Memulai dari Diri Sendiri (Bag. 1)

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
 

fotoMariani dan Arifin tengah memperlihatkan bukti hasil daur ulang yang disumbangkan ke Tzu Chi. Kini mobil daur ulang Tzu Chi secara rutin datang mengambil sampah daur ulang dari rumah mereka.

Perumahan di kawasan Serpong itu tampak asri dan nyaman saat saya menyambangi kediaman pasangan relawan Tzu Chi: Arifin Damei (43) dan istrinya, Mariani (43). Rumah yang juga dijadikan tempat kursus bahasa Mandarin ini, ternyata juga memiliki fungsi sebagai tempat penampungan sementara sampah daur ulang dari para warga di sekitarnya. Dimulai dari Arifin dan Mariani, kini ada 3 orang yang bersedia menjadikan rumahnya untuk menampung sampah daur ulang sebelum diangkut mobil daur ulang Tzu Chi. Bahkan tidak hanya menampung, mereka pun ada yang sengaja mengumpulkan dari pasar maupun jalan-jalan saat berjalan pagi.

Berawal dari Drama DAAI TV
Perkenalan Arifin dan Mariani dengan Tzu Chi bermula di tahun 2006 saat Arifin menerima tawaran untuk menerjemahkan drama-drama Da Ai TV Taiwan ke bahasa Indonesia. Pada waktu itu DAAI TV Indonesia sedang dalam masa persiapan siaran di Indonesia. “Waktu itu kita ada kerja sama dengan 1 production house (PH), nah kebetulan yang diterjemahin itu drama DAAI TV. PH itu katanya dah tanya ke banyak penerjemah, bisa nggak bahasa Taiwan, kebanyakan orang nggak bisa, jadi ditawarin ke saya. Begitu lihat, saya sepertinya bisa,” kata Arifin senang.

Meski hanya membaca teks tanpa pernah melihat tayangan dramanya, Arifin sudah merasa tersentuh. “Padahal saya cuma baca teksnya aja, nggak lihat filmnya, tapi saya terharu. Bahkan saya sampai meneteskan air mata, kok yayasan ini (Tzu Chi) begitu baik. Dari situlah (welas asih) saya mulai terbangkitkan,” terangnya. Maka Arifin pun tak menampik ajakan Rudi Darwin (staf DAAI TV kala itu) untuk menjadi donatur Tzu Chi. Bahkan pria asal Medan ini bersedia mendonasikan 10% penghasilannya dari menerjemahkan drama ke Tzu Chi.
Sayangnya kerja sama ini tak berjalan lancar. Setahun berjalan, Arifin pun mundur karena dari pihak PH-nya tidak menepati janjinya. “Tapi saya berterima kasih, karena melalui kerja sama itulah akhirnya saya mengenal Tzu Chi.” Saat itu Arifin dan istrinya baru menjadi donatur Tzu Chi, dan mereka kerap menerima buletin dan majalah Tzu Chi.

foto  foto

Ket : - Sebelum ada depo pelestarian lingkungan, Arifin dan Mariani mengelola sampah daur ulang, dan                menjualnya. Hasilnya mereka sumbangkan ke Tzu Chi. (kiri)
         - Di rumahnya inilah Arifin dan Mariani menampung sampah daur ulang dari para tetangganya. Apa yang            dilakukan mereka akhirnya menginspirasi warga dan relawan lainnya. (kanan)

Jalinan jodoh Arifin dengan Tzu Chi makin kuat ketika tanpa sengaja di tahun 2007 Arifin melihat ada logo dan poster-poster kegiatan Tzu Chi di Sekolah Tinggi Kristen di kawasan Gading Serpong. Merasa penasaran, Arifin pun mencoba menanyakan hal itu kepada salah seorang relawan di sana. “Saya tanya apa Tzu Chi buka cabang di sini?” Oleh Lan Fang, relawan Tzu Chi Tangerang dijelaskan kalau mereka sedang mengadakan sosialisasi pelestarian lingkungan. Saat itu Lan Fang, juga meminta alamat dan nomor telepon. “Nggak lama kemudian, saya diminta datang ke Karawaci, Kantor Tzu Chi Tangerang untuk meeting kasus,” terang Arifin. Meski awalnya sempat ragu, namun Arifin dengan mengajak istrinya langsung mandatangi kantor yayasan. “Nah dari situ saya makin tersentuh, ternyata di Indonesia masih banyak yang harus dibantu. Dari situ kita mulai masuk “dunia Tzu Chi”,” ujar Arifin. Meski belum menyandang status sebagai relawan, Arifin dan Mariani sudah mulai aktif mengikuti berbagai kegiatan Tzu Chi.

Bulan Desember 2007, Arifin dan Mariani mengikuti training relawan Tzu Chi yang pertama. Keduanya mengaku tertarik untuk menjadi relawan karena merasa tersentuh dengan banyaknya orang yang terbantu oleh Tzu Chi. “Saya pikir kita juga bisa ikut membantu orang yang membutuhkan,” kata Arifin. Sementara Mariani, “Sama, kita pikir kalau kita ada waktu untuk berbuat baik kenapa tidak.”

foto  foto

Ket : - Salah satu donatur daur ulang tetap mereka adalah Supratman dan Juswati. Pasangan yang sudah             berusia lanjut ini mengumpulkan sampah-sampah plastik di rumahnya untuk kemudian disumbangkan             ke Tzu Chi. (kiri)
         - Buletin Tzu Chi dan brosur daur ulang menjadi sarana yang efektif bagi Arifin dan Mariani dalam             mensosialisasikan daur ulang Tzu Chi. (kanan)

Relawan Daur Ulang
Dari berbagai kegiatan Tzu Chi, Arifin dan Mariani lebih fokus ke masalah daur ulang. Terlebih ketika itu (tahun 2008) belum ada depo pelestarian lingkungan di Tzu Chi Tangerang. Depo pelestarian lingkungan di Serpong sendiri baru diresmikan 2 tahun kemudian (29 Maret 2009). Awal mula keduanya terpanggil untuk turut melestarikan lingkungan adalah akibat iklim yang dirasakan semakin panas setiap harinya. “Dari situ kita mulai berpikir untuk berbuat sesuatu. Akhirnya kita mulai ajak dan sosialisasikan ke para tetangga,” terang Arifin. Bermodalkan senjata “buletin dan brosur pelestarian lingkungan”, Arifin dan Mariani pun giat mensosialisasikan daur ulang kepada para tetangga di lingkungannya. “Buletin dan majalah bermanfaat sekali, waktu itu kan belum ada depo, jadi penting sekali minimal untuk mereka tahu,” kata Arifin, “awalnya kita ajak 40 keluarga di sekitar kompleks, kalau mereka bersedia bisa antar, kalau nggak kita yang ambil ke rumah mereka.”

Karena pada waktu itu jumlah sampah yang terkumpul belum terlalu banyak, akhirnya Arifin dan Mariani berinisiatif sendiri untuk mengolahnya. Sampah-sampah itu mereka bersihkan, dan setelah bersih kemudian dipilah sesuai dengan jenisnya. Setelah itu barulah sampah daur ulang itu mereka jual. “Kita jual langsung ke pengumpul karena hasilnya lebih tinggi,” kata Arifin, “uangnya kemudian kita sumbangkan ke yayasan.” Dengan menggunakan sepeda motor, Arifin membawa sampah-sampah itu ke pengumpul. Kurang lebih berjalan 11 bulan, akhirnya sampah yang terkumpul di rumah mereka pun semakin bertambah banyak, hingga keduanya kesulitan untuk menampungnya. “Sejak itulah maka sampahnya langsung diambil oleh mobil daur ulang Tzu Chi di Cengkareng,” kata Mariani menambahkan.

Jalan yang dirintis Arifin dan Mariani ini memang tidak mudah. Di masa-masa awal, para tetangga yang menyerahkan sampah daur ulang masih banyak yang belum mengerti, sampah dikirimkan dalam kondisi apa adanya, dari sampah basah sampai yang masih ada isinya. “Nah kalau begitu kan nggak mungkin kita taruh di sini, nanti bisa jadi sarang penyakit dan bahkan bisa diprotes tetangga,” ungkap Arifin. Alhasil, keduanya pun membersihkan dan mencuci sampah-sampah daur ulang itu agar bersih dan tak berbau. “Kalau kita langsung minta pada tetangga dan donatur untuk bersihkan sampah-sampah ini sebelum dibawa kemari, mereka pasti akan keberatan, masa mau buang sampah aja mesti repot-repot gitu,” kata Arifin beralasan.

Bahkan karena awalnya tidak tahu, Arifin dan Mariani juga menjemur sampah-sampah plastik di depan rumah dan pagarnya. “Sama pembelinya dibilang nggak boleh berair, jadi saya pikir harus kering sekali, ternyata nggak, maksudnya supaya tidak ada air yang tersisa di botol atau gelas plastik, jadi semua sampah-sampah plastik itu kita jemurin satu per satu di pagar,” ujar Arifin sambil tersenyum. Alhasil kegiatan ini pun cukup mencolok dan terlihat oleh para tetangga. “Tetangga yang lihat pada nanya, dan akhirnya kita jelaskan kalau sebelum dijual memang harus dibersihkan terlebih dahulu. Akhirnya dari situ kemudian mereka kalau mengirimkan sampah kemari sudah dalam kondisi bersih,” jelas Arifin senang.

Dalam berbagai kesempatan ia juga menjelaskan kepada para tetangga mengapa sampah-sampah ini harus dibersihkan, “Kita sarankan ke relawan kalau sampah-sampah ini harus dibersihkan, karena kalau nggak kita harus gaji orang untuk bersihin di depo, padahal sampah ini harganya kan nggak seberapa. Kalau juga harus gaji orang, niat kita yang mau bantu orang akhirnya nggak kesampaian karena justru harus bayar orang. Dari situ kemudian relawan dan orang-orang pada ngerti,” terangnya.

Bahkan terkadang Arifin dan istrinya harus bekerja hingga larut malam untuk membereskan sampah-sampah itu. “Tapi akhirnya kita batasi jangan sampai malam, kenapa? Soalnya kalau sampai malam nanti orang malah ngira kerja relawan Tzu Chi itu berat, nggak ada istirahatnya,” canda Arifin. Mariani menambahkan, “Memang sempat ada yang bilang, ‘kenapa mau rumahnya dijadiin tempat penampungan sampah, itu kan bau.’ Saya bilang kalau nggak dari kita sendiri siapa lagi. Lagi pula sampah-sampah itu dah bersih kok dan nggak berbau. Lagi pula sampah itu sebenarnya menandakan (masih) adanya kekotoran batin. Selama masih banyak sampah, berarti batin kita juga masih kotor,” ungkap Arifin.

  
 
 

Artikel Terkait

Bekerjasama Membedah Perkampungan Kumuh

Bekerjasama Membedah Perkampungan Kumuh

04 November 2011 Sebelum mengunjungi rumah-rumah di daerah Pademangan, Jakarta Utara, H. Djan Faridz hadir di kantor pusat Yayasan Buddha Tzu Chi untuk mengenal lebih dalam lagi mengenai bagaimana prosedur Bebenah kampung yang telah dilakukan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi selama ini.
Teladan Cinta Kasih

Teladan Cinta Kasih

11 November 2013 Insan Tzu Chi Indonesia hampir di setiap komunitasnya juga melakukan kegiatan donor darah yang bekerjasama dengan PMI secara rutin. Donor darah juga merupakan perwujudan atau praktik dari cinta kasih universal. Master Cheng Yen dalam kata perenungannya mengatakan;
Saat membantu orang lain, yang paling banyak memperoleh keuntungan abadi adalah diri kita sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -