Memupuk Budi Pekerti dan Melindungi Bumi

Jurnalis : Marcopolo (Tzu Chi Biak), Fotografer : Marcopolo (Tzu Chi Biak)

Dengan gembira, murid-murid SD Negeri Dofyo Wafor mengikuti gerakan isyarat tangan berjudul Satu Keluarga.

Mengerjakan suatu pekerjaan dengan senang hati akan membuat pekerjaan terasa ringan. Demikian pula yang relawan Tzu Chi Biak rasakan saat menyelenggarakan program bina desa pada Sabtu, 29 April 2017. Pada hari itu dua misi diselenggarakan, yaitu Misi Pendidikan dan Misi Pelestarian Lingkungan setelah sebelumnya di awali dengan misi kesehatan.

Tidak semua relawan Tzu Chi Biak bisa mengikuti kegiatan ini karena terkendala kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan. Tapi biarpun hanya sedikit yang datang, tidak menghalangi mereka untuk pergi ke Desa Dofyo Wafor.

Kegiatan dimulai di SD Negeri Dofyo Wafor. Sebanyak 30 murid SD dikumpulkan dalam satu ruang kelas. Dipimpin oleh Relawan Supriadi dan Meyke di misi pendidikan. Kegiatan diawali dengan doa agar berjalan dengan lancar. Murid-murid ini menyaksikan dan mendengarkan tayangan Master Chen Yen Bercerita dengan antusias. Materi seperti ini adalah yang pertama bagi murid-murid  SD Negeri Dofyo Wafor sehingga mereka senang dan bergembira.

Relawan Supriadi dan Meyke memimpin kegiatan ini.


Warga Desa Dofyo Wafor mendengarkan materi tentang enzim buah yang disampaikan Relawan Nataniel.

Relawan juga mengenalkan isyarat tangan Satu Keluarga  dan menjelaskan filosofi yang terkandung dalam isyarat tangan tersebut. Tak ketinggalan, relawan juga mengajarkan tentang budi pekerti. Setelah selesai tidak lupa para relawan membagikan makanan ringan bagi murid-murid SD Negeri Dofyo Wafor.

Dari SD Negeri Dofyo Wafor, relawan melanjutkan perjalanan ke rumah kepala Desa Dofyo Wafor. Di sana, para petani sudah menunggu kedatangan relawan guna mendengarkan materi yang dibawakan oleh relawan Nataniel tentang enzim buah. Desa Dofyo Wafor adalah desa yang mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian mereka. Sayangnya untuk meningkatkan produksi, mereka banyak menggunakan pupuk pestisida yang justru merusak tanah itu sendiri.

Nataniel membawakan materi tentang enzim buah sebagai salah pengganti pupuk pestisida. Tentu saja untuk mempraktikannya di lahan pertanian, membutuhkan kerja keras karena masyarakat sudah terbiasa menggunakan pupuk pestisida.

Para petani mempraktikkan pembuatan enzim buah dengan bahan dasar buah dan pohon pisang.


Setelah Buah dan pohon pisang dipotong-potong, kemudian dimasukkan ke dalam ember dan ditutup mengunakan plastik selama kurang lebih dua minggu.

Sebanyak 30 petani dibagi dua kelompok untuk secara langsung mempraktikkan pembuatan enzim buah. Salah satu keistimewaan enzim buah adalah tidak merusak tanah bahkan menggemburkan tanah itu sendiri, juga dapat meningkatan  produksi pertanian.

Buah dan pohon pisang dipotong-potong sebagai bahan dasar pembuatan enzim buah dan dimasukkan ke dalam ember kemudian ditutup mengunakan plastik. Bahan dasar ini dibiarkan selama kurang lebih dua minggu untuk mendapatkan cairan enzim buah.

Nataniel bersyukur para petani cukup terbuka menerima penjelasannya. “Syukurlah dalam sosialisasi ini masyarakat bisa memahami untung rugi pemakaian pupuk pestisida sehingga mereka dapat memahami  pemaparan materi,” terang Nataniel.

 

 

Editor: Khusnul Khotimah

 


Artikel Terkait

The beauty of humanity lies in honesty. The value of humanity lies in faith.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -