Memegang Erat Kesempatan Berbakti Pada Orang Tua

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari


Persahabatan terjalin dalam Kamp Mahasiswa Beasiswa Karier Tzu Chi, yang diadakan pada 8-10 Agustus 2014 di Xi She Ting, Aula Jing Si, PIK.

Banyak kisah terukir dalam Kamp Mahasiswa Beasiswa Karier Tzu Chi, yang diadakan pada 8 hingga 10 Agustus 2014 di Xi She Ting, Aula Jing Si, PIK. Mulai dari bersama-sama mengenal Tzu Chi lebih dalam, belajar bersyukur, berbakti kepada orang tua, hingga kisah persahabatan dan bertemu keluarga baru. Seperti para penerima beasiswa karier dari wilayah Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Mereka yang terdiri dari 37 anak awalnya bukanlah teman dan tidak saling mengenal. Mereka juga datang dari wilayah yang berbeda-beda, namun dengan jalinan jodoh dengan Tzu Chi, ketiga puluh tujuh penerima beasiswa ini dapat saling mengenal, juga saling bersyukur karena merasakan perasaan yang sama. Selain datang dari Kupang, NTT, penerima beasiswa karier juga datang dari wilayah lain seperti Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Lampung, Palembang, Halong (Kalimantan Selatan), Lombok, juga Biak (Papua). “Jumlahnya 113 siswa,” ujar Yang Pit Lu, penanggungjawab Program Beasiswa Karier Tzu Chi ini.

Dengan mengambil tema Don’t Be Afraid to Dream (Jangan Takut Bermimpi), para penerima beasiswa karier yang merupakan putra-putri daerah ini diajak untuk bersama-sama berani bermimpi juga berani mewujudkan mimpinya. Selain itu mereka juga diberikan pemahaman mengenai budaya humanis Tzu Chi dan bakti pada orangtua. “Kita kemas kamp ini sangat menarik karena sasarannya adalah anak muda,” ungkap Miki Dana, koordinator kegiatan. “Menarik yang dimaksud adalah berisi pengetahuan tentang Tzu Chi, juga diselipkan penanaman budaya humanis untuk kehidupan sehari-hari agar bisa menjadi pegangan mereka. Kemudian ada juga mengenai sesi bakti kepada orang tua untuk mengingatkan mereka akan jasa orang tua kepada anak-anaknya, juga banyak games yang menghibur,” tambah relawan Tzu Ching ini.

Sebanyak 37 anak para penerima beasiswa karier dari Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini awalnya bukanlah teman dan tidak saling mengenal, namun dengan jalinan jodoh dengan Tzu Chi, mereka dapat saling mengenal, juga saling bersyukur karena merasakan perasaan yang sama.

Para peserta merasa terharu ketika mengingat jasa dan budi orang tua mereka dalam sesi berbakti kepada orang tua.

Mimpi Membanggakan Orang Tua
Seperti kegiatan lain, sesi bakti pada orang tua selalu mengundang perasaan haru dari para peserta. Dalam kondisi lampu yang sengaja dipadamkan, Sudarno Shixiong, pemandu acara, mengajak para peserta untuk kembali mengingat jasa orang tua. Mayoritas peserta beasiswa karier memang terpisah jauh dari orang tua mereka sehingga perasaan haru sangat mudah datang dalam diri mereka, salah satunya adalah Novita Sari Panna Dewi yang datang dari Halong, Kalimantan selatan. Dalam sesi ini ia teringat pada sang ibu yang dengan sepenuh hati menyayanginya. “Selama ini saya sayang sekali sama ibu, tapi saya nggak pernah berani bilang, nggak pernah bisa mengungkapkan. Pernah sih pas acara Waisak cuma sujud doang, tapi nggak pernah cuci kaki beliau,” ucapnya. Ia juga merasa bersyukur karena bisa diterima dalam beasiswa karier Tzu Chi. “Saya ingin meringankan beban orang tua karena orang tua saya nggak mampu,” tambahnya. Novi, panggilan akrabnya, merasa bahwa ini adalah kesempatannya untuk membuktikan baktinya pada orang tua dengan bisa menggenggam kesempatan yang telah diberikan untuknya. Dengan bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, ia bisa membanggakan keluarganya kelak. Walaupun kini ia jauh dari sosok orang tua, namun ia berusaha untuk tidak mengumbar rasa sedih dan memilih berjuang mewujudkan mimpinya.

Panitia kegiatan sengaja memberikan materi mengenai berbakti kepada orang tua mengingat anak muda kebanyakan terlalu sibuk dengan karier dan tidak jarang melupakan orang tua mereka. “Dengan adanya sesi ini mereka bisa mengingat kembali jasa-jasa orang tua, selain itu supaya mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan yang sudah didapat dan tidak mengecewakan orang tua,” jelas Miki Dana.

Novi, yang berasal dari Halong, Kalimantan Selatan tidak dapat menahan rasa harunya saat teringat dengan Sang Ibu di kampung halaman.

Fatah, salah seorang santri dari Pondok Pesantren Nurul Iman membuktikan janjinya pada sang ibu, ia berusaha untuk membanggakan ibunya walaupun dengan keterbatasan yang ia miliki.

Sama dengan Novi, Fatah Kurniawan, santri dari Pondok Pesantren Nurul Iman juga merasakan hal yang sama. Ia merindukan satu keluarga yang utuh, ada ibu dan ayahnya. “Saya ingat ayah, dari kecil udah pisah sama ayah, saya nggak tahu beliau di mana. Ada rasa sakit hati, menyesal, ada juga rasa rindu dengan kebersamaan kami seperti dulu,” jelasnya. Dengan tidak adanya sosok seorang ayah, sang ibu tentu saja harus mengurus kehidupannya. Ia menilai bahwa ibunya merupakan sosok yang sangat kuat, selalu berjuang untuk kelangsungan pendidikan anak-anaknya. “Pertama kali saya mondok latar belakangnya adalah karena saya tahu kondisi perekonomian keluarga saya. Saat itu, pertama kali saya akan pergi ke pergi mondok, ibu saya jual sepeda saya. Satu-satunya yang saya punya untuk pergi ke pondok. Ibu berpesan, ‘Abang jangan kecewain ibu ya.’ Dari sana saya selalu berusaha untuk membuat ibu bangga,” ujarnya.

Fatah membuktikan janjinya pada sang ibu, ia berusaha untuk membanggakan ibunya walaupun dengan kekurangan yang ia miliki. Fatah dulunya menderita bibir sumbing, sehingga membuatnya sulit untuk berbicara. Sampai sekarang suaranya masih sengau, namun ia tidak pernah malu. Ia malah selalu berusaha membangkitkan kepercayaan dirinya dan beruntung keluarga dan teman-temannya selalu mendukungnya. Satu hal yang menjadi harapan Fatah juga Novi adalah bisa membuat keluarga mereka bangga akan apa yang sudah mereka capai nantinya. Fatah juga mempunyai mimpi untuk bisa benar-benar ikut menjadi barisan Tzu Ching, sehingga ia bisa ikut serta dalam Tzu Chi, membantu orang lain dan juga membantu dirinya sendiri.


Artikel Terkait

Memegang Teguh Semangat Dokter Humanis

Memegang Teguh Semangat Dokter Humanis

25 Juni 2019

Gathering beasiswa karier Tzu Chi kali ini, Minggu, 23 Juni 2019, mengundang Dr. Noor Hadi, Sp.Rad yang juga penerima beasiswa Tzu Chi. Dokter Noor Hadi memotivasi “adik-adik” kelasnya untuk selalu fokus dan bersemangat mengejar cita-cita.

Memegang Erat Kesempatan Berbakti Pada Orang Tua

Memegang Erat Kesempatan Berbakti Pada Orang Tua

12 Agustus 2014 Dengan mengambil tema Don’t Be Afraid to Dream, para penerima beasiswa karier yang merupakan putra-putri daerah ini diajak untuk bersama-sama berani bermimpi juga berani mewujudkan mimpinya. Selain itu mereka juga diberikan pemahaman mengenai budaya humanis Tzu Chi dan bakti pada orangtua.
Menyayangi dan melindungi benda di sekitar kita, berarti menghargai berkah dan mengenal rasa puas.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -