Menanam Benih Cinta Kasih Sejak Dini
Jurnalis : Himawan Susanto , Fotografer : Himawan Susanto * "Sehabis menyisir, kita sarapan pagi," tutur Moni, relawan Tzu Chi kepada 25 anak-anak kelas budi pekerti Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi. Penuh konsentrasi, anak-anak memperhatikan penjelasan Moni siang itu. | Telah 5 kali pertemuan rutin kelas budi pekerti untuk anak-anak Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta Barat diadakan. Kelas yang dimulai dari bulan April 2008 ini perlahan mulai mengubah sikap dan perilaku anak-anak manis ini. ”Jika anak-anak lain menerima barang pemberian kita dengan satu tangan. Mereka (anak-anak kelas budi pekerti; red) menerimanya dengan kedua tangan dan tak lupa mengucapkan ’Gan En’,” ujar Moni yang menjelaskan perubahan positif yang terlihat memang tidak terlalu drastis karena kelasnya diadakan baru 1 bulan sekali. |
Tanggal 7 September 2008, di pertemuan ke-5, relawan Tzu Chi He Qi Barat kembali bersua dan berbagi cerita bersama 25 anak-anak penuh ekspresi ini. Biasanya kelas ini dilakukan di pagi hari, namun untuk bulan ini, kelas diadakan menjelang sore hari. Siang itu, kelas dibuka dengan isyarat tangan Ai De Xi Wang (Harapan Cinta Kasih) yang dilakukan bersama-sama. Ai De Xi Wang adalah lagu utama anak-anak kelas budi pekerti selain Se Da (berisi ajaran betapa budi orangtua begitu besar). Beberapa anak tampak telah mahir melakukan isyarat tangan yang sering disebut shou ie ini. Hal ini tak aneh, karena saat Bazar Makanan Vegetarian yang diadakan Tzu Chi di kantor pemasaran Bukit Golf, Pantai Indah Kapuk, 3 Agustus lalu, mereka sempat menampilkan diri di depan para pengunjung yang datang. ”Penampilan anak-anak ini saat bazar, bisa dikatakan oke. Mereka antusias dan berkeinginan untuk tampil di panggung,” lanjut Moni seraya mengingat ini sebagai sebuah momen yang mengharukan karena betapa singkatnya waktu yang tersedia untuk mereka melatih diri. Momen mengharukan lainnya adalah saat digelarnya Hari Ibu bagi mereka. Datang bersama ayah atau ibu mereka. Saat acara, dengan mata tertutup kain mereka diminta mencari ayah dan ibu masing-masing. ”Mengharukan, karena ada interaksi langsung antara anak dan orangtua,” ungkap Moni yang ikut dalam kelas budi pekerti sejak bulan Mei ini. Selesai melakukan shou ie bersama, anak-anak pun duduk dan menyaksikan penampilan mereka saat pentas di Festival Bazar Vegetarian bulan lalu. Wajah-wajah gembira, lucu, bahkan bengong terpancar jelas saat menyaksikan diri mereka sendiri di sebuah layar besar berwarna putih. Saat tayangan selesai, satu persatu dari mereka kemudian maju membawa celengan bambu yang diisi dengan sisihan uang saku mereka sehari-hari. Celengan itu pun diserahkan kepada relawan Tzu Chi. Semua celengan dibuka dan dihitung. Sore itu, uang sejumlah Rp 143.750,- dari kepedulian kelas budi pekerti telah terkumpul. Ket : - Di setiap pertemuan awal bulan minggu pertama, anak-anak kelas budi pekerti ini memberikan celengan Lalu, Dewi melangkah ke depan. Ia akan menjelaskan sebuah kata perenungan untuk mereka. Sore itu, ia akan menerangkan pelajaran mengenai kebersihan diri. ”Mengerti tata krama kehidupan, mengerti menyayangi diri sendiri. Anak yang menyayangi diri sendiri, baru bisa dicintai oleh semua orang. Tata krama kehidupan anak dan murid. Menyayangi diri sendiri sama dengan kebersihan diri”, itulah kata-kata pelajaran yang terpampang di sebuah papan siang itu. Awalnya, mereka antusias mendengarkan, namun lama-lama keriuhan terjadi. Inilah dunia anak-anak, dunia penuh imajinasi dan tak bisa diam. Bahkan, ada beberapa anak yang tampak mulai kebosanan. Namun, kelas kembali berubah suasananya saat Dewi menampilkan sebuah gambar yang dibawahnya tertera kata-kata berbahasa mandarin. Gambar itu memperlihatkan aktivitas anak di pagi hari. Dari bangun tidur sampai berangkat sekolah. Anak-anak yang tadinya mulai bosan, sontak bergembira dan penuh perhatian. Apalagi Dewi juga memberikan pelajaran sambil mengucapkan bahasa mandarinnya. Anak-anak pun berusaha melafalkan bahasa mandarin itu dengan benar. ”Shua Ya, artinya sikat gigi,” tutur Dewi yang lalu pelafalannya diikuti oleh anak-anak. Setelah Dewi selesai, oleh Moni dan Ira, anak-anak yang bersepatu diminta maju ke depan. Mereka berbaris dengan rapi. Setelah itu, mereka yang memakai sandal juga diminta maju ke depan dan berdiri dengan mereka yang bersepatu. ”Nah, sekarang rapi dan bagus mana? Yang pake sepatu atau sandal?” tanya Ira kepada anak-anak. Anak-anak pun memperhatikan satu sama lain dan lalu menjawab spontan. ”Yang bersepatu,” teriak mereka. ”Makanya, di pertemuan berikutnya semua sudah pake sepatu yah,”anjur Ira sambil meminta mereka kembali ke tempat duduk. Ket : - Dunia Anak-anak. Setelah menerima sikat gigi baru, Ivan segera membuka dan memainkannya. Itulah dunia Lalu, dr Theresia maju ke depan sambil memegang sebuah alat peraga gigi yang terbuat dari plastik. ”Kita mulai dari rahang atas. Menyikatnya harus dari atas ke bawah. Untuk rahang bawah, dari bawah ke atas. Rahang atas samping dari atas ke bawah. Rahang bawah samping dari bawah dan ke atas. Untuk bagian dalam bawah, disikat dari bawah ke atas, dan untuk bagian dalam atas, disikat dari atas ke bawah. Dan jangan lupa, lidah juga harus dibersihkan. Terakhir, jangan lupa untuk kumur-kumur,” jelasnya panjang lebar seraya memperagakan cara yang benar dalam menggosok gigi. Anak-anak pun serius memperhatikan penjelasan yang diberikan. Saat ditanya, adakah yang mau mencoba memperagakan. Hampir semua anak-anak ini semburat berlari ke depan menghampiri. Rupanya, mereka penasaran untuk memegang alat peraga dan mempraktikkannya. Agar tertib, mereka yang bisa menjawab pertanyaan yang diberikan kesempatan memperagakannya. Novi mendapat kesempatan itu. Dikerubungi teman-temannya, dr Theresia mengajarkan Novi cara menggosok gigi yang benar. Selesai dengan praktik menggosok gigi, anak-anak ini diajarkan shou ie A pa khan cui gu. Bersama relawan Tzu Chi, mereka bergembira bersama. Berlari maju ke depan, bergoyang-goyang ria, dan meliuk-liukkan tubuh, mereka lakukan saat lagu dilantunkan. Lagu yang dinamis, penuh gerak ini sangat disukai oleh mereka. Setelah itu, mereka diajarkan sebuah prakarya membuat seekor ular lucu. Dalam 2 menit, ruangan yang tadinya riuh ramai, berganti kesenyapan. Semua anak telah terbenam dengan keseriusan membuat prakarya. Di kelas budi pekerti ini, prakarya adalah sebuah pelajaran wajib untuk menggali dan mengembangkan kreativitas mereka. Dibantu relawan, anak-anak ini menekuk kertas, menempelkan mata ular plastik dengan lem, dan memasangkan tangkai pemegangnya. Lima belas menit berlalu, dan hasil prakarya pun sudah berhasil dibuat. Ket : - Anak-anak ini dengan bangga memamerkan prakarya yang telah mereka buat. Prakarya yang membentuk Setelah semua prakarya berhasil dibuat, mereka berfoto bersama dengan penuh kebanggaan. Bangga karena bisa membuatnya dengan tangan mereka sendiri. Siang itu, anak-anak ini juga menerima sikat gigi baru. Sikat gigi yang akan mereka gunakan sehari-hari. Kelas budi pekerti pun ditutup dengan shou ie Ai De Xi Wang bersama-sama. Sebelum kembali ke rumah, mereka menerima kembali celengan bambu yang telah kosong beserta kuitansi keterangan uang celengan bambu bulan lalu. ”Melatih disiplin dan menanam benih cinta kasih sejak dini” inilah tujuan yang hendak dicapai oleh 15 orang relawan Tzu Chi He Qi Barat untuk anak-anak Perumahan cinta kasih Tzu Chi tercinta. Berawal dari kepedulian 33 anak Perumahan Cinta Kasih untuk anak-anak yang menderita kelaparan di Afrika bulan April lalu, benih cinta kasih itu kini bersemi dan tersemaikan. | |
Artikel Terkait
Kebahagiaan di Rumah Tawon Tangerang
31 Agustus 2016Rumah Keluarga Tawon di Tanah Tinggi Tangerang pagi itu ramai kedatangan 35 relawan Tzu Chi dari Komunitas He Qi Barat. Kedatangan relawan pada Minggu, 21 Agustus 2016 tersebut masih dalam rangka merayakan hari kemerdekaan RI.