Memulai Pagi dengan Lestari

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
foto

Relawan Tzu Chi, Mariani selalu menggunakan sepeda dari rumahnya menuju ke Posko Daur Ulang Tzu Chi Tangerang yang masih berada di sekitar tempat tinggalnya di Perumahan Summarecon Gading Serpong.

Sinar matahari belum merata menyapu permukaan jalan. Pohon-pohon besar yang tumbuh rindang di sepanjang jalan Perumahan Gading Serpong, Tangerang, Banten membuat cahaya matahari sulit untuk dapat menerobos masuk. Udara sejuk dan segar menambah semangat para pesepeda berkonvoi memacu sepedanya. Ada yang berombongan, ada pula yang sendiri. Semua menikmati pagi tanpa mau sedikit pun melewatkan Minggu pagi yang sempurna ini.

Olahraga dan Menjaga Lingkungan
Begitu pula dengan Mariani. Relawan Tzu Chi yang tinggal di Sektor 7 C, Perumahan Summarecon Gading Serpong ini bersama Steven, putranya memacu sepedanya menuju Posko Daur Ulang Tzu Chi yang berada tak jauh dari tempat tinggal mereka. Dalam perjalanan sekitar 30 menit ini, sepanjang perjalanan keduanya tak segan-segan turun dari sepeda untuk memungut sampah-sampah daur ulang (botol plastik –red) yang tergeletak di jalan raya. “Nggak malu, kenapa harus malu? Kan demi pelestarian lingkungan. Lagi pula bisa juga untuk bantu orang lain,” tegas Mariani, yang di rumahnya juga menampung sampah-sampah daur ulang dari para tetangga.

Kali ini Mariani melakukannya hanya berdua saja dengan putranya, tapi menurutnya hampir setiap Minggu ia bersama relawan Tzu Chi yang tinggal di wilayah itu biasa berkonvoi bersepeda menuju Posko Daur Ulang Tzu Chi. “Ada 8 orang. Biasa kita ngumpul di Rodeo, terus kalau sudah lengkap kita jalan sama-sama,” terangnya. Steven sendiri yang masih duduk di kelas IV SDS Tarakanita ini diajaknya agar dapat memahami pelestarian lingkungan. “Ya dengan dia melakukan sendiri, dia akan mendapat pelajaran sekaligus berpraktik nyata,” kata Mariani beralasan.

foto  foto

Ket : - Ketua Kantor Perwakilan Tzu Chi Tangerang, Lu Lien Chu memberikan pengarahan kepada para anak asuh
           dan relawan yang mengikuti kegiatan pemilahan sampah di Posko Daur Ulang Tzu Chi. (kiri)
         - Masyarakat pun banyak yang turut berpartisipasi dalam program pelestarian lingkungan Tzu Chi. Mereka
           memilah lalu mengirimkan sampah daur ulang ke Posko Daur Ulang Tzu Chi. (kanan)

Melibatkan Anak Asuh Tzu Chi
Minggu, 31 Mei 2009, sejak pukul 08.30 pagi, kesibukan mulai tampak di Posko Daur Ulang Tzu Chi Tangerang. Beberapa relawan tengah menyiapkan persiapan untuk melakukan pemilahan sampah daur ulang. Beberapa mobil milik warga sekitar Posko Daur Ulang Tzu Chi tampak memarkir dan menurunkan muatan. Isinya adalah sampah-sampah daur ulang beraneka macam, mulai dari botol plastik, koran, dan bahkan kaleng susu bayi. “Biasanya kita ada jadwal rutin untuk mengambil sampah dari warga, tapi ada juga yang berinisatif untuk mengirimkannya sendiri,” kata Lan Fang, salah seorang relawan Tzu Chi yang juga menangani posko daur ulang ini.

Kegiatan hari itu tidak hanya melibatkan para relawan Tzu Chi, tapi juga anak-anak asuh Tzu Chi Tangerang, masyarakat umum, dan bahkan keluarga Rizky Shahputra, pasien yang pernah dibantu pengobatannya oleh Tzu Chi. Dari 25 peserta, hampir separuhnya adalah anak-anak asuh Tzu Chi. “Besok-besok kalau mau ikut acara ini (pemilahan sampah), nggak usah pake seragam sekolah ya? Sayang kan nanti jadi kotor,” tegur Lu Lien Chu, Ketua Tzu Chi Tangerang dengan lembut. Anak-anak pun mengangguk serempak. Mereka terdiri dari berbagai usia dan jenjang pendidikan, mulai dari SD, SMP, SMK, dan ada juga yang baru lulus sekolah tahun ini. Dengan penuh semangat, anak-anak asuh ini memilah sampah daur ulang. Anak-anak laki-laki memilih menyiangi botol-botol plastik, dan anak perempuannya memilah kertas koran dan majalah yang lebih ringan.

“Senang, kita jadi tahu berbagai jenis kertas dan manfaatnya,” ujar Helen Novita (20). Helen yang baru lulus dari SMK Setia Bhakti ini tergugah untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan ini sebagai bentuk partisipasinya membantu sesama. “Dari sampah-sampah ini nantinya kalo dijual kan bisa dipakai untuk menolong orang yang sakit dan membiayai sekolah,” terangnya. Helen sendiri sudah menjadi anak asuh Tzu Chi sejak kelas 1 SMP—hampir 6 tahun—dan ia merasa bersyukur sekali bisa menempuh pendidikan hingga SMK. “Kalo nggak dibantu Tzu Chi nggak tahu bisa sekolah apa nggak,” ungkapnya lirih. Penghasilan ayahnya sebagai pedagang susu kacang kedelai tidak bisa mencukupi biaya pendidikan ke-4 anaknya. “Apalagi kalau untuk uang pangkal sekolah,” sambung Helen. Kini Helen tengah berusaha untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan bidang pendidikannya. “Mudah-mudahan kalo dah dapat kerja saya bisa juga jadi donatur Tzu Chi,” janji Helen.

foto  foto

Ket : - Dengan penuh semangat para anak asuh Tzu Chi ini turut membantu melestarikan lingkungan, sekaligus
           membantu sesama yang membutuhkan. Sampah daur ulang yang dijual, hasilnya digunakan Tzu Chi
           menolong warga kurang mampu. (kiri)
         - Mariana dan putranya Steven, kerap mengisi waktu liburnya di Posko Daur Ulang Tzu Chi. "Kalau bukan kita,
           siapa lagi?" katanya beralasan. (kanan)

Kalau Bukan Kita Siapa Lagi
Sebagai relawan Tzu Chi, Mariani sadar betul bahwa ia dan keluarga harus memberi contoh dulu kepada para tetangga untuk menerapkan aktivitas daur ulang. Setelah sukses menerapkannya di lingkungan keluarga, Mariani dan suaminya pun merambah ke rumah para tetangganya. Brosur pelestarian lingkungan, buletin dan majalah menjadi senjata utamanya saat mensosialisasikan daur ulang ke warga di tempat tinggalnya. “Hasilnya lumayan, sekarang dah ada 40-an warga yang “menyumbangkan” sampahnya (daur ulang) ke saya,” ujarnya senang.

Mariani yang juga membuka kursus bahasa Mandarin di rumahnya ini tak segan-segan pula mengajak muridnya dan orangtua mereka untuk melakukan daur ulang. Murid kursus bahasa Mandarin Mariani sendiri mencapai 100 orang lebih. “Jadi sebelum les, anak-anak ada yang bawa botol plastik, koran, dan majalah,” terang Mariani. Semua itu ditampung di rumahnya, dan Mariani sendiri tak keberatan jika sebagian halaman rumahnya menjadi tempat penampungan sampah daur ulang. “Dulu kan belum ada posko, jadi sampah-sampah itu kita tampung, bersihkan dan kemudian dijual. Hasilnya kita sumbangkan ke yayasan (Tzu Chi),” ujar Mariani yang sudah memulainya sejak Januari 2008 lalu. Hasil yang diperoleh pun lumayan besar. “Sebulan bisa 1 – 1,5 juta rupiah loh,” kata Mariani senang.

foto  foto

Ket : - Selain anak asuh Tzu Chi, keluarga pasien yang pernah dibantu Tzu Chi juga turut berpartisipasi dalam
           proses daur ulang. Membantu dengan tenaga, itu bentuk partisipasi aktif mereka membalas budi baik.
           kekeluargaan. (kiri)
         - Botol-botol daur ulang jika dimanfaatkan dengan baik akan menghasilkan suatu karya yang cantik dan unik.
           Relawan Tzu Chi menggunakan botol plastik sebagai jambangan bunga di meja makan. (kanan)

Kini setelah ada Posko Daur Ulang Tzu Chi, tugas Mariani agak lebih ringan. “Kalau rumah dah penuh sedikit, kita langsung telepon mobil daur ulang untuk angkut,” ujar Mariani yang mulai bergabung di Tzu Chi pada tahun 2007 ini. Respon dari para tetangga pun bagus, tidak ada yang memprotes karena Mariani tetap menjaga kebersihan lingkungan rumah dan sekitarnya—meski menampung sampah daur ulang dalam jumlah banyak. “Kalo kita bersihkan, rapikan, itu nggak akan bau. Seperti biasa saja, nggak banyak nyamuk juga,” tegasnya.

Menurut Mariani, ia tidak merasa telah mengambil “lahan mata pencaharian” orang lain (pemulung –red). “Kita kan nggak ngambil dari tempat sampah, kita pungut dari jalan, dari rumah kita sendiri dan para tetangga,” kata Mariani beralasan. “Lagi pula, kalo pemulung kan bisa keluar cari makan, sementara orang yang sakit parah (pasien Tzu Chi) dia nggak bisa kerja. Intinya yang (kita) ditolong adalah orang sakit yang nggak bisa keluar cari uang,” tambahnya.

 

Artikel Terkait

Wujud Kasih Ibu Melalui ASI

Wujud Kasih Ibu Melalui ASI

19 April 2016 Tzu Chi Perwakilan Sinar Mas Xieli Kalimantan Timur 2 menyelenggarakan penyuluhan terhadap ibu dan calon ibu dengan mengangkat tema "Manfaat Menyusui Bagi Ibu". Kegiatan ini disambut positif oleh mereka.
Perjuangan Melawan Kanker Kulit

Perjuangan Melawan Kanker Kulit

15 Mei 2019

Nurlela, gadis berusia 24 tahun yang mengalami penyakit langka yang disebut dengan Malignant Neuroleptic Syndrome atau sering disebut dengan kanker kulit yang tumbuh di wajahnya. Ini membuatnya menjadi kurang percaya diri untuk bergabung dengan teman-teman yang lainnya.

Gempa Palu: Cinta Kasih ini Bukan Kiasan

Gempa Palu: Cinta Kasih ini Bukan Kiasan

24 Oktober 2018

Relawan Tzu Chi memberikan selimut kepada warga di 6 posko pengungsian pada Selasa, 23 Oktober 2018. Relawan Tzu Chi juga mengajarkan para ibu-ibu di pengungsian untuk memasak dan mengolah Nasi Jing Si.


Cemberut dan tersenyum, keduanya adalah ekspresi. Mengapa tidak memilih tersenyum saja?
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -