Memberkahi dan Menghargai Diri Sendiri
Jurnalis : Teddy Lianto, Fotografer : Teddy Lianto Selama menjalani pengobatan di RSCM Jakarta, Swina merawat Ngui Si Ku, ayahnya dengan penuh kasih sayang. |
| ||
Selain itu, Master Cheng Yen juga menambahkan, karena kita terberkahi, kita harus menghargai apa yang kita miliki dan merasa tercukupi. Meskipun kehidupan membawa tekanan pada kita, sepanjang kita berpikiran terbuka, tekanan itu berangsur-angsur akan lenyap. Misalnya Hsieh Kun Shan, seorang seniman terkenal Taiwan yang melukis dengan menggunakan mulut dan kakinya. Kedua lengan dan satu kakinya diamputasi setelah sebuah kecelakaan, dan kaki yang masih ada pun juga bermasalah tetapi ia membuktikan bahwa keterbatasan fisik seseorang tidak menentukan apa yang dapat diraih oleh orang tersebut. Dua kali sebulan ia datang ke Rumah Sakit Tzu Chi Hualien untuk membantu para pasien yang menderita cedera tulang belakang atau mereka yang anggota tubuhnya telah diamputasi dengan mengajarkan mereka melukis menggunakan kuas yang digerakkan oleh mulut mereka. Alih-alih merasa tertekan terhadap apa yang menimpanya, ia malah menghargai dan bersyukur atas apa yang masih dimilikinya. JIka Sembuh Mau Pulang Kemana?
Keterangan :
Suatu pagi di saat ia sedang ingin membeli ikan, Ngui Si Ku berniat untuk mengisi bensin dan membeli nasi untuk sarapan pagi terlebih dahulu. Ketika akan membeli nasi tersebut ia mengalami kecelakaan. Motor yang ia kendarai ditabrak oleh sebuah mobil. Setelah dibawa ke rumah sakit, dokter yang menangani menyarankan agar kaki kanannya diamputasi melihat kondisi kaki kanannya yang sudah remuk. Ngui Si Ku merasa keberatan bila kakinya diamputasi, oleh karena itu dokter kemudian melakukan operasi sebanyak 2 kali untuk memasang pen di kaki kanannya agar ia bisa berjalan, tetapi kaki kanan tersebut tak dapat ditekuk. “Untuk biaya operasi ini saya dapat bantuan dari orang yang menabrak saya, tetapi karena orang yang ditabraknya ada 3 orang jadi tidak bisa bantu sampai selesai,” jelasnya. Setelah operasi pemasangan pen, ia selalu pergi kontrol ke rumah sakit dengan bantuan biaya dari kakak perempuannya. Selama melakukan kontrol, Ngui Si Ku masih giat untuk bekerja menafkahi keluarganya, hingga suatu hari pen penyanga kaki tersebut patah dan menusuk daging di dalamnya. Ia mencoba berobat ke Rumah Sakit Serukam, tetapi karena faktor biaya, maka ia tidak jadi berobat. Karena tidak dirawat dan kerasnya pekerjaan yang dilakukannya menyebabkan luka di kaki kanannya mengalami infeksi dan tidak dapat bekerja lagi. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula, satu per satu musibah datang melanda dirinya. Istri Ngui Si Ku meminta cerai, dengan alasan karena tidak tahan melihat kondisi sang suami dan penghasilan yang tidak terpenuhi. Selain itu, anak kedua dan yang bungsu dititipkan pada keluarganya, dan rumah yang di tempati saat ini telah menjadi milik istrinya.
Keterangan :
“Saya sudah bercerai dengan ibu, sekarang kedua anak saya sudah dibawa pergi oleh dia. Tidak hanya itu, rumah yang saya huni juga diambil. Sekarang saya sendiri bingung jika sembuh mau pulang kemana?“ aku Ngui Si Ku. Beruntung ada anak sulungnya, Swina yang berumur 15 tahun yang selalu menemani dan menghibur sang ayah di kala sedih, sehingga Ngui Si Ku terus bersemangat untuk sembuh. Jalinan Jodoh dengan Tzu Chi. Setelah menjalani proses survei, permintaan pengobatan disetujui. Ngui Si Ku dan Swina berangkat dari Singkawang ke Jakarta pada tanggal 6 Juni 2011. Selama menjalani pengobatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Ngui Si Ku dan Swina tinggal di Rumah Susun Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng. Pada tanggal 21 Juli 2011, Ngui Si Ku menjalani perawatan rawat inap di RSCM Jakarta untuk operasi. ”Yang penting saya bisa sembuh, kaki bisa ditekuk dan bisa bekerja lagi,” ujar Ngui Si Ku. Rencananya setelah operasi, Ngui Si Ku harus menunggu 6 – 12 bulan untuk pemasangan pen baru yang memungkinkan dirinya untuk dapat berjalan dan menekuk kakinya. | |||