Memberikan Kail, Memberi Nafkah Kehidupan

Jurnalis : Himawan Susanto , Fotografer : Himawan Susanto
 
foto

* Ustadz Agus Yatim bersama dengan empat relawan Tzu Chi lain yang rumahnya menjadi peserta Bebenah Kampung, sedang mempersiapkan pembangunan posko kompos organik yang akan diresmikan satu bulan lagi.

Sampah? Siapa yang tak mengenal sampah? Barang buangan tak berguna sisa aktivitas manusia. Siapa peduli sampah? Tak ada, kecuali tukang sampah yang memang akrab dengan yang namanya sampah. Dan juga pemulung. Bagi mereka, sampah telah menjadi penghidupan dan teman sehari-hari. Sampah umumnya terdiri dari 2 jenis, organik dan non organik. Organik dapat diubah menjadi bentuk lain yang bermanfaat bagi manusia, sedang non organik hanya menyesaki bumi.

Setiap harinya, 64 tukang sampah di Pademangan, Jakarta Utara membawa gerobak mereka menuju tempat penampungan sampah sementara (TPS) yang terletak di Pademangan juga. Di sana, semua isi gerobak dikumpulkan dan kemudian dimasukkan ke dalam truk untuk dibuang di tempat pembuangan akhir (TPA) Bantar Gebang, Bekasi. Melimpah ruahnya bahan baku menginspirasi Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia untuk membangun sebuah posko kompos organik. Posko yang nantinya diharapkan dapat menghidupi masyarakat Pademangan ini ibarat memberikan kail dan memberi nafkah kehidupan. Sebuah impian dan cita-cita.

Kail untuk Masyarakat Pademangan
Siang itu, Kamis 1 April 2009, udara di TPS Pademangan panas menyengat. Bau sampah berseliweran tiada henti. Bukan sebuah kondisi yang nyaman bagi yang tidak terbiasa. Tidak demikian halnya dengan para tukang sampah yang masih menunggu kedatangan truk yang akan mengambil sampah mereka. Mereka memang telah terbiasa dengan kondisi di TPS ini. Di sudut ruangan, beberapa pekerja proyek tampak sedang memasang atap sebuah bangunan. Siang itu, baru sebagian atap yang terpasang di atas lahan seluas 6x7 meter ini. Bangunan berangka baja ini lantainya telah dicor dengan semen. Meski belum 100 persen selesai, wujud posko kompos organik ini mulai terlihat. Posko yang terletak di dalam area TPS ini tepat bersebelahan dengan sebuah rumah yang dihuni sebuah keluarga.

Saat itu, Ustadz Agus Yatim yang telah bergabung dalam barisan cinta kasih relawan Tzu Chi, sedang menunggu kedatangan kiriman bambu daur ulang. Bambu yang didapat dari sisa-sisa pembangunan sebuah proyek perumahan. Bersama dengan 4 relawan lain, ia akan membuat pagar posko kompos daur ulang dari bambu yang dibelah dan digepengkan. Empat relawan yang membantu Ustadz Agus adalah mereka yang rumahnya telah direnovasi oleh Tzu Chi dalam program Bebenah Kampung. Tanpa bayaran sepeser pun mereka melakukan kegiatan kemanusiaan ini. Setengah jam menunggu, sebuah truk datang dengan muatan penuh bambu dan kayu. Ustadz Agus dan para relawan pun segera menurunkan muatan truk tersebut. Bambu-bambu itu mereka letakkan di tengah area posko. Sementara itu, pemasangan atap posko sudah hampir selesai dikerjakan sehingga mempermudah dan tak membahayakan aktivitas pemindahan bambu ini.

Segera Ustadz Agus dan relawan lain mencabuti paku-paku yang tersisa di bambu. Bambu yang pakunya telah dicabuti kemudian dibelah menjadi dua bagian. Setelah terbelah dua, ruas-ruas yang ada di dalam bambu mereka hancurkan. Setelah ruas itu hancur, permukaan kulit bambu kemudian dipukul dengan palu hingga rata dan dapat digunakan menjadi lapisan dinding posko. Begitulah berulang-ulang kegiatan yang mereka lakukan siang itu.

foto  foto

Ket : - Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, itulah misi yang hendak digapai dalam pembangunan posko
           kompos organik di dalam tempat kompleks penampungan sampah sementara Pademangan.
           Bahan organik buangan yang melimpah ruah adalah alasannya. (kiri)
         - Dengan dibangunnya posko kompos organik, bukan lagi sekadar ikan yang diberikan oleh Tzu Chi, namun
           kail untuk penghidupan yang layak bagi warga Pademangan. (kanan)

Bermula dari Sebuah Ide
“Pembangunan posko kompos organik ini berawal dari ide Shixiong Candra dan Yoppie,” tutur Ustadz Agus Yatim menerangkan. Ide ini kemudian disampaikan kepada lurah Pademangan Barat dan mendapatkan sambutan yang baik. Karenanya, ide itu pun langsung segera direalisasikan. Kompos organik yang dihasilkan oleh posko ini nantinya akan dijual ke masyarakat luas. Dan hasil penjualannya akan diberikan kepada masyarakat yang terlibat langsung program ini. Misi utama dari posko ini adalah terciptanya masyarakat yang lebih peduli lingkungan. “Kalo saat ini ibu-ibu membuang begitu saja sampah sayuran mereka. Dengan adanya posko ini, mereka akan memberikannya ke kita karena akan dibeli,” ujar Ustadz Agus. Saat ini, informasi adanya pembangunan posko kompos organik pun telah diketahui oleh semua warga. Ustadz Agus juga berharap posko kompos organik ini dapat menjadi proyek percontohan yang dapat diaplikasikan di wilayah lain. “Namun, sebelum posko ini ada hasilnya buat kita, (kita harus) prihatin dulu aja. Masa ga ada hasilnya,” tandas Ustadz Agus Yatim. Untuk kegiatan operasional posko, telah disepakati penggunaan dana Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK), sebuah program Pemerintah Propinsi DKI Jakarta untuk membantu masyarakat dengan usaha mikro yang mandiri.

Tanggung Jawab
Di antara 4 relawan yang membantu pembuatan pagar posko kompos organik, tampak seorang laki-laki bertopi merah. Ia adalah Samsuri (40), salah satu penerima bantuan program Bebenah Kampung. Saat saya bertanya bagaimana pendapatnya soal rumah yang ia tempati? Ia pun menjawab tak lagi tinggal di rumah tersebut. “Sekarang saya dan keluarga ngontrak,” jawabnya. “Kenapa ngontrak?” tanya saya lebih jauh. “Rumah itu sekarang ditempati oleh 3 adik saya dan keluarganya,” jelasnya.

Samsuri pun lalu bercerita panjang lebar. Sebagai seorang pekerja bangunan yang biasanya bekerja di proyek-proyek besar, ia biasanya jarang pulang ke rumah. Paling cepat 3 bulan sekali ia baru kembali ke rumah dan menemui keluarganya. Satu ketika, ia baru pulang kembali ke rumah setelah 6 bulan bekerja. Ternyata, rumah yang ia tempati kini telah berganti, lebih tinggi lantainya, dan lebih bagus dari semula! Rupanya, rumah itu telah direnovasi oleh Tzu Chi karena masuk dalam peserta program Bebenah Kampung. Namun, saat itu ia tak mendapati istri dan ketiga anaknya. Mereka telah pergi entah ke mana. Saat ia bertanya kepada ketiga adik-adiknya kemana istri dan anak-anaknya pergi, mereka mengatakan tak tahu. Ia pun lalu mencari keluarganya. Beberapa saat mencari, ia pun mendapati mereka mengontrak rumah di daerah Pademangan juga. Saat bertemu, ia pun bertanya kepada istrinya, mengapa ia dan anak-anak pergi meninggalkan rumah? “Katanya sih diusir sama adik-adik saya,” tutur Samsuri pelan.

foto  foto

Ket : - Ustadz Agus Yatim, kini telah bertekad menjadi relawan Tzu Chi. Berkomitmen berbagi kebahagiaan bagi
           sesama tanpa memandang perbedaan latar belakang agama, suku, dan golongan. (kiri)
         - Walau Samsuri tak lagi menempati rumahnya yang telah direnovasi karena ditempati sang adik, karena
           merasa bertanggungjawab, ia tetap membantu tanpa pamrih pembangunan posko kompos organik yang
           dibangun oleh Tzu Chi. (kanan)

Mendengar itu, Samsuri pun hanya bisa menyesali keadaan yang dihadapinya. Namun, di hatinya ia pun menyadari kesulitan yang dihadapi oleh ketiga adiknya yang telah berkeluarga, hingga mereka bisa berbuat seperti itu kepadanya dan keluarga. Ia pun merelakan dengan ikhlas rumah itu untuk ketiga adiknya. “Mereka kini memang sudah bekerja namun kadangkala untuk makan saja mereka masih meminta kepada saya,” papar Samsuri. Namun, peristiwa tak mengenakkan ini tak membuatnya lupa akan kebaikan yang telah diberikan oleh Tzu Chi kepada keluarganya. Berkat Tzu Chi, rumah warisan orangtuanya kini telah lebih bagus dan layak untuk ditempati. Tak lagi seperti dahulu yang kebanjiran jika musim penghujan tiba.

Karena itu, saat Ustadz Agus datang dan mengajaknya bergabung dalam membantu pembangunan posko kompos organik ia pun antusias membantu. Apalagi, saat ini ia sedang memiliki waktu luang karena belum adanya panggilan pekerjaan di proyek-proyek. “Tanggung jawab,” itulah kata-kata yang terlontar dari bibir Samsuri saat saya bertanya kenapa mau membantu pembangunan posko kompos organik ini tanpa mendapatkan bayaran sepeser pun. Dari Samsuri kita belajar arti memaafkan dan membalas budi. Seperti kata perenungan Master Cheng Yen yang berbunyi, “Memaafkan orang lain berarti berlaku baik pada diri sendiri.”

 

Artikel Terkait

Mencegah Stunting di Desa Bangkal

Mencegah Stunting di Desa Bangkal

29 November 2023

Relawan Tzu Chi di Kalimantan Tengah memberikan penyuluhan kesehatan untuk ibu dan anak dalam rangka mencegah stunting di Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya.

Suara Kasih: Menghargai Air dan Menyelaraskan Hati

Suara Kasih: Menghargai Air dan Menyelaraskan Hati

04 April 2013 Saat ini, sumber mata air di Taiwan terus berkurang hingga ke tahap yang serius. Kita dapat melihat insan Tzu Chi untuk beberapa kepentingan yang berbeda. Mereka juga memasang pipa di berbagai penjuru atap rumah mereka agar saat hujan turun, air hujan bisa ditampung ke dalam ember.
Peduli Sesama Dengan Membagikan Sembako

Peduli Sesama Dengan Membagikan Sembako

20 April 2020

Pada Sabtu 18 April 2020 pukul 09.00 WIT diadakan Baksos Pembagian Sembako oleh Tzu Chi Biak bekerja sama dengan Polres Biak Numfor, PSMTI dan Perbankan di Bandara Frans Kaisepo dan dermaga ASDP Mokmer di Biak, Papua.

Dengan kasih sayang kita menghibur batin manusia yang terluka, dengan kasih sayang pula kita memulihkan luka yang dialami bumi.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -