Mempraktikkan Enam Paramita di Tengah Masyarakat

Jurnalis : Teddy Lianto, Fotografer : Hadi Pranoto, Henry Tando, Juliana Santy, Teddy Lianto, Yuliati,

Selama tiga hari, Minggu hingga Selasa (31 Mei – 2 Juni 2015), di Aula Jing Si Lantai 3, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara dipenuhi oleh para relawan fungsional 4 in 1 dari berbagai kota: Jakarta, Tangerang, Medan, Bandung, Palembang, Jambi, Makassar, Bali, Lampung, Surabaya, Singkawang, Biak, Tanjung Balai Karimun, Batam, dan Tebing Tinggi.

Selama tiga hari, Minggu hingga Selasa (31 Mei – 2 Juni 2015), Aula Jing Si Lantai 3, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara dipenuhi oleh para relawan fungsional 4in1 dari berbagai kota: Jakarta, Tangerang, Bandung, Batam, Bali, Biak (Papua), Jambi, Lampung, Medan, Palembang, Makassar, Surabaya, Singkawang, Tanjung Balai Karimun, dan Tebing Tinggi. Sebanyak 578 orang hadir di tempat tersebut untuk mengikuti acara Pelatihan 4in1.

Dalam acara tersebut sebanyak 8 orang relawan yang telah sukses menjalankan fungsi 4 in 1 di Taiwan juga turut hadir dan mendampingi. Mereka datang jauh-jauh ke Indonesia agar fungsi 4 in 1 di Indonesia dapat diterapkan dengan benar. Sharing-sharing yang dibawakan oleh relawan-relawan dari Tzu Chi Taiwan ini diharapkan dapat memberikan semangat, pembelajaran, dan juga pandangan baru bagi relawan Tzu Chi di Indonesia yang mengikuti pelatihan.

Selain itu, melengkapi mereka turut hadir 2 orang Shifu (biksuni) yang juga merupakan murid dari Master Cheng Yen, De Yue dan De Bei Shifu mendampingi dan menyemangati relawan Tzu Chi untuk semakin giat mendalami Dharma. “Tzu Chi sebenarnya adalah ladang pelatihan diri sebuah organisasi Buddhis. Dan Master Cheng Yen, pendiri Yayasan Buddha Tzu Chi mengatakan kepada kita bahwa ajaran Buddha seharusnya dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari dan Bodhisatwa seharusnya berada di antara kita semua yang ada di sini,” ujar De Yue Shifu dalam sharingnya di sesi praktik Enam Paramita (Dana, Sila, Kesabaran, Ketekunan, Samadhi, kebijaksanaan) dalam kehidupan sehari-hari di acara Pelatihan 4 in 1 ini.

De Yue Shifu pada tahun 2003 lalu, pernah berkunjung ke Indonesia membantu dalam proyek normalisasi Kali Angke. Saat itu Tzu Chi menjalankan Program 5 P, yaitu: Pembersihan Sampah, Penyedotan Air, Penyemprotan Hama, Pengobatan, dan Pembangunan Perumahan untuk warga kurang mampu yang tinggal di bantaran Kali Angke. Setelah 12 tahun berlalu dan kembali berkunjung ke Indonesia, ia pun merasa kagum melihat pencapaian yang telah dilakukan oleh insan Tzu Chi Indonesia. “Saya melihat 4 Misi Tzu Chi telah berkembang dengan baik di Indonesia. Saya sangat kagum,” ujarnya dengan bahagia. Tetapi di balik kekagumannya tersirat juga kekhawatiran akan perkembangan kebijaksanaan para relawan Tzu Chi di Indonesia. ”Ketika Aula Jing Si Indonesia sudah siap, pada saat itu Master Cheng Yen mengingatkan kita bahwa Aula Jing Si sudah tersedia, dan apakah batin kalian (relawan Indonesia) sudah siap? Master Cheng Yen pun terus mengimbau agar para relawan melatih diri dan menjaga batinnya dengan baik. Sebab membina diri yang paling utama adalah melatih batin kita. Menjaga baik batin kita yang jernih sama seperti menjalankan enam paramita dalam kehidupan sehari-hari,” terangnya.

De Yue Shifu menerangkan jika 3 Sila paramita pertama bersifat pelatihan keluar, dan 3 sila berikutnya bersifat pelatihan ke dalam (batin). Hal ini sama seperti Ajaran Jing Si (pelatihan ke dalam) dan Mazhab Tzu Chi (pelatihan keluar). “Jadi memang tidak ada jalan pintas dalam melatih diri. Cuma ada satu jalan dan itu adalah Jalan Bodhisatwa,” Ucap De Yue Shifu dengan pasti.

 

Sebanyak 578 orang hadir di tempat tersebut untuk mengikuti acara Pelatihan 4 in 1. Dalam acara tersebut sebanyak 8 orang relawan yang telah sukses menjalankan fungsi 4 in 1 di Taiwan juga turut hadir dan mendampingi. Mereka datang jauh-jauh ke Indonesia agar fungsi 4 in 1 di Indonesia dapat diterapkan dengan benar.

Penggalangan Bodhisatwa dan Menciptakan Komunitas Tzu Chi

Untuk menyebarkan cinta kasih Tzu Chi hingga ke seluruh pelosok Indonesia, tentunya diperlukan bantuan dari banyak relawan. Oleh karena itu sudah menjadi sebuah kesepakatan bersama oleh semua relawan Tzu Chi di berbagai negara turut membantu menggalang banyak hati dari penduduk setempat agar mereka tergerak untuk bergabung ke Tzu Chi dan turut memikul  tanggung jawab atas dunia ini. Adapun sebuah praktik nyata yang telah dilakukan oleh relawan Komite Tzu Chi Taiwan yang terus mengembangkan komunitas Tzu Chi di kota asalnya. Ia adalah You Chun Niang.

“Sebelum datang ke Indonesia, saya hanya mengetahui kondisi Indonesia dari Da Ai TV. Indonesia sangat luar biasa. Sebetulnya kalau dikatakan saya sharing ke sini, sebetulnya lebih cocok dikatakan saya sedang belajar di sini juga, dan di sini saya hanya membagikan pengalaman saya di komunitas kepada relawan-relawan di Indonesia,” terangnya.

You Chun Niang sendiri mengetahui jika di Indonesia terdapat lima He Qi dan di dalam lima He Qi ini beranggotakan 400 - 500 komite. Jumlah ini masih terbilang sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah relawan Tzu Chi di Tao Yuan, Taiwan.  “Tim kami di Taiwan mempunyai 15-an He Qi, Oleh karena itu saya merasa Shixiong-Shijie yang ada di Indonesia mempunyai tugas yang sangat berat. Melihat mereka-mereka (para relawan Indonesia) bersumbangsih, benar-benar adalah Bodhisatwa, mereka melakukan hal yang ingin dilakukan Master Cheng Yen,” pujinya.

You Chun Niang pun memberikan sharing jika relawan Tzu Chi  tidak boleh berhenti untuk menggalang Bodhisatwa, seperti di Indonesia. Ia mengganggap Indonesia masih mempunyai ruang yang cukup besar untuk berkembang maju. Karena Aula Jing Si Indonesia begitu besar dan sudah rampung, tentunya perlu menggalang lebih banyak bodhisatwa. Seperti  hari itu (1 Juni 2015), You Chun Niang mencontohkan mengenai sharing enam paramita. “Dalam Enam Paramita ada banyak cara yang bisa dijalankan. Jadi kita harus pikirkan cara apa untuk menggalang Bodhisatwa, baik itu lewat gathering, Aisa, kelas Da Ai Mama, dan Kelas Budi Pekerti Tzu Chi. Setelah itu baru memikirkan bagaimana untuk membina semangat relawan, supaya relawan-relawan kita itu ramah dan antusias, supaya setiap orang yang datang ke Aula Jing Si ini bisa merasakan perasaan sepeti pulang ke rumah sendiri, merasa ada kehangatan di keluarga, jadi bukan hanya hardware yang harus mantap, tapi software juga,” ungkapnya dengan mantap.

Tzu Chi Menjadi Perekat Keluarga

Berada dalam lingkaran Tzu Chi seolah memberikan angin kesejukan bagi keluarganya. Itulah yang dirasakan oleh A.A Shijie. Relawan Tzu Chi asal Tanjung Balai Karimun ini menceritakan bagaimana kehidupannya berubah menjadi lebih  baik setelah Tzu Chi masuk dan menjadi bagian dalam hidupnya.

Pada mulanya, A.A adalah seorang ibu rumah tangga yang cukup keras dalam mendidik anak-anaknya. Itu semua karena ia tidak ingin ketiga buahnya ketika besar kelak menjadi anak yang manja. Karena itu, ia tidak segan-segan untuk memukul anaknya jika melakukan kesalahan agar kelak sang anak tidak mengulanginya lagi.

Hingga pada 2009, ia mengenal Tzu Chi melalui adik perempuannya, Mie Li  yang mengenal Tzu Chi pada 2005, dari baksos kesehatan yang diadakan Tzu Chi Singapura. Pada awalnya Mie Li diminta menjadi penerjemah, tetapi ternyata pada saat hari-H, sudah banyak relawan yang membantu di sana.  Ia pun  akhirnya diminta menjadi relawan pengatur barisan, mengatur para pasien yang hendak berobat. Mie Li yang suka membantu acara sosial, merasa senang Tzu Chi bisa hadir di Tanjung Balai Karimun, karena di Tanjung Balai Karimun sangat sedikit ada acara seperti ini. Kemudian secara pribadi, ia juga melihat jika relawan Tzu Chi bekerja dari hati nurani dan penuh tulus. “Saya juga beragama Buddha, tetapi di Tanjung Balai Karimun organisasi Buddhis tidak begitu berkembang. Saya merasakan Tzu Chi benar-benar masuk ke dalam masyarakat dan bukan hanya membaca sutra. Saya juga memberitahu keluarga. Tapi kakak perempuan pertama saya sibuk menjaga ibu kami jadi dia tidak punya waktu. Kakak perempuan kedua saya, A.A lebih berjodoh dengan Tzu Chi,” cerita Mie Li.

De Yue Shifu mengatakan jika Master Cheng Yen, pendiri Yayasan Buddha Tzu Chi mengatakan kepada kita bahwa ajaran Buddha seharusnya dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari dan Bodhisatwa seharusnya berada di antara masyarakat.

Pada 2009, A.A pun mulai bergabung ke Tzu Chi sampai sekarang. A.A pun mengajak suaminya untuk  bersama-sama melakukan kegiatan Tzu Chi. “Selama masih ada tenaga, ayo keluar dan bersumbangsih, jangan menunggu berkah sudah habis baru menyesal,” ujar A.A pada Ahkiong, suaminya pada saat itu. Dan akhirnya yang dulunya hanya sebatas kenal,  Ahkiong pun tertarik untuk bergabung ke Tzu Chi dan Ahkiong pun mau mengikuti A.A untuk menjadi seorang vegetaris. 

Tidak hanya suami, ia pun mengajak anak-anaknya untuk bersama-sama melakukan kegiatan Tzu Chi. Karena menurut A.A, bersama-sama melakukan kegiatan tentunya bagus untuk hubungan keluarga mereka. “Awalnya saya suka memaksa anak saya untuk ikut, dan lama-lama anak-anak pun menjadi terbiasa ikut kegiatan Tzu Chi. Saya menasehati anak, “ Kalau kalian ikut kegiatan Tzu Chi, saya baru mengizinkan ikut acara pesta temannya. Jadi ada syaratnya.” Awalnya saya juga ragu apakah memaksa anak saya akan mengakibatkan mereka alergi dan tidak suka Tzu Chi, lalu saya ada meminta pendapat senior, dan senior menjawab “Diajak saja, nanti lama-kelamaan anak-anak juga akan terbiasa, dan menjadi benar-benar ingin datang sendiri.”

You Chun Niang berujar jika sebelum datang ke Indonesia, ia hanya mengetahui kondisi Indonesia dari DAAI TV. Menurutnya, Indonesia sangat luar biasa. Ia mengatakan jika sebetulnya ia sharing di sini lebih cocok dikatakan ia juga tengah belajar di Indonesia. Ia hanya membagikan pengalamannya di komunitas kepada relawan-relawan Tzu Chi di Indonesia.

Dan sekarang ia pun sudah tidak perlu lagi memaksa anak-anaknya. Kini A.A Shijie hanya memberi tahu tanggal, tempat saja, dan mereka (anak-anak) yang akan bisa mengatur waktu sendiri, dan kalau ada waktu mereka akan pergi. Jika tidak ada waktu maka A.A pun tidak lagi memaksa. “Jadi sekarang saya merasa dulu mengajak anak-anak saya adalah benar. Interaksi dengan anak-anak pun menjadi lebih sering.”

Sebelum masuk Tzu Chi, A.A pun bercerita jika sejak awal, suaminya sudah sangat baik seperti minum Empat Sup Tzu Chi: bisa gan en, berpuas hati, mengerti perasaan orang lain, memahami orang lain, dan  sangat sabar. “Saya sangat beruntung mengenal suami saya. Dia juga sepertinya sangat mudah mengerti. Adik saya bilang suami saya sangat pemalu, tidak banyak berbicara, malu berhubungan dengan orang asing, mana mungkin bisa ikut Tzu Chi. Tapi ternyata suami bisa menjalin jodoh dengan Tzu Chi,” ceritanya.

A.A pun mengenang kisah di masa lalu, ketika ia belum mengenal Tzu Chi. Dalam rumah, ia seperti dianggap  orang “hitam” (galak dan emosian), sedangkan suaminya adalah orang “putih” (baik dan penyayang). “Emosi saya dulu sangat meledak-ledak. Kalau  ditentang 1-2 kalimat saja, saya akan marah besar. Anak saya juga tidak boleh manja di depan saya. Kalau berbuat salah harus diam di tempat dan saya pukul. Jadi mereka bertiga sangat mendengar saya. Tapi suami saya takut, saya memukul anak sampai luka, jadi ia terus menengok ke saya dengan khawatir. Tapi saya selalu bilang ke suami jika saya sedang “mengajar” anak, dia tidak boleh ikut campur,” kenangnya sambil tersipu malu mengingat dirinya .

Padahal maksudnya ialah baik, yaitu mengajar anak-anak menjadi pribadi yang baik, dan A.A sering meledek suaminya jika sang suami terus yang menjadi orang baik waktu mengajar anak, maka dialah yang memerankan peran jahat. Ahkiong pun mengatakan sejak bergabung menjadi relawan Tzu Chi emosi istrinya menjadi lebih baik, tidak begitu pemarah lagi. “Istri ada darah tinggi dan sering memukul anak kalau mereka salah, sekarang ia sudah banyak berubah,” ujarnya dengan senang. Tidak hanya Ahkiong yang memuji perubahan A.A, anak-anaknya pun merasa senang.  “Kamu beruntung, sekarang mama sudah sangat baik. Tidak seperti dulu lagi,” ujar putra sulungnya.

A.A pun merasa senang  dengan perubahan positif yang ia alami. Baginya semuanya adalah berkat Master Cheng Yen yang telah memberikan sebuah jalan pelatihan diri yang sangat baik, dan juga berkat Mie Li yang membuatnya mengenal Tzu Chi dan bisa bergabung  di Tzu Chi. “Dia adalah mentor  yang mengarahkan kami sekeluarga menuju lebih baik,” terang A.A. Bagi A.A dengan bergabung ke Tzu Chi seperti lem yang merekatkan hubungan keluarga mereka yang semula renggang menjadi makin erat dan harmonis.


Artikel Terkait

Jangan menganggap remeh diri sendiri, karena setiap orang memiliki potensi yang tidak terhingga.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -