur atas bantuan operasi ini. “Terimo kasih banyak yo, nanti kalau sudah biso lihat mau biso kerjo, biso ikut yasinan, pengajian, salat,” ungkapnya.
Selepas waktu salat Jumat, pasien hernia tiba di rumah sakit. Tenaga medis dan relawan langsung mengarahkan menuju ruang perawatan di lantai satu. Di sini 6 orang pasien yang menderita hernia diperiksa. Mulai dari denyut jantung juga tekanan darah. Pasien-pasien ini baru akan menjalani operasi keesokan harinya. Sembari menunggu pemeriksaan, Rizal Pahlevi dan istri bersendau gurau. Tampak kebahagiaan terpancar dari wajah mereka. Ketakutan yang sempat dirasakan, sepertinya sudah tidak terlihat lagi. Ia sudah tidak sabar menjalani operasi. “Intinya saya berterima kasih banyak lah ada bantuan dari ini kan. Kalau pun tidak mungkin jalan operasi ini kalau nggak dipakso-pakso pasti gagal. Ini mudah-mudahan pada hari ini bagus semua. Biso jalani operasi kan enak,” ucapnya ditemani sang istri.
Candra (bertopi) bersama Thoe Yulius berinteraksi dengan Misringah, salah satu pasien katarak.
Jerih payah relawan terbayar melihat para pasien bahagia mendapat pertolongan. Kerja keras berbulan-bulan dari mulai pendataan hingga pendampingan di rumah sakit membawa kebahagiaan tersendiri. “Sebagai relawan kami tentunya keberhasilan operasi ini sangat menyentuh hati kami. Kami terharu, jerih payah yang kami lakukan selama ini ternyata membuahkan hasil yang mereka bisa dilakukan operasi dengan selamat. Dan harapan kami mereka bisa beraktivitas kembali di lingkungan keluarga mereka untuk membantu mencari nafkah keluarga mereka. Tentunya kami terharu dan juga kami bersyukur kepada Allah Yang Maha Kuasa memberikan kesempatan kepada kami untuk berbakti, beramal kepada sesama manusia yang membutuhkan pertolongan,” ujar Candra, salah satu relawan yang sejak awal terlibat.
Editor: Metta Wulandari