Arifin dan Mariani berharap dengan memahami tentang manfaat pelestarian lingkungan, anak-anaknya dapat lebih menghargai sumber daya alam yang ada di bumi ini. “Jadi anak-anak kita juga ajari bahwa bumi ini nantinya untuk mereka. Papa dan mama kan nggak mungkin nikmatin lagi. kalau kita nggak mulai, kalian nggak mulai, nanti bisa-bisa nggak ada yang bisa nikmatin lagi. Terakhirnya tinggal di tumpukan sampah,” kata Mariani saat menjelaskan kepada anak-anaknya. Tak heran jika ketiga anaknya pun suka melakukan daur ulang. “Kalau pas lagi kosong ya bisa. Saya bilang bumi ini kan juga diwariskan untuk mereka jadi saya berharap mereka juga punya kepedulian yang sama, pandangan yang sama. Mereka nggak keberatan. Malah di sekolah, mereka ajak teman-temannya untuk bawa sampah daur ulang,” jelas Arifin. Berharap Semua Orang Bisa Berpartisipasi Membuka kelas bahasa Mandarin, Arifin dan Mariani justru merasa ladang berkah untuk mensosialisasikan pelestarian lingkungan semakin terbuka lebar. Murid-murid di Standar Mandarin sendiri ada lebih dari 100 orang. Di saat waktu senggang dan usai belajar, Mariani dan Arifin juga mensosialisasikan tentang daur ulang kepada para muridnya. Tanggapan anak-anak dan muridnya pun cukup baik. Sebelum les, mereka menyerahkan sampah-sampah daur ulang kepada gurunya. “Kadang ada juga orang tua murid yang sekalian antar anak, karena bawa mobil bawa juga sampah daur ulang,” terang Mariani yang pernah bekerja di perusahaan kayu selama 10 tahun lebih ini. Menyambut 20 tahun misi pelestarian lingkungan Tzu Chi, Mariani berharap seluruh orang di Indonesia bisa ikut berpartisipasi dalam program pelestarian lingkungan. “Misi pelestarian lingkungan ini sangat bagus ya, dan sangat bermanfaat bagi kita. Kita rasakan sekarang kondisi bumi dah semakin panas, kalau kita nggak memulai, bagaimana bisa mengajak orang lain,” ujar Mariani. “Kalau ini dilakukan oleh semua organisasi masyarakat, tentunya akan lebih baik. Sampah-sampah daur ulang ini nggak harus dikasihkan ke Tzu Chi, kemana aja boleh, yang penting sama-sama melestarikan lingkungan,” tambah Arifin, “kalau kita nggak mulai dari sekarang, maka generasi berikutnya hidupnya bakal nggak sehat.” Ket : - Mariadi, donatur sampah daur ulang yang kemudian menjadi relawan Tzu Chi. Mariadi bahkan turut menampung sampah daur ulang di rumahnya. (kiri) - Menyusuri kompleks untuk mengambil sampah daur ulang kerap dilakukan oleh Arifin dan Mariadi. (kanan) Menginspirasi Para Tetangga Jika awalnya Arifin dan Mariani hanya mencoba mengumpulkan sampah daur ulang dari para tetangga, kini ia pun mengajak mereka tidak hanya menjadi donatur tapi juga relawan dan bahkan menampung sampah daur ulang dari tetangga lainnya. “Di sini dah ada 3, 2 jadi pengumpul dan 1 jadi relawan,” terang Ariifin. Memang tidak mudah awalnya untuk meyakinkan setiap orang untuk bersedia menjadikan rumahnya sebagai tempat penampungan sementara daur ulang. “Saya yakinkan seminggu sekalilah kalau sudah penuh sampahnya bisa telepon saya,” kata Arifin. Hal ini bertujuan agar warga yang menjadi donatur menjadi semakin banyak dengan adanya tempat penampungan sampah daur ulang di berbagai tempat. Salah satu donatur daur ulang tetap Arifin dan Mariani adalah Supratman dan Juswati. Pasangan yang sudah berusia lanjut ini mengumpulkan sampah-sampah dan botol plastik di rumahnya untuk kemudian disumbangkan ke Tzu Chi. “Daripada dibuang begitu aja kan sayang,” kata Supratman beralasan. “Kalau dibuang sayang, pikiran kalau bisa dipakai untuk bantu orang lain kan lebih bagus,” tambah Juswati, istrinya. Tidak semua sampah ini berasal dari rumah mereka, jika keduanya keluar rumah dan menemukan ada sampah plastik, maka akan dipungut dan dibawa pulang untuk dikumpulkan. “Nggak malulah, malah senang. Kalau nggak senang mana mau kumpulin,” ungkap Supratman bangga, “pokoknya yang buat orang berguna ya lakukan saja.” Ket : - Marie tengah menangani kaleng aluminum sebelum dijual. Botol-botol aluminium ini memang harus diinjak lebih dahulu agar ringkas dibawa ke pengumpul. (kiri) - Selain menjadikan rumahnya sebagai tempat penampungan sementara sampah daur ulang, Merie juga kerap mencari sampah daur ulang di jalan-jalan. (kanan) Donatur lainnya adalah Mariati, yang tinggal masih dalam kompleks yang sama. Bahkan Mariati pun akhirnya tertarik untuk bergabung sebagai relawan Tzu Chi. Mariati yang sering jalan pagi mengelilingi kompleksnya ini setiap menemukan botol plastik di jalan selalu ia pungut dan bawa pulang ke rumah. Botol-botol itu ia bersihkan dulu sebelum dikumpulkan dan diserahkan ke mobil daur ulang Tzu Chi. “Nggak malu, bahkan kadang sampai ngorek-ngorek sampah,” ujarnya sambil tersenyum. Hampir setiap hari Mariati melakukan pelestarian lingkungan. “Daur ulang ini bisa ngilangin kejenuhan,” ungkapnya, “ada banyak waktu luang, lagi pula anak-anak sudah besar.” Apa yang dilakukan Mariati ini ternyata didukung oleh anak-anaknya. “Mereka nggak marah, malah mendukung,” tukas Mariati bangga. Ya, seperti para relawan Tzu Chi lainnya, melestarikan lingkungan dan kegiatan mendaur ulang sampah bukanlah hal yang memalukan, tapi justru membanggakan. “Kalau nggak dimulai dari sekarang dan oleh kita sendiri, kapan lagi. Jangan sampai kita semua terlambat untuk mencegah kerusakan ini,” tegas Arifin, “kalau kita mulai dari sekarang, maka seperti harapan Master Cheng Yen, kita akan dapat mewariskan sebuah dunia yang bersih untuk anak cucu kita.” Mariani menambahkan, “Semoga semua masyarakat Indonesia sadar bahwa daur ulang itu penting untuk bumi kita. Saya harap semua orang mau bersumbangsih, walaupun sedikit kalau dilakukan oleh orang banyak tentu hasilnya akan banyak pula,” tambah Mariani. |