Mempererat Jalinan Jodoh di Lhokseumawe

Jurnalis : Leo Samuel Salim (Tzu Chi Medan), Fotografer : Desnita, Leo Samuel Salim (Tzu Chi Medan)
 
 

fotoSaya berbagi kisah perjalanan hidup saya kepada para donatur yang membuat saya belajar untuk menyadari berkah, menghargai berkah, dan menciptakan berkah yang ada.

Sebuah jalinan jodoh baik antara relawan Tzu Chi dengan Lhokseumawe dikarenakan jumlah donatur yang terus bertambah meski belum ada kantor penghubung Tzu Chi di sana. Semua jodoh ini bermula saat Tzu Chi Medan mengadakan ramah tamah dengan masyarakat Banda Aceh di bulan Juli tahun 2011. Beberapa orang dari Lhokseumawe turut hadir dalam acara tersebut dan kemudian mengikuti kegiatan pembagian beras cinta kasih di Belawan, Medan. Pada saat itu, mereka merasa hati mereka selaras dengan visi dan misi Tzu Chi sehingga berniat untuk menggalang dana di Lhokseumawe.

 

Di bulan Februari 2012, Tzu Chi Medan kembali mengadakan acara ramah tamah dengan para donatur di Lhokseumawe. Dan untuk kembali mempererat jalinan jodoh ini, pada tanggal 24 April 2012, relawan Tzu Chi Medan kembali mengadakan acara ramah tamah, mempererat jodoh yang telah terbina sehingga bibit-bibit Tzu Chi dapat tumbuh kembang di Lhokseumawe.

Keputusan yang Membahagiakan Diri Sendiri dan Orang Tua
Di acara tersebut, saya sharing kepada 50 donatur yang hadir mengenai bagaimana kita menggenggam berkah yang ada. Terkadang kita selalu tidak berpuas diri dan selalu menyalahkan pihak lain atas segala sesuatu yang buruk yang terjadi pada diri sendiri. Di sinilah kita hendaknya menyadari berkah, menghargai berkah, dan menciptakan berkah yang ada. Untuk mendapatkan berkah bukan dengan memohon-mohon di depan patung Buddha atau Bodhisatwa tetapi harus diciptakan sendiri. Banyak sekali pandangan-pandangan yang salah di masyarakat di mana kalau memberikan persembahan yang banyak dan mewah serta membakar uang kertas kepada para Dewa maka pasti mendapatkan keberkahan yang luar biasa. Apa yang dialami pada saat ini adalah akibat karma buruk yang kita tanam sendiri di masa lampau. Master Cheng Yen mengatakan bahwa tidak perlu kita menilik nasib. Lihat apa yang kita alami dan kita dapat sekarang ini adalah akibat buah karma kita di masa lampau. Bagaimana caranya kita dapat mengetahui masa yang akan datang ? Lihat apa yang telah kita lakukan di masa sekarang.

Pada kesempatan itu pula, saya menceritakan bagaimana saya dulu senantiasa diliputi kebencian karena hubungan antara ayah dan saya yang kurang harmonis. Dari kecil saya selalu bermimpi kalau suatu hari dapat meninggalkan kota Medan untuk merantau dan akhirnya pada tahun 2005, saya berhasil mendapatkan pekerjaan di luar Medan. Perjalanan hidup saya yang baru mulai dijalaninya, dari Pekanbaru, Batam hingga ke Bali. Meski sudah sekian lama tidak menetap di Medan, perasaaan penuh kebencian tersebut tidaklah sirna. Setiap kali berkesempatan pulang, pastilah sangat singkat. saya yang telah mengenal Tzu Chi sejak tahun 2004 dan benar-benar mengikuti kegiatan Tzu Chi adalah di Batam pada tahun 2005 dan selalu beranggapan bahwa saya  harus lebih banyak berbuat kebajikan tetapi tetap saja kebencian tersebut tidak pernah sirna.

Meski saya terus aktif melakukan kegiatan Tzu Chi dan lebih berkecimpung di misi amal kemanusiaan sehingga dapat menyadari ketidakkekalan hidup, saya, seorang Leo masih saja belum dapat memaafkan dan menerima ayah saya sendiri. Sehingga suatu saat mendengar Master Cheng Yen berujar bagaimana caranya berbakti kepada orang tua adalah dengan tidak membuat khawatir orang tua. Dulu  setiap kali saya pulang ke Medan, ibu saya pasti sangat bahagia karena dapat melihat anaknya dalam keadaan sehat. Saya terus menerus bertanya kepada diri sendiri apakah saya benar-benar bahagia? Saya merasa telah menjalankan kebajikan tetapi hal tersebut masihlah kurang karena terus menerus membuat orang tua khawatir. Saya mulai sadar bahwa didikan keras ayah adalah sangat berguna sehingga dapat menimba pengalaman di tempat lain dan mandiri. Disinilah saya mulai menyadari berkah yang ada.

foto   foto

Keterangan :

  •  Kegiatan ini diikuti sebanyak 50 orang donatur di Lhokseumawe (kiri).
  • Desnita Shijie juga memberikan sharing kepada donatur mengenai kebahagiaan dalam diri (kanan).

Seiring waktu berjalan dan terus aktif di Tzu Chi, saya terus merenungi bagaimana menyirnakan perasaan kebencian yang ada. Saya kemudian mulai belajar menerima kenyataan dan akhirnya menyadari inilah akibat karma buruk yang ditanam di masa lalu sehingga cara satu-satunya untuk memperbaiki semua ini adalah melihat ke dalam diri sendiri dan belajar menerima kenyataan serta terus menciptakan berkah yang ada. Dengan membuka pintu hati ini maka semuanya akan berjalan dengan baik. Dan akhirnya saya memutuskan untuk kembali menetap di Medan. Keputusan tersebut membuat kedua orang tua dan saya bahagia.

Menyadari Berkah
Pada sesi berikutnya, para donatur melihat ceramah Master Cheng Yen yang menceritakan tentang keluarga Bapak Lim, penerima bantuan Tzu Chi. Bapak Lim sendiri mengidap diabetes yang cukup parah. Meski dengan kondisi keluarganya yang sangat-sangat sederhana, dirinya tidak pernah memanjakan kedua putra dan putrinya. Bapak Lim benar-benar mendidik dengan sepenuh hati anak-anaknya dimana semua hak dan kewajibannya haruslah dijalankan dengan baik. Pada suatu hari, keluarga Bapak Lim diundang ke acara pameran Tzu Chi dan tersentuh bagaimana Tzu Chi dengan prinsip “Masa Celengan Bambu” dalam menggalang dana. Anak perempuan Bapak Lim pada saat yang sama, langsung meminta satu buah celengan. Inilah saatnya dimana anaknya menyadari bahwa dirinya masih penuh dengan keberkahan  dan haruslah bersumbangsih.

Setelah melihat ceramah Master Cheng Yen, saya mengajak donatur untuk sharing. Elvi yang berasal dari Bireuen bercerita bagaimana dulu dirinya adalah seorang yang pemarah dan tidak kenal kompromi. Perangai Elvi pun berubah setelah memahami hukum karma. Oleh karena itu, dirinya kembali menemukan kebahagiaan. Jodoh Elvi dengan Tzu Chi adalah dengan menonton ceramah Master di DaAi TV dan menyadari hendaknya belajar mencintai semua orang. “Saya melihat bagaimana seorang Master Cheng Yen dapat memberikan cinta kasihnya kepada semua orang. Hal ini yang membuat saya sangat tersentuh dengan Tzu Chi, “ tambahnya.

Salah satu donatur lain yang hadir dan turut sharing adalah Tanjung Halim. Jodohnya dengan Tzu Chi sebenarnya sudah terbina pada tahun 2003 dimana pada saat itu dirinya mendapatkan celengan bambu. “Tiap kali saya diajak ikut kegiatan pasti saya tidak bisa karena harus kembali ke Aceh,” ingatnya. Tanjung Halim sendiri pada saat sharing juga mengungkapkan bagaimana dulu dirinya juga seorang yang bertempramen tinggi namun sekarang sudah berubah karena menyadari pentingnya mengikat jodoh yang baik dengan siapa saja.

Di penghujung acara, giliran Desnita untuk sharing mengenai “Apakah kita telah mengenal dengan baik diri kita sendiri ?” Desnita melontarkan satu pertanyaan, “Siapakah yang disini, mengaku dirinya bahagia ?” Hanya segelintir donatur yang mengancungkan tangannya. Dikarenakan waktu yang cukup sempit, sharing Desnita shijie akan berlanjut pada pertemuan yang akan datang. Terlihat wajah-wajah baru yang bekomitmen menjadi relawan Tzu Chi dan ingin lebih tahu mengenai Tzu Chi.

  
 

Artikel Terkait

Bersama Maskapai dan Perbankan, Tzu Chi Biak Gelar Buka Puasa

Bersama Maskapai dan Perbankan, Tzu Chi Biak Gelar Buka Puasa

24 Juni 2016
Tzu Chi Biak bekerja sama dengan Garuda Indonesia cabang Biak dan sejumlah perbankan menggelar acara buka puasa bersama di teras Masjid Agung Baiturrahman. Sebanyak 88 anak dari SD hingga SMA diberikan santunan.
Bulan Tujuh Penuh Berkah: Satu Hari Lima Kebajikan

Bulan Tujuh Penuh Berkah: Satu Hari Lima Kebajikan

23 Agustus 2015 Bulan Tujuh Penuh Berkah dikemas secara apik dalam pentas sebuah drama. Salah satu sesi adalah drama tentang “Satu Hari Lima Kebajikan” (Bervegetarian, Hemat Listrik, Hemat Air, Membawa Peralatan Makan sendiri, dan Menggunakan Alat Transportasi Ramah Lingkungan). Drama ini dibawakan sebanyak 16 relawan Tzu Chi Tangerang.
Desember yang Ceria

Desember yang Ceria

27 Desember 2016

Relawan Tzu Chi Komunitas He Qi Barat yang mengunjungi Saung Tawon yang terletak di Tanah Tinggi, Tanggerang. Di sana relawan berbagi cerita, bermain, dan bercanda bersama anak-anak Saung Tawon.

Berlombalah demi kebaikan di dalam kehidupan, manfaatkanlah setiap detik dengan sebaik-baiknya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -